Bangkok, 17/12 (Antara) - Ketika kawasan Asia di landa krisis ekonomi 1998, kepariwisataan beberapa negara ASEAN berangkat dengan target kunjungan wisata tidak begitu jauh angkanya.

        Misalnya,  Malaysia dengan target 5,5 juta jiwa (Tourism Malaysia),  Thailand 7,7 juta (Tourism Authority Thailand),  Singapura 6,2 juta (Singapore Tourism Board), serta  Indonesia 4,6 juta jiwa (BPS, 2010).    
    Namun,   ibarat berpacu dalam lintasan balap, Indonesia kini jauh tertinggal dari negara-negara tetangga tersebut, lihat saja  jika Indonsia mematok target kunjungan wisata 9 juta jiwa pada 2013 ¿belum jelas kemungkinan tercapai¿namun angka optimis bakal terealisasi oleh Thailand dengan 25 juta jiwa.

          Pemandu wisata Thailand yang suka dipanggil Pak Cip (Citra) di Bangkok, baru-baru ini mengaku sangat optimistis jumlah kunjungan wisata ke negaranya akan terealisasi pada Desember 2013.

         Salah satu potensi, yakni akan membanjirnya turis dari negara Rusia, mengingat Negeri Gajah Putih itu menjadi salah satu tujuan wisata paling popular di Rusia.

         ¿Menjelang akhir tahun, khususnya Desember adalah puncak musim dingin di Rusia, selain menghindari musim yang begitu ekstrim maka  mereka menghabiskan masa libur di negara tropis, pilihan utamanya adalah Thailand,¿ kata Pak Cip, warga Thailand keturunan Melayu itu.

         Tak heran, di berbagai lokasi wisata di Thailand, banyak tulisan dan aksara selain lokal, Inggris dan Rusia.

         Mengenai faktor keamanan terkait aksi demo  massa Kaos Merah pendukung mantan PM Thaksin di Thailand yang mendesak pembubaran parlemen dan diadakan Pemilu, tampaknya tidak begitu berpengaruh bagi kepariwataan di negara yang penduduknya kini sekitar 64 juta jiwa.

         ¿Ada pengaruhnya tapi tidak begitu signifikan bagi kepariwisataan, yang  terasa adalah kemacetan jalan protokol namun karena aksi demo di Thailand hanya pada lokasi tertentu dan jam tertentu sehingga kita bisa meminimalisir dampaknya,¿ ujar Pak Cip.

          Bagi para turis, termasuk warga Rusia tentu yang menjadi perhatian adalah hal klasik, yakni "3S" atau "Sand, Sunrise dan Sex" atau wisata pantai/bahari, keindahan alam tropis serta hiburan dunia malam".

          Wisata hiburan dunia malam bukan lagi hal yang menarik bersamaan kian merebaknya kasus HIV/AIDS namun gemerlap lampu dari cafe-cape di Pantai Patayya tetap menarik untuk sekedar melihat meskipun pemandangan pantai di Bali jauh lebih indah.

    

Faktor Kemasan

     Mengunjungi kawasan wisata di Thailand akan terlihat bahwa "barang dagangan" yang mereka jual tidaklah istimewa karena justru di Indonesia juga ada bahkan lebih beragaman.

          Sebut saja wisata budaya dan sejarah, di Thailand cenderung memperlihatkan hal homogenintas karena hanya beberapa etnis dan didominasi peninggalan situs Budha, bandingkan dengan Indonsia yang mencapai 300 suku besar dan terbagi atas ratusan sub-etnis dengan budaya dan bahasa yang berbeda-beda dari Sabang sampai Marauke.

          Hanya saja, Thailand yang menjadi salah satu negara bebas dari kolonial --meskipun mereka mengakui fakta sejarah dari penemuan arkeologi bahwa Kerajaan Siam pernah dikuasai oleh Raja Sriwijaya-- lebih pintar dan profesional dalam mengemas barang "dagangannya".

          "Contohnya, saat mereka menjual massege (pijet) ala Thailand yang begitu terkenal, dikatakan oleh pemandu wisata bahwa dulunya merupakan ilmu rahasia yang hanya untuk kaum bangsawan di Kerajaan Thailand sehingga kita tertarik untuk mencoba namun ternyata tidak ada yang luar biasa," kata wisatawan Indonesia di Bangkok, Setiabudhi.

          Tidak heran di berbagai sudut kota, tampak stand-stand untuk pijet wajah, repleksi kaki dan seluruh tubuh dengan harga dari 100 Bath sampai 500 Baht. Tidak hanya turis bule, sejumlah wisatawan asal negara-negara ASEAN baik pria maupun wanita tampak menikmati pijet ala Thailand di ruang-ruang mirip salon kecantikan tersebut untuk menghilangkan penat setelah hampir seharian mengunjungi obyek wisata di Thailand.

