Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melakukan workshop mengkampanyekan anti kekerasan seksual terhadap perempuan.

"Workshop ini merupakan rangkaian dari 16 hari  kegiatan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan yang biasa di selenggarakan secara road show di beberapa daerah setahun sekali,” kata Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad di Samarinda, Kamis.

Dia mengatakan, kegiatan workshop rutin dilaksanakan dari  25 Nopember sampai 10 Desember  setiap tahunnya.

Menurutnya, saat ini dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Timur, alasannya  karena berdasarkan  pantauan Komnas Perempuan,  angka kekerasan terhadap perempuan  di Kaltim cukup tinggi, yakni 513 kasus kekerasan dan yang paling banyak adalah kekerasan seksual.

Bahrul menyebutkan, pada kampanye kali ini pihaknya sekaligus menyosialisasikan Undang- Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual  (TPKS) dan diakhiri dengan rencana tindak lanjut agar regulasi tersampaikan secara luas.

Dia menuturkan bahwa  tahun 2022 merupakan tahun bersejarah bagi gerakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual di Indonesia. Setelah menjalani proses kurang lebih 12 tahun, upaya menghadirkan payung hukum yang lebih baik untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual berbuah UU No.12 /2022 tentang TPKS.

Dengan adanya payung hukum  UU TPKS diharapkan dapat mengatasi beragam tantangan dan hambatan korban untuk mendapatkan hak atas keadilan, penanganan dan pemulihan. Diharapkan UU TPKS diterapkan dan dapat bermanfaat bagi korban kekerasan.

“Komnas Perempuan mengajak seluruh Kementerian/Lembaga dan masyarakat untuk ciptakan ruang aman, kenali UU TPKS”, tandasnya.

Sementara  Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Kaltim Kasmawati mengungkapkan sepanjang tahun 2021 terdata sebanyak 450 kasus yang telah dilaporkan dalam aplikasi system informasi online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) dengan korban sebanyak 513 orang.

 “Sedangkan pada tahun 2022 ini berpotensi terjadi peningkatan kasus, karena sampai dengan 1 juni 2022 telah dilaporkan sebanyak 335 kasus, dengan komposisi korban dewasa sebanyak 55 persen dan korban anak-anak  sebanyak 45 persen,” sebutnya.

Kasmawati menjelaskan hambatan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan diantaranya apabila  pelaku adalah anggota keluarga terdekat atau ayah kandung ada kecendrungan korban tidak mendapatkan dukungan untuk membuat pelaporan.

“Hambatan lainnya kurangnya dukungan alat bukti terhadap kasus kekerasan seksual berbasis online, Traficking untuk tujuan seksual. Kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas. Hal ini menyulitkan dalam proses tindak pidana terhadap pelaku bahkan memberikan ruang bagi pelaku untuk melarikan diri,” katanya.

Pewarta: Fandi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022