Tenggarong (ANTARA Kaltim) - "Masih ada kah?".  Begitu kata kebanyakan warga yang dilewati sungai Mahakam khususnya Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan Kota Samarinda saat mendengar kata Pesut.

Pasalnya, mamalia Mahakam tersebut saat ini sangat-sangat jarang bahkan hampir tidak pernah terlihat lagi diperairan Samarinda hingga Tenggarong, sehingga warga banyak menganggap mamalia air tawar tersebut punah.

Budi, salah satu warga Loa Kulu (salah satu kecamatan yang berada disebelah hili kota Tenggarong) yang bermukim di tepi sungai Mahakam mengaku tak pernah lagi melihat pesut muncul sejak diatas tahun 2000.

"Kalau sebelum tahun 2000 itu Pesut masih kerap dijumpai di belakang rumah saya ini, munculnya  pagi hari, tapi setelah itu saya tak pernah melihat lagi," ujarnya.

Untungnya, saat ini pesut mahakam (Orcaella Brevirostris) itu masih bisa dijumpai diperairan antara kecamatan Kota Bangun dan Muara Kaman Kutai Kartanegara.

Menurut hasil monitoring Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) di tahun 2012, pesut mahakam diperkirakan tinggal berjumlah 92 ekor.

"Saat ini pesut diseluruh Mahakam diperkirakan hanya ada diperairan Kukar, yakni antara Kota Bangun dan Muara Kaman ," ujar Peneliti asal Belanda Danielle Kreb dari Yayasan Konservasi RASI, saat ditemui Mei lalu.

Berbekal informasi tersebut, kami (wartawan media ini) bersama tim liputan salah satu televisi swasta nasional dari Jakarta mencoba peruntungan untuk melihat langsung hewan eksotis Mahakam tersebut, didampingi anggota YK RASI Innal Rahman, menyusuri perairan antara Kota Bangun hingga Muara Kaman, Selasa (29/10).

Tim jurnalis mengawali perjalanan dari Tenggarong sekitar pukul 07.30 wita menyusuri jalan darat dan tiba di Kota bangun sekitar pukul 10.00 wita.

Mengikuti saran Innal yang pemandu, tim terlebih dahulu mengisi perut di warung setempat, agak tidak kelaparan saat 'hunting' pesut yang akan diakhiri hingga hari gelap.

Setelah kenyang, tim langsung turun ke Mahakam untuk memulai pencarian pesut dengan transportasi lokal yang disebut ces atau perahu bermotor.

Hunting diawali di perairan desa Sangkuliman hingga muara danau Semayang, namun karena air terlalu surut menurut warga setempat yang sempat ditanyai, pesut jarang terlihat.  Mendengar informasi tersebut sekitar pukul 11.30 siang tim pun berbalik ke arah hilir menuju perairan Muara Kaman.

Terik matahari terasa menyengat namun tak menyurutkan semangat dan niat untuk melihat langsung pesut mahakam. Untungnya, cipratan air ke kepala akibat hempasan haluan perahu dengan air yang sedikit berombak akibat angin, mampu menyejukkan kulit wajah.

Sekitar pukul 13.00 wita, tim tiba di muara sungai Kedang Rantau yang merupakan anak sungai Mahakam di Muara Kaman, dan singgah di rakit pos penjagaan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kaltim yang berada tepat dibir muara tersebut.

"Kita coba tunggu disini dulu, karena biasanya pesut sering terlihat di muara ini saat tengah hari," ujar Innal.

Namun, ada suasana berbeda di muara Kedang Rantau tersebut, biasanya banyak gerombolan burung dara laut yang berburu ikan kecil, tetapi siang itu tak terlihat.

Setelah setengah jam hewan yang dicari tak muncul, tim memutuskan untuk masuk ke Kedang Rantau. Darwis, sang pengemudi ces pelan-pelan menarik gas, hingga perahu hanya berjalan pelan, menyusuri anak sungai dengan lebar kira-kira 30-50 meter itu.

Hewan pertama yang dijumpai adalah bangau yang sedang mencari ikan. kemudian burung Pekaka Emas yang sedang bertengger menungu ikan kecil. Burung pemangsa ikan lainnya yaitu Pecuk Ular, juga sempat di rekam gambarnya saat berada di air untuk berburu ikan. Sesuai namanya, leher pecuk ular sepanjang kira-kira 40 cm yang muncul kepremukaan air sangat mirip hewan melata.

Biasanya, berbagai jenis burung lainnya sangat mudah dijumpai di Kedang Rantau, namun saat itu hanya segelintir yang terlihat.

