Walaupun Indonesia sudah terbebas dari belenggu penjajahan selama 68 tahun, namun bagi para penjual bendera di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, kemerdekaan yang mereka artikan sebagai `mendulang rezeki` juga turut dirasakan pada setiap perayaan HUT Kemerdekaan.

"Bagi saya, arti kemerdekaan itu adalah bagaimana setiap hari bisa bisa membawa pulang uang untuk memberi nafkah anak dan istri. Jadi, perayaan HUT Kemerdekaan RI itu juga memberikan berkah bagi kami, walaupun hanya satu kali setahun," ungkap Abdul, penjual pernak-pernik perayaan HUT Kemerdekaan RI di Jalan pahlawan Samarinda, Jumat.

Bagi Abdul, peringatan HUT Kemerdekaan RI sedikit memberikan kebahagiaan dibanding hari-hari biasa.

Saat hari biasa lanjut Abdul yang mengaku sudah puluhan tahun berjualan bendera dan berbagai pernak-pernik perayaan HUT Kemerdekaan itu, penghasilannya sebagai penjahit tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Namun, pada setiap menjelang HUT Kemerdekaan RI, keriangan juga menghampiri Abdul, sebab disaat itulah dia bisa `mendulang` rezeki melalui rangkaian warna merah-putih (bendera) dan merajut warna-warni sisa jahitan menjadi sebuah umbul-umbul.

"Jauh hari sebelum perayaan HUT Kemerdekaan saya sudah mempersiapkan sisa kain untuk dirajut menjadi pernak-pernik atau umbul-umbul yang akan saya jual pada setiap awal Agustus. Namun terkadang, saya harus memodali dengan membeli kain untuk dibuat bendera," ujarnya.

Abdul yang mengaku sebagai warga asli Samarinda itu mengaku menjual Bendera Merah-Putih ukuran 180 centimeter seharga Rp60 ribu dan ukuran yang lebih kecil yakni 120 centimeter dijualnya Rp30 hingga Rp305 ribu.

Sementara untuk umbul-umbul yang dirajut Abdul dijual mulai Rp60 hingga Rp100 ribu per buah.

"Untungya memang tidak terlalu besar tetapi pada setiap menjelang perayaan HUT Kemerdekaan, penghasilan yang saya peroleh lebih baik dibanding hari biasa yang hanya mengandalkan dari pesanan orang menjahit pakaian," katanya.

Keriangan itu juga dirasakan penjual pernak-pernik peringatan HUT Kemerdekaan RI musiman asal Bandung, Jawa Barat, yang sebagian besar berjualan di hampir sebagian trotoar jalan protokol di Samarinda.

Salah satunya, Rian yang mengaku datang dari Bandung bersama belasan rekan-rekannya khusus berjualan pernak-pernik perayaan HUT Kemerdekaan.

"Kami datang ke Samarinda sejak 16 Juli 2013 khusus untuk berjualan bendera dan umbul-umbul. Walaupun tidak berlebaran bersama keluarga, yang penting bisa mengumpulkan uang untuk persiapan pernikahan saya," ujar Rian, yang mengaku menyisihkan pendapatannya dari hasil berjualan pernak-pernik HUT Kemerdekaan untuk pelaksanaan pernikahannya di Bandung yang akan dilaksanakana pada akhir Agustus 2013.

Walaupun pernak-pernik yang dijualnya bukan hasil rajutan tangan sendiri namun menurut Rian, penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama di Samarinda, termasuk mengirim uang ke keluarganya di Bandung.

"Lumayan mas. Uutuk satu bendera, saya mendapat upah dari hasil penjualan mulai Rp