Majelis Ulama Indonesia Provinsi Kalimantan Timur (MUI Kaltim) mengajak semua generasi bangsa cerdas memanfaatkan media sosial (medsos), sehingga tidak gampang terjebak oleh berbagai informasi yang belum pasti kebenarannya.

"Apalagi banyak berita bohong di medsos, sehingga jangan sampai kita mudah terpedaya, jangan pula asal share (membagikan)," kata Ketua MUI Kaltim, KH Muhammad Rasyid saat menjadi narasumber dalam talkshow literasi media sosial dengan tema "Jaga Dunia Maya, Jaga Akhlak Bangsa" di Samarinda, Rabu.

Ia mengatajan Kaltim saat ini yang berpenduduk 3,78 juta jiwa, terdiri atas berbagai suku dan agama, sehingga warga Kaltim diminta tidak saling mengunggulkan atau menghina suku atau agama lain, namun harus saling menghormati agar kedamaian yang selama ini sudah terwujud, selalu terpelihara.

Berdasarkan data dari Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Kaltim, kata dia, dari penduduk sebanyak 3,78 juta jiwa tersebut, dari suku Jawa sebanyak 29,55 persen, Bugis 18,26 persen, Banjar 13,94 persen, Dayak 9,91 persen, Kutai 9,21 persen, dan berbagai suku lain sebesar 19,13 persen.

Masih berdasarkan data Kemenag Kaltim, katanya, pemeluk agama dari penduduk 3,78 juta jiwa itu pun bermacam-macam, yakni Agama Islam sebesar 86,32 persen atau sebanyak 3,29 juta pemeluk Islam.

Kemudian pemeluk Agama Kristen terdapat 7,91 persen atau 299,3 ribu jiwa, pemeluk Katolik terdapat 4,42 persen atau 167,3 ribu jiwa, Budha 0,47 persen atau 17,77 ribu jiwa, Hindu sebanyak 0,25 persen atau 9,27 ribu jiwa, Khonghucu 0,01 persen atau 355 jiwa, dan lainnya 0,03 persen atau 1,1 ribu jiwa.

Sementara itu  dosen Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, Sitti Syahar Inayah, dalam kegiatan yang dihadiri 70 peserta tersebut menyampaikan materi dengan tema "Cerdas bermedia dengan cara menjadi awam".

Ia menyampaikan, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan untuk memroses informasi, yakni menyaring dengan membuat keputusan tentang pesan, sehingga bisa diseleksi mana informasi yang layak dikonsumsi dan mana yang tidak.

"Kemudian menyesuaikan pesan dengan orang yang membuat pesan mengenai kesesuaian jabatan atau pekerjaan. Contoh, jika sopir angkot membuat narasi pertumbuhan ekonomi dan seolah-olah itu benar, maka jangan langsung dipercaya. Tapi jika sopir angkot bicara soal ramai atau sepinya penumpang, bisa jadi ini benar," demikian Inayah.

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022