Kejenuhan akibat sudah lebih satu jam menyusuri anak sungai belum menemukan pesut, sedikit terobati dengan sepasang berang-berang yang mencari makan ditepi sungai. Di dekati dengan perahu, berang-berang itu tidak langsung kabur, tapi hanya mendesis menunjukkan gigi besarnya, kesempatan itu dimanfaatkan untuk mengambil gambar sedikit lama.

Setelah itu, perjalanan menyusuri anak sungai dilanjutkan, namun lagi-lagi kejenuhan menghampiri, karena biasanya banyak Bekantan atau monyet bule yang sedang makan pucuk pohon ditepi sungai,kala itu satu pun batang hidungnya sama sekali tak terlihat. Jangankan bekantan, monyet pun tak nampak.

"Mungkin karena air surut, sehingga dataran yang biasanya selalu terendam air kini kering dan bisa dilewati para primata untuk kemana saja, sehingga mereka meninggalkan tepi sungai ini," ujar Innal.

Satu jam kembali berlalu, dengan kejunahan dan rasa pesimis gagal berjumpa pesut mulai merasuk di kepala. Satu persatu wajah tim kala itu yang seluruhnya berjumlah tujuh orang berada di satu perahu, mulai menunjukkan mimik letih bercampur resah. Apalagi saat itu matahari makin condong kebarat, dan lokasi hunting sudah mendekati batas pencarian yaitu di desa Tunjungan.

Saat itu pukul 16 wita lebih, desa Tunjungan sudah terlihat, akhirnya sesuatu sebesar helm muncul lalu tenggelam lagi. Itu pesut, tapi tim kuang yakin, bisa saja itu hanya batang kayu, tapi saat kemunculan kedua lengkap dengan semburan air dikepalanya, tim benar-benar yakin, dan Darwis-pun mematikan mesin ces-nya.

Raut cemberut akhirnya sirna berganti dengan senyum lebar,  mamalia langka penghuni Mahakam ada didepan mata.

Bukan hanya satu, tapi sekawanan pesut berjumlah sekitar 5-7 ekor itu kemungkinan menggiring ikan kecil untuk makanannya kami jumpai, sedang bergerak dari tengah menuju tepi sungai, bolak-balik.

Ismi, gadis asli Betawai yang merupakan reporter tv swasta langsung berpindah posisi ke paling depan perahu. Kamera yang dipegang sang kameramen Handi Febrian langsung me record Ismi yang melakukan laporan dengan latar pesut bermunculan.

"Alhamdulillah pemirsa, kami masih bisa berjumpa pesut yang langka, Itu dia pemirsa muncul kepermukaan, wow luar biasa," ujar Ismi dalam laporannya di hadapn kamera rekannya.

Binggo!, ternyata tak hanya satu kelompok, tapi ada tiga kelompok pesut sedang bersama-sama bergerak kearah keluar Kedang Rantau menuju Mahakam, sambil sesekali berhenti untuk menggring mangsanya.

"Paling tidak dari tiga kelompok ini seluruhnya ada sekitar 20 ekor pesut," ujar Inal.

Sayangnya ketika ada ces sedang melaju, pesut jadi lebih lama menyelam. Ketika ces sudah jauh kawanan pesut kembali muncul kepermukaan, dengan khas suara semburan air dari atas kepalanya.

Bahkan jika sedang tak ada suara mesin perahu, suara semburan pesut masih bisa terdengar meski jaraknya 50 meter.

Hampir 1,5 jam tim mengikuti dan merekam pesut Mahakam yang sedang bererak keluar anak sungai. Tim pun mengakhiri hungting saat hari mulai gelap, dengan wajah sumringah.

Menurut YK RASI, pesut juga terkadang membantu para nelayan yakni dengan membantu menggiring ikan ke jaring.

Dijeaskannya, status pesut mahakam yang kini jumlahnya tak sampai 100 ekor itu dilindungi oleh Pemerintah dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 1990.

Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) yang merupakan sebuah organisasi internasional yang didedikasikan untuk konservasi sumber daya alam, status pesut mahakam sangat terancam punah.

Sedangkan dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam, pesut mahakam termasuk dalam golongan Apendiks I.

"Artinya, pesut terdaftar dalam seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional, ataupun dilarang dipelihara dalam penangkarangan, artinya tidak boleh ditangkap," paparnya.

Untungnya saat ini pesut mahakam jika beruntung, masih bisa terlihat mulai perairan desa Pela kecamatan Kota Bangun, hingga desa Sedulang kecamatan Muara Kaman.

"Maka kita semua termasuk masyarakat, pemerintah, swasta dan siapa saja yang terkait dengan Mahakam saya harap mendukung pelestarian pesut dengan tidak berbuat sesuatu yang dapat merusak sungai Mahakam," harap Innal. (*)

Pewarta: Hayru Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013