"Kami ingin pengakuan," demikian Kepala Adat Suku Balik Kalimantan Timur, Sibukdin, saat mengisi seminar nasional di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda.

Suasana kebatinan itu menyeruak dalam seminar bertajuk “Meneropong Hak Masyarakat Adat di Tengah Geliat Pembangunan IKN” pada awal Juli 2023.

Suku Balik merupakan warga minoritas di Balikpapan dan Penajam Paser Utara saat ini. Di Penajam Paser Utara, tepatnya di kecamatan Sepaku, mereka tersebar di tiga wilayah, yakni di Desa Bumi Harapan, Kelurahan Sepaku, dan Kelurahan Pemaluan.

Suku dengan sekira 1.000 jiwa dari 200 Kepala Keluarga (KK) itu sudah mendiami wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kota Balikpapan sejak abad ke-18 pada masa Kesultanan Paser dan Kerajaan Kutai Kertanegara.

Tiga abad kemudian, mereka menghadapi situasi baru. Sebagian wilayah yang mereka diami akan menjadi Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Adalah pernyataan dari Presiden Joko Widodo dalam Sidang Bersama DPD RI dan DPR RI, di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2019.

"Dengan meminta izin dan dukungan dari bapak/ibu anggota dewan yang terhormat, para sesepuh dan para tokoh bangsa, terutama dari seluruh rakyat Indonesia, dengan ini, saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan,” kata Presiden Jokowi.

Kemudian pada 26 Agustus 2019, seperti diwartakan ANTARA, Presiden  Joko Widodo menggelar konferensi pers di Istana Negara, Jakarta. Konferensi pers itu tentang pemindahan Ibu Kota Negara, dengan penetapan sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.

Presiden menekankan ibu kota baru di Benua Etam nantinya bukan hanya menjadi simbol identitas bangsa, melainkan sebagai representasi kemajuan bangsa.

Letak ibu kota baru yang berada di tengah Indonesia diharapkan dapat mewujudkan pemerataan dan keadilan ekonomi serta pembangunan.

Baca juga: Tiga daerah Kaltim miliki Perda Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

Penantian pengakuan
Jauh sebelum Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara disebut Presiden Jokowi sebagai calon lokasi IKN Nusantara, masyarakat adat Balik sudah lelah menanti pengakuan karena wilayah mereka terdampak kerusakan ekologi dari perusahaan Hutan Tanaman Industri dan pertambangan batu bara, kemudian tanaman industri kelapa sawit.

"Di sekitar Kecamatan Sepaku, kalau dihitung-hitung ada ribuan masyarakat adat yang terdampak. Termasuk pengaruh dari dampak lingkungannya,” ujar Sibukdin kepada ANTARA di Samarinda, Sabtu.
 
Pasangan suami istri masyarakat adat Suku Balik, yakni Medan dan Rawan saat berada di kebun yang berada di kawasan inti IKN Indonesia baru bernama Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara. (ANTARA/Nyaman Bagus Purwa)


Bagi Suku Balik, kawasan yang ditetapkan sebagai KIPP IKN Nusantara merupakan tempat mata pencaharian mereka. Di lokasi itu, Sibukdin dan warga lain suku Balik berkebun dan bertempat tinggal.

Sibukdin menyampaikan keresahan masyarakat adat Balik yang belum mendapat pengakuan hukum secara sah, terutama soal hak-hak mereka terkait tanah.

Pengakuan itulah yang membuatnya setengah hati mendukung keberadaan IKN. Di sisi lain, suku Balik menyadari pembangunan IKN Nusantara tidak mungkin untuk tidak dilanjutkan.

Padahal, pengakuan kepada mereka pada zaman Kerajaan Kutai dapat dilacak hingga saat ini yaitu penamaan kota Balikpapan. Syahdan, Balikpapan berasal dari kebiasaan suku Balik yang kerap kali mengirim papan ke Kerajaan Kutai Kertanegara.

"Tanah yang tidak dikuasai oleh masyarakat itu silakan saja, sah-sah saja. Tapi tolong jangan ganggu tempat-tempat kami seperti tempat tanam itu," kata Sibukdin.