          "Cara mereka mengemas obyek wisata memang unggul, misalnya saat kita diajak mengunjungi toko yang menjual batu pertama dan perhiasan, maka pengunjung diajak dulu melihat replika penambangan batu mulia ratusan tahun silam, cara tradisional mengolah perhiasan serta sejarahnya melalui sebuah kereta serta lokasi penambangan buatan," ujar Rusman Ya'cub, anggota DPRD Kaltim yang kebetulan berkunjung ke Bangkok.

          Hal yang sama terlihat di pasar terapung Thailand yang menyediakan berbagai barang mulai dari cinderamata sampai makanan. Pasar terapung tersebut merupakan replika kehidupan masa lampau warga Siam yang lekat dengan kehidupan di sepanjang sungai-sungai besar.

          "Di Indonesia kehidupan warga yang lekat dengan sungai-sungai besar, bahkan masih asli seperti Pasar Terapung Banjarmasin di Kalsel, demikian juga di beberapa daerah Kalimantan dan Sumatera namun kita kurang berhasil mengemasnya," ujar Rusman.

          Sukses lain yang patut ditiru dari Thailand adalah dukungan swasta (antara lain perusahaan jasa perjalanan, rumah makan dan pengelola obyek wisata) karena berperan besar dalam menyukseskan sektor ini.

          Misalnya, salah satu rumah makan di tengah perjalanan "free way" Pattaya dan Bangkok yang selalu dipadati oleh sejumlah wisatawan asal Timur Tengah, Malaysia, Brunei dan Indonesia karena berlebel "halal".

          "Letaknya cukup jauh dari jalur utama freeway, artinya rumah makan ini bisa bertahan karena selalu dikunjungi oleh wisatawan karena lokasi cukup terpencil, jadi dalam sektor kepariwisataan ini mereka berhasil membangun pola kerja sama saling menguntungkan bagi semua pihak terkait," imbuh Rusman.

    

Langkah Nyata

Dari berbagai ketertinggalan itu, maka Indonesia punya keunggulan, yakni piawai dalam mencari istilah untuk mempromosikan sektor kepariwisataan, misalnya
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik kini meluncurkan  slogan baru ¿Wonderful Indonesia¿ sebagai bagian dari mencapai target kunjungan wisatawan sejak 2011.

            Motto itu guna memperkuat slogan lama, yakni "Visit Indonesia" dengan  wujud lebih modern, yakni burung Garuda denga masing-masing lima garis warna. Garis melambangkan  lima sila pancasila, Sedangkan lima warna merupakan perwakilan dari beragam budaya Indonesia dan ke-Bhineka Tunggal Ika-annya.

            Logo "Wonderful Indonesia" menggunakan jenis huruf yang terinspirasi ragam seni indonesia. Bentuk huruf yang luwes dan lentik terinspirasi dari seni ukir dan batik khas Indonesia yang telah dimodernisasi untuk menjaganya agar mudah dibaca. "Wonderful Indonesia" memiliki arti bahwa Indonesia indah dalam hal: Wonderful People, Wonderful Culture, Wonderful Natural Beauty, Wonderful Natural Resources, dan Wonderful Investment Opportunities.

            "Ini juga yang menjadi masalah klasik di Indonesia, kita sangat pintar membuat konsep namun lemah dalam aplikasinya atau ekskusinya. Seperti sektor lain, maka dalam dunia kepariwisataan, pemerintah seharusnya sebagai pembuat regulator  namun pelaksananya harus swasta," kata Rusman.

            Pihak swasta harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah, mulai dukungan suprastruktur (regulasi) sampai infrastruktur (berbagai fasilitas pendukung).

            "Misalnya, wisatawan asing berpikir dua kali ke pedalaman Kalimantan meskipun memiliki obyek wisata alam dan budaya sangat menawan akibat mahalnya biaya untuk kesana karena pemerintah belum berhasil mengatasi pembenahan infrastruktur di kawasan itu," ujar dia.

            Sementara pemerintah daerah sibuk mempromosikannya melalui berbagai media, termasuk "road show" ke berbagai negara lain. Seharusnya, berbagai faktor pendukung di daerah dibenagi dulu, termasuk infrastruktur perhubungan.

            "Promosi yang berlebihan bisa jadi bumerang akibat kekecewaan karena antara harapan dan kenyataan jauh berbeda saat berkunjung ke Indonesia," ujar Rusman.

            Tampaknya, promosi memang penting namun tidak kalah strategisnya adalah menyiapkan berbagai faktor pendukung bagi sektor kepariwisataan, mengingat khabar buruk bahwa "jauh panggang dari api" dari mulut ke mulut wisatawan asing tersebut bisa  membuat kepariwisataan Indonesia kian tertinggal.

    
***4***

Pewarta: Iskandar Z Datu

Editor : Iskandar Zulkarnaen


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013