Legislator DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Sigit Wibowo menanggapi usulan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa (Kades) beberapa waktu lalu, bahwa hal tersebut bisa memicu rusaknya kaderisasi pemerintahan desa.
“Usulan dari para Kades untuk merevisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 dengan memperpanjang masa jabatan Kades dari enam tahun menjadi sembilan tahun, dirasa terlalu lama dan berpengaruh terhadap proses kaderisasi kepemimpinan yang tak sehat,” ujar Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo di Samarinda, Selasa.
Menurutnya, masa jabatan Kades sudah cukup lama dengan enam tahun dikali tiga periode pemilihan, sehingga jika diperpanjang menjadi sembilan tahun dikali tiga periode, maka totalnya bisa 27 tahun, itu masa yang sangat lama, dan tentu saja akan memicu pemerintahan desa yang diktator.
Lanjutnya, setiap kontestan dalam pemilihan Kades (Pilkades) tentu ada persaingan, demokrasi desa itu untuk kedewasaan, sebab setiap ada pergantian itu sebenarnya tidak terlalu berpengaruh terhadap kekhawatiran dalam proses pembangunan desa, karena sudah ada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang disepakati warga.
“Khawatirkan semakin lama dia berkuasa, semakin rentan dia menguasai, karena sudah nyaman dengan posisi yang diduduki bahkan bisa ada kecenderungan untuk melakukan tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN),” jelas Sigit.
Dikemukakannya, mengenai wacana tersebut, seyogyanya dikembalikan apakah itu hanya usulan Kades atau memang keinginan masyarakat desa sebab terkadang lupa apa yang menjadi perbincangan masyarakat, malah sebagian besarnya hanya tuntutan petinggi dan aparat desa dengan menampik keinginan dasar dari masyarakat.
“Bisa jadi ternyata masyarakat desa tidak butuh perpanjangan masa jabatan Kades dan lebih membutuhkan pembangunan, pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat desa, siapa pun Kadesnya,” ujar Sigit.
Seperti diketahui belum lama ini para Kades melakukan demo di depan Gedung DPR RI pada Rabu (25/1) dalam aksi menuntut perpanjangan masa jabatan yang sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun dan meminta DPR RI merevisi masa jabatan.
Kemudian, aturan soal masa jabatan kepala desa diatur dalam Pasal 39 UU Desa, yang berbunyi (1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan; (2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Mereka beralasan perpanjangan masa jabatan Kades tersebut banyak dampak positif, seperti efisiensi biaya pelaksanaan Pilkades dan pembangunan desa akan lebih maksimal dalam kesejahteraan masyarakat desa.
Jangka waktu enam tahun menurut mereka dinilai belum cukup dalam membangun desa secara maksimal sebab penyesuaian birokrasi di desa setelah ketegangan Pilkades membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan situasi agar kondusif. (Fan/ADV/DPRD Kaltim)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023
“Usulan dari para Kades untuk merevisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 dengan memperpanjang masa jabatan Kades dari enam tahun menjadi sembilan tahun, dirasa terlalu lama dan berpengaruh terhadap proses kaderisasi kepemimpinan yang tak sehat,” ujar Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo di Samarinda, Selasa.
Menurutnya, masa jabatan Kades sudah cukup lama dengan enam tahun dikali tiga periode pemilihan, sehingga jika diperpanjang menjadi sembilan tahun dikali tiga periode, maka totalnya bisa 27 tahun, itu masa yang sangat lama, dan tentu saja akan memicu pemerintahan desa yang diktator.
Lanjutnya, setiap kontestan dalam pemilihan Kades (Pilkades) tentu ada persaingan, demokrasi desa itu untuk kedewasaan, sebab setiap ada pergantian itu sebenarnya tidak terlalu berpengaruh terhadap kekhawatiran dalam proses pembangunan desa, karena sudah ada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang disepakati warga.
“Khawatirkan semakin lama dia berkuasa, semakin rentan dia menguasai, karena sudah nyaman dengan posisi yang diduduki bahkan bisa ada kecenderungan untuk melakukan tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN),” jelas Sigit.
Dikemukakannya, mengenai wacana tersebut, seyogyanya dikembalikan apakah itu hanya usulan Kades atau memang keinginan masyarakat desa sebab terkadang lupa apa yang menjadi perbincangan masyarakat, malah sebagian besarnya hanya tuntutan petinggi dan aparat desa dengan menampik keinginan dasar dari masyarakat.
“Bisa jadi ternyata masyarakat desa tidak butuh perpanjangan masa jabatan Kades dan lebih membutuhkan pembangunan, pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat desa, siapa pun Kadesnya,” ujar Sigit.
Seperti diketahui belum lama ini para Kades melakukan demo di depan Gedung DPR RI pada Rabu (25/1) dalam aksi menuntut perpanjangan masa jabatan yang sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun dan meminta DPR RI merevisi masa jabatan.
Kemudian, aturan soal masa jabatan kepala desa diatur dalam Pasal 39 UU Desa, yang berbunyi (1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan; (2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Mereka beralasan perpanjangan masa jabatan Kades tersebut banyak dampak positif, seperti efisiensi biaya pelaksanaan Pilkades dan pembangunan desa akan lebih maksimal dalam kesejahteraan masyarakat desa.
Jangka waktu enam tahun menurut mereka dinilai belum cukup dalam membangun desa secara maksimal sebab penyesuaian birokrasi di desa setelah ketegangan Pilkades membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan situasi agar kondusif. (Fan/ADV/DPRD Kaltim)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023