Bendungan Sepako Semoi dan Intake Sepaku yang masih dibangun juga menjadi perhatian suku Balik terhadap keberadaan IKN Nusantara karena infrastruktur itu berdampak pada kelangsungan kebun mereka.

Dahulu untuk menuju kebun yang hanya bisa melalui sungai, mereka menggunakan transportasi kapal menyusurinya. Pasca-pembangunan bendungan dan intake, mereka tidak bisa lagi pakai transportasi kapal.

"Di Sepaku lah, jati diri kami sebagai masyarakat adat," ujar Sibukdin.

Bukan hanya pengakuan atas tanah adat, suku Balik juga meminta keberadaan mereka diakui dan dilibatkan dalam pembangunan IKN Nusantara.

Manakala IKN mendatangkan banyak orang dari luar daerah, Sibukdin berharap suku Balik tidak sampai diusir dan disingkirkan. Perlindungan secara hukum itulah yang mereka pinta.

Baca juga: Pemprov Kaltim beri perlindungan 151 Masyarakat Adat


Tidak menolak
Medan, pria yang menjadi pemangku suku adat Balik mengatakan dukungannya terhadap IKN Nusantara di Kalimantan Timur.

"Secara prinsip saya dukung IKN dibangun di wilayah kami. Tapi, berikan perhatian dan pengakuan hak atas wilayah adat, hak pendidikan yang layak, maupun hak atas pekerjaan yang memadai," ujarnya.

Sebagaimana nama desa tempat tinggalnya, Desa Bumi Harapan, Medan berharap pembangunan IKN Nusantara memberikan jaminan pula atas tanah masyarakat adat yang telah dipatok dengan keterangan "Batas Kawasan Inti Pusat Pemerintahan, Dilarang Merusak".

Patok-patok IKN Nusantara, menurut kepala keluarga dengan enam anak dan delapan cucu itu, telah masuk permukiman penduduk, dan menerobos lahan warga yang secara turun temurun digarap menjadi perkebunan.

"Situs-situs sejarah, serta makam para leluhur Suku Balik jangan diganggu," ujar Medan kepada ANTARA di Samarinda.

Masyarakat adat Balik, lanjut Medan, semula tidak pernah menentang pemindahan ibu kota dan pembangunan ibu kota baru Tanah Air.

Hanya saja, petani yang punya garapan 10 hektare di Sepaku itu menyatakan masyarakat adat Suku Balik tidak mau identitas budaya dan wilayah adat terpinggirkan dan tergerus pembangunan IKN Nusantara.
 
Sibukdin, tokoh Kepala Adat Balik dalam acara terkait Otorita IKN di Kalimantan Timur. (ANTARA Kaltim/HO-Dokumentasi Pribadi)


Perhatian Otorita IKN
Soal perlindungan masyarakat adat IKN, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) rupanya tidak tinggal diam. Kedeputian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam menyiapkan Rancangan Peraturan Kepala (Ranperka) OIKN menyusun kepastian hukum bagi kearifan lokal di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Tujuannya tentu saja untuk memberikan kepastian hukum bagi pengakuan, perlindungan, dan pemajuan kearifan lokal dalam mendukung prinsip pembangunan Ibu Kota Nusantara yang selaras dengan alam dan inklusif.

Deputi  Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Myrna Asnawati Safitri  mengemukakan konsep Ranperka Otorita IKN kepada seluruh unsur pemerintah, lembaga, organisasi, dan masyarakat untuk mendapatkan saran dan tanggapan guna penyempurnaan draf kebijakan dan aplikatif di lapangan.

"Jika membahas kearifan lokal, tentu saja kompleksitasnya tinggi karena yang dihadapi adalah masyarakat dan adat yang memiliki sejarah masing-masing. Tapi, IKN akan terus berusaha untuk membangun sistem terbaik dan berkomunikasi secara terbuka untuk memudahkan masyarakat, dengan tetap selaras dengan alam dan inklusif," katanya dalam laporan ANTARA.

Otorita IKN berkomitmen untuk tidak menghilangkan apa yang sudah ada di masyarakat dan pembahasan akan terus dilakukan di internal IKN dan dengan kementerian/lembaga lain guna menemukan jalan terbaik dalam perlindungan kearifan lokal.

