Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kaltim terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah  (LKPD) tahun 2022 menemukan ada enam daerah di Provinsi tersebut yang mengalami permasalahan dalam pengelolaan keuangan.

"Kami masih menemukan beberapa permasalahan dalam pengelolaan keuangan daerah. Meskipun demikian, permasalahan tersebut tidak mempengaruhi kewajaran atas penyajian LKPD," kata Ketua BPK RI Perwakilan Kaltim, Agus Priyono di Samarinda, Rabu.

 Ia menjelaskan permasalahan tersebut di antaranya, untuk Kota Balikpapan, pada pengelolaan pendapatan dan piutang retribusi pelayanan pasar belum memadai, sehingga mengakibatkan kurang saji pendapatan retribusi pelayanan pasar senilai Rp79,21 juta, potensi pendapatan retribusi pelayanan pasar tidak tertagih, dan piutang per 31 Desember 2022 belum mencerminkan kondisi yang sebenarnya senilai Rp392,38 juta,

Temuan lainnya, yakni kekurangan volume atas 12 paket pekerjaan jalan, irigasi dan jaringan pada Laporan Realisasi Anggaran  (LRA) tidak mencerminkan realisasi yang sebenarnya dan terdapat kelebihan pembayaran senilai Rp1,066 miliar.

"Pengelolaan kas di Bendahara Pengeluaran pada Disnaker tidak sesuai ketentuan, sehingga mengakibatkan tidak tercapainya tertib administrasi keuangan pada Bendahara Pengeluaran dan saldo kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2022 tidak mencerminkan saldo kas riil sebesar Rp87,70 juta" terang Agus.

Selain itu juga ditemukan pada pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler yang belum diatur dan dilaksanakan secara memadai, sehingga mengakibatkan sisa dana BOS regular senilai Rp519,52 juta tidak dapat digunakan.

"Hal tersebut untuk membiayai operasional sekolah dan tidak terdapat rencana penggunaan anggaran yang jelas atas Silpa dana BOS," ucap Agus.

Selanjutnya, ditemukan juga pada Pemerintah Kota Bontang, antara lain kekurangan volume pekerjaan Belanja Modal dan Belanja Pemeliharaan sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp371,77 juta,

Kemudian ada denda keterlambatan pekerjaan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang belum dikenakan sehingga hasil pekerjaan tidak dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah secara tepat waktu dan tertunda penerimaan daerah minimal sebesar Rp422,82 juta.

"Temuan lain di Bontang, penetapan nilai piutang PBB-P2 belum dilaksanakan secara memadai sehingga piutang PBB-P2 tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar Rp5,883 miliar," kata  Agus.

Temuan lain, yakni pengelolaan investasi jangka panjang pada Perumda AUJ dan anak perusahaan belum memadai, sehingga nilai penyertaan modal Pemerintah Kota Bontang pada Perumba AUJ per 31 Desember 2022 belum menggambarkan kondisi sebenarnya.

Sementara untuk Kabupaten Berau, adalah pengelolaan pendapatan BLUD belum memadai, sehingga mengakibatkan RSUD Abdul Rivai tidak memiliki data pendapatan BLUD yang akurat sebagai dasar pengambilan kebijakan perencanaan penganggaran kegiatan.

Temuan lainnya, penentuan besaran tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi anggota DPRD tidak sesuai ketentuan, sehingga mengakibatkan tidak hematnya keuangan daerah senilai Rp4,034 miliar.

Kemudian belanja uang lembur pada Puskesmas yang melaksanakan pelayanan 24 jam tidak sesuai ketentuan, sehingga mengakibatkan tidak adanya kehematan keuangan daerah senilai Rp2,072 miliar.

"Terakhir, temuan di Kabupaten Berau adalah kekurangan volume atas 20 pekerjaan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang serta Dinas Pendidikan, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran senilai Rp2,629 miliar," ucap  Agus.

Temuan untuk di Kabupaten Kutai Barat  (Kubar) terkait  Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah pada 11 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tidak sesuai ketentuan yang mengakibatkan penyajian Belanja Barang dan Jasa pada LRA tidak mencerminkan nilai sebenarnya dan kelebihan pembayaran senilai Rp460,91 juta.

Selanjutnya, kekurangan volume pekerjaan pada belanja modal jalan, irigasi dan jaringan pada Dinas PUPR dan Dinas Pertanian yang mengakibatkan penyajian pada LRA tidak mencerminkan nilai sebenarnya dan kelebihan pembayaran senilai Rp1,247 miliar.

"Temuan lain di Kubar, yakni penata usaha piutang daerah yang tak tertagih belum memadai yang mengakibatkan penyelesaian piutang dengan kategori macet belum efektif dan nilai piutang pajak belum dapat diyakini kewajarannya senilai Rp764,18 juta," kata Agus.

Selanjutnya adalah  penata usaha utang belanja belum memadai yang mengakibatkan nilai utang belanja senilai Rp393,32 juta tidak dapat disajikan dalam laporan keuangan per 31 Desember 2022.

Sedangkan untuk di Kabupaten Kutai Timur, terdapat temuan, antara lain kekurangan volume pekerjaan belanja modal jalan, irigasi dan jaringan pada Dinas Pekerjaan Umum yang mengakibatkan kelebihan pembayaran senilai Rp1,670 miliar.

Setelah itu, pelaksanaan belanja modal jalan, irigasi dan jaringan melalui pengadaan langsung pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman tidak sesuai ketentuan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran senilai Rp1,810 miliar.

"Temuan terakhir di Kutim, yakni denda keterlambatan atas pekerjaan pada tiga OPD belum dikenakan yang mengakibatkan tertundanya penerimaan daerah minimal senilai Rp1,388 miliar," tutur Agus.

Di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) di temukan, adanya kekurangan volume atas 10 paket pekerjaan belanja modal jalan jaringan dan irigasi pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dan Perumahan Kawasan Pemukiman, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran senilai Rp5,268 miliar dan penyajiannya pada Laporan Realisasi Anggaran tidak mencerminkan realisasi sebenarnya.

Kemudian, temuan pengelolaan piutang serta Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan belum memadai, sehingga mengakibatkan nilai piutang PBB P2 per 31 Desember 2022 senilai Rp1,923 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya dan risiko penyalahgunaan uang dari Pendapatan PBB P2 pada Badan Pendapatan Daerah.

Temuan terakhir di Mahulu, yaitu  pencatatan dan pengelolaan aset tetap belum memadai, sehingga mengakibatkan kartu inventaris barang belum sepenuhnya memadai dalam memberikan informasi barang milik daerah.

"Hal itu berpotensi terjadi penyalahgunaan, kehilangan dan tumpang tindih terhadap tanah yang belum memiliki sertifikat dan bangunan di atasnya," ujar Agus.
 

Pewarta: Ahmad Rifandi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023