Samarinda (ANTARA Kaltim) - Rektor Universitas Mulawarman Samarinda, Zamruddin Hasid mengatakan saatnya kuota 30 persen untuk calon anggota legislatif perempuan direvisi karena hal itu menunjukkan diskriminasi dan ketidakadilan.

"Kuota keterwakilan perempuan minimal 30 persen itu memang sesuai dengan UU Nomor 12/2003, tetapi tetap saja perlakukan tidak adil," ujar Zamruddin Hasid disela-sela membuka dialog publik bertema Peran Perempuan dalam Berbangsa dan Bernegara di GOR 27 September, Samarinda, Sabtu.

Pemilu 2014 sudah dekat sehingga tidak mungkin dilakukan revisi terhadap undang-undang yang mensyaratkan keterwakilan perempuan 30 persen itu, pasalnya untuk mengubah undang-undang perlu waktu lama dan menyita tenaga dalam pengkajiannya.

Tetapi demikian, ke depan undang-undang tersebut harus direvisi supaya ditemukan keadilan, tidak ada diskriminasi, dan suara perempuan harus lebih didengar ketimbang saat ini yang masih diabaikan.

Dalam pasal 55 ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2003 itu menyatakan, setiap parpol peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten atau kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen.

Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian mengapa UU tersebut harus direvisi. Pertama adalah karena pasal itu tidak sesuai dengan undang-undang yang lebih tinggi, yakni UUD 1945 terutama dalam pasal 27.

Dalam pasal itu disebutkan, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Ini berarti tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam berpolitik dan duduk sebagai anggota dewan, pasalnya dewan merupakan salah satu unsur pemerintahan.

Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2002, pasal 7e menyebutkan tentang perlunya keseteraan dan keadilan gender dalam kepengurusan partai politik.

Bahkan, kata Zamruddin, dalam Islam diakui bahwa antara lelaki dan perempuan memiliki satu hakikat yang sama dan tidak ada berbedaan antara keduanya. Perbedaan fisik dan lainnya pada lelaki dan perempuan bukanlah perbedaan esensial.

"Allah akan marah apabila ada yang melakukan diskriminasi terhadap perempuan, karena Allah menciptakan antara laki-laki dan perempuan itu sejajar, hal yang membedakan di hadapan Allah adalah tingkat ketaqwaan dan keimanan seseorang," ucapnya.

Terkait dengan itu, lanjutnya, maka sudah seharusnya undang-undang yang sengaja meniptakan diskriminasi terhadap perempuan berupa kuota 30 persen itu harus direvisi, yakni harus 50:50, bila perlu diundangkan kedudukan yang sama sehingga tidak perlu ada kuota dalam undang-undang. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013