Baca juga: DPRD Kaltim: Pentingnya keselarasan IKN dan masyarakat adat

"IKN selalu terbuka untuk terus berdiskusi dan berdialog kepada masyarakat. Karena bagaimanapun kebijakan yang dibuat akan berdampak kepada masyarakat. Jadi kami selalu mencoba untuk meminimalkan persoalan dan mengoptimalkan komunikasi seperti ini sampai kebijakan ditetapkan," kata Myrna.

Kepala OIKN Bambang Susantono, sebagaimana diwartakan ANTARA, menyatakan komitmen otorita untuk melaksanakan pembangunan yang berlandaskan Bhineka Tunggal Ika, yaitu IKN merupakan perwujudan budaya nasional yang memberi ruang pada kebudayaan lokal.

"Pembangunan IKN dilaksanakan secara holistik, termasuk pada pembangunan sosial dan lingkungannya," kata Bambang tentang konsep kebudayaan dan konservasi dalam membangun IKN sebagai kota hutan berkelanjutan.

Bambang menjelaskan IKN akan menjadi "living lab" untuk membangun kota dengan konsep-konsep terbaru.

“Bagaimana konsep-konsep itu akan saling berinteraksi, dari sosial, budaya, ekonomi, teknologi, dan sebagainya akan sangat menarik,” ujarnya.

Bahkan, Bambang memastikan terdapat kawasan cagar budaya di tanah masyarakat adat IKN. "Kami membuka kemungkinan adanya heritage area," ujar Bambang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, dalam laporan ANTARA pada 3 April 2023.

Bambang menegaskan masyarakat adat atau lokal di wilayah itu tetap merupakan warga IKN. Dia juga berusaha semaksimal mungkin untuk menaikkan taraf kehidupan mereka.
 
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Bambang Susantono (kedua kiri) saat menyerahkan hewan kurban Idul Adha 1444 Hijriah/2023 Masehi kepada Masjid Nurul Muttaqin Bumi Harapan, Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (29/6/2023). (ANTARA/HO-Humas Otorita IKN)


Kajian akademis
Akademisi  Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda Rahmawati Al Hidayah menyoroti  hak masyarakat adat di tengah geliat pembangunan IKN Nusantara.

Menurutnya, pemerintah semestinya tetap memperhatikan hak masyarakat adat agar mengakomodir apa yang menjadi hak perlindungan masyarakat di wilayah Sepaku.

"Kami melakukan riset dan penelitian terkait hak-hak masyarakat adat di tengah pembangunan IKN," tutur Rahmawati.

Dari kajian tersebut, pihaknya melihat bahwa masih ada hak-hak yang belum dilindungi dan diselesaikan sehingga perlu adanya solusi terkait pemenuhan hak-hak masyarakat adat oleh pemerintah.

Pemenuhan hak-hak masyarakat adat itu dapat dicapai, menurut Rahmawati dengan komunikasi yang  komprehensif untuk mengakomodir kepentingan perlindungan hak masyarakat adat Balik dalam penguasaan tanah.

Rahmawati menilai aturan yang menaungi hak-hak masyarakat adat masih  minim. Menurutnya, hanya ada satu pasal yang membicarakan mengenai hak-hak mereka, tetapi itu tidak detail.

Pembicaraan masyarakat hukum adat bersumber dari Pasal 18B Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Setiap permasalahan berbeda penyelesaiannya, tidak boleh disamaratakan," kata Rahmawati.

Eksistensi IKN Nusantara dengan cita-cita besar dan konsep kota masa depan ramah lingkungan, keharmonisan antara masyarakat, alam, dan budaya akan menjadi aspek pembentuk ibu kota baru Indonesia.

IKN Nusantara dan masyarakat adat Balik menjadi pihak yang seiring sejalan mencapai perwujudan terbaik.

Pengakuan terhadap suku Balik oleh negara dalam bentuk formal legal pada gilirannya akan menjadi daya tarik IKN Nusantara sebagai ibu kota di dunia. Ranperka Otorita IKN sebagai landasan pengakuan kearifan lokal itu.

Baca juga: DPRD Penajam: Adat budaya lokal harus dilestarikan dengan hadirnya IKN

Pewarta: Ahmad Rifandi

Editor : Imam Santoso


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023