Pria setengah baya itu nampak ceria.Jari-jarinya yang sudah mulai keriput masih lincah memainkan pahat ukir membentuk sebuah ornamen. Pekerjaan mengukir itu sudah dilakoninya sejak ia masih kecil.

Tanen Uyang (65), warga asli suku Dayak Kenyah adalah Ketua Kelompok perajin ukiran kayu "Nengayetna" yang memanfaatkan limbah kayu ulin dan kayu arau yang dikumpulkan dari Taman Nasional Kutai (TNK).

Kelompok perajin ukiran kayu "Nengayetna" (dalam bahasa Datak Kenyah berarti berjuang untuk meningkatkan taraf hidup) beranggota 12 orang yang semuanya suku dayak Kenyah yang tinggal di Taman Nasional Kutai.

Mereka membuat berbagai jenis kerajinan dari limbah kayu yang dikumpulkan dari kawasan hutan di Taman Nasional Kutai. Potongan-potongan kayu itu dijadikan tameng atau perisai beronamen khas dayak.

Sebagian lagi dijadikan cobek, lesung, alu atau alat untuk menumbuk padi, "pumping unit", yakni sejenis miniatur pompa penyedot minyak di tambang minyak.

Beberapa tahun silam, Tanen Uyang bersama sejumlah suku Dayak Kenyah lainnya yang tinggal di Taman Nasional Kutai hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Mereka hanya mengandalkan hasil pertanian dan berburu. Terkadang hasil panen yang mereka peroleh tidak cukup untuk hidup hingga musim panen berikutnya.

Demikian juga kerajinan ukir-ukiran hasilnya tidak seberapa, karena mereka mengunakan alat seadanya dan para perajin juga mengalami kesulitan untuk menjual hasil kerajinan.

Penderitaan suku Dayak Kenyah yang tinggal di Taman Nasional Kutai ini semakin terasa berat ketika pemerintah mengeluarkan larangan untuk membangun di dalam kawasan hutan yang masuk taman nasional itu.

Tanen Uyang menuturkan pada 2010 pemerintah tidak lagi memberikan anggaran untuk dua Kecamatan dan 7 desa yang ada di dalam Taman Nasional Kutai. Kondisi ini menyebabkan warga suku Dayak Kenyah kehilangan pekerjaan.

"Saat itu Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kehutanan melarang Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengalokasikan dana untuk dua kecamatan, yakni Sangatta Selatan dan Teluk Pandan termasuk semua desa yang ada di dalamnya," kata pria bertubuh ramping itu mengenang masa sulit beberapa tahun lalu.

Dampaknya adalah semua aktivitas pembangunan di dalam kawasan Taman Nasional Kutai, seperti infrastruktur dan bantuan lainnya tidak ada lagi. Kondisi ini menyebabkan ribuan jiwa warga suku Dayak Kenyah yang ada di dua kecamatan itu mengalami kesulitan hidup.

Namun tantangan itu nampaknya tak membuat mereka menyerah dan putus asa. Mereka terus berjuang untuk memperbaiki nasib. Di wilayah itu kebetulan ada beberapa perusahaan besar diantaranya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP).

"Tahun 2010 kami mencoba membuat proposal permohonan bantuan kepada PT Pertamina EP Asset 5 Field Sangatta Kutai Timur. Kami meminta bantuan peralatan ukiran kayu," kata tokoh adat suku Dayak Kenyah itu mengenang masa sulit yang mereka hadapi.

Saat itu ada empat kelompok perajin ukir-ukiran limbah kayu yang sama-sama mencoba mengadu nasib dengan mengajukan proposal ke BUMN yang bergerak di bidang penambangan minyak dan gas (Migas) itu.

"Kami sama-sama menuntut kepedulian perusahaan milik negara itu untuk memberikan bantuan agar kami memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari," kata pria setengah baya itu menerawang masa lalu.

Namun perjuangan warga suku Dayak Kenyah itu nampaknya belum membuahkan hasil. Masih ada persyaratan yang belum bisa dipenuhi.

Saat itu PT Pertamina EP mengajukan syarat, bahwa para perajin harus membuat miniatur "pumping unit", sebuah pompa sumur minyak dari limbah kayu ulin.

"Hasil ukiran pumping unit yang kami buat ditolak oleh PT Pertamina EP, karena belum sesuai dengan persyaratan yang diinginkan," kata Ketua Kelompok Perajin "Nengayetna" itu.

Beberapa kali ditolak tak membuat para perajin ukiran dari limbah kayu itu menyerah. Mareka terus berusaha membuat kerajinan sesuai permintaan dari PT Pertamina EP Sangatta.

Perjuangan panjang dan melelahkan tampaknya mulai membuahkan hasil. Setelah empat kali ditolak akhirnya hasil kerajinan kelompok perajian "Nengayetna" itu diterima.

"Perjuangan yang tak kenal menyerah akhirnya membuahkan hasil. Kerajinan miniatur pumping unit, alu atau alat menumbuk padi, ukiran sarung mandau dan tameng atau perusai berornamen khas dayak itu akhirnya diterima," tutur Taneng Uyang dengan wajah ceria.

PT Pertamina EP Sangatta bahkan membayar miniatur pumping unit dari bahan limbah kayu ulin dengan harga Rp1 juta per unit.

"Puji syukur, kami diterima sebagai mitra binaan karena bisa membuat miniatur yang cukup menarik dengan harga cukup mahal, Bahkan tiga pumping unit yang kualitasnya kurang bagus juga dibayar dengan harga Rp250 ribu per unit," kata tokoh adat Dayak itu dengan penuh semangat.

Cerita duka yang dirasakan suku Dayak Kenyah yang tinggal di Taman Nasional Kutai itu berangsur-angsur hilang setelah mereka diterima sebagai mitra binaan oleh PT Pertamina EP Sangatta Kutai Timur.

Para perajin yang tergabung dalam kelompok "Nengayetna" yang sebelumnya terpencar itu akan memiliki tempat khusus untuk membuat ukiran dari limbah kayu yang dilengkapi dengan ruang pameran yang sekaligus tempat menjual hasil kerajinan mereka.

PT Pertamina EP memberikan bantuan berupa sebuah bangunan berlantai dua yang berlokasi di jalan trans Kaltim sekitar 17 kilometer dari Kota Sangatta Ibukota Kabupaten Kutai Timur.

Bangunan berukuran 4 meter X 8 meter itu berada di RT 02 Dusun VI Desa Sangkima Lama, Kecamatan Sangatta Selatan. Kini pengerjaan fisik proyek yang dibiayai dengan dana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Coorporate Sosial Responsibility (CSR) sudah. Pengerjaan fisik bangunan itu sudah mencapai 95 persen.

Bangunan dengan cat berwarna biru itu akan dijadikan sebagai pusat kerajinan dan cinderamata di Kutai Timur yang sekaligus akan dijadikan tempat menjual hasil kerajinan ukiran berbahan baku limbah kayu.

"Proyek ini merupakan bantuan PT Pertamina EP Asset 5 Field Sangatta yang dibangun dengan dana CSR. Kami akan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya menjadi pusat kerajinan ukiran dan cinderamata berbahan limbah kayu di Kabupaten Kutai Timur," kata Tanen Uyang dengan penuh semangat.

Menurut Ketua Kelompok Perajin "Nengayetna" angaran pembangunan proyek itu murni dari dana CSR Pertamina EP Sangatta tahun 2013, mulai material sampai upah tukang.

"Warga kami tinggal mengerjakan, para tukang yang bekerja juga tetap mendapat bayaran dari pihak Pertamina," kata Tanen Uyang seraya menyampaikan terima kasih kepada pihak Pertamina.

Menurut dia, saat ini sudah hampir selesai tinggal penyelesaian tahap akhir dan sebelum tahun baru diharapkan bisa diresmikan langsung oleh Field Manager PEP Asset 5 Field Sangatta Abdul Muhar.

"Kami meninginkan pusat kerajinan ukir khas Kutai Timur bisa diresmikan sebelum malam Natal 25 Desember 2013," kata Tanen Uyang penuh harap.

Menurut rencana setelah bangunan diresmikan dan diserahkan oleh pihak Pertamina, satu lantai ini untuk memamerkan hasil kerajinan ukiran sekaligus sebagai tempat pemasaran hasil kerajinan. Sedangkan lantai 2 akan digunakan sebegai tempat bekerja anggota kelompok dan tempat beristrahat.

Saat ini, kata Tanen Uyang, ratusan produk kerajinan dari berbagai jenis sudah dihasilkan dan siap dipamerkan dan dipasarkan. Seperti cobek, lesung, alu alat menumbuk padi tumbuk, tameng/perisai dan sarung mandau serta satu produk andalannya pumping unit yang dijual dengan harga hingga Rp1 juta per unit.

"Hasil kerajinan miniatur pumping unit itu semuanya pesanan PT Pertamina EP sebagai cinderamata. Pembuatan kerajinan ini relatif sulit dan butuh hati-hati supaya menyerupai pumping unit yang asli," ujar perajin yang ahli mengukir tameng beronamen khas dayak itu.

Sejak menjadi mitra binaan PT Pertamina pada awal tahun 2012, produksi Kelompok perajin "Nengayetna" ini terus meningkat dan mampu memperoleh omzet hingga jutaan rupiah per bulan.

Hasil yang dicapai saat ini tak pernah terbayangkan sebelumnya, saat Kelompok ini berdiri sejak awal tahun 2010 lalu.

Selama satu tahun lebih berdiri kelompok perajin yang beranggota 12 orang hanya bisa memproduksi puluhan ukiran, karena mereka tidak memiliki alat dan sumber daya manusia untuk memasarkan produk mereka.

Namun berkat tekad dan kerja keras tanpa mengenal lelah kelompok perajin "Nengayetna" terus berjuang untuk meningkatkan taraf hidup yang akhirnya menuai hasil berkat kepedulian PT Pertamina yang telah mengangkat para perajin sebagai mitra binaan.

"Jadi kami mengakui bahwa kerajinan miniatur pumping unit itulah yang menjadi awal kami lolos menjadi mitra binaan PT Pertamina Asset 5 Field Sangatta mulai tahun 2012 hingga sekarang, tutur Tanen Uyang dengan nada bangga.

Setelah resmi menjadi mitra binaan, kelompok perajinan ukiran "Nengayetna" mendapatkan bantuan satu unit mesin genset kapasitas 5 Kva dan satu peralatan ukir serta bantun modal kerja.

"Selain itu kami juga diikutkan dalam pameran di beberapa kota di Indonesia untuk mempromosikan produksi kami," kata Tenan Uyang menuturkan keberhasilan yang telah dicapai berkat bantuan program CSR Pertamina itu.(*)
 
                                                            

Pewarta: Oleh Adi Sagaria

Editor : Masnun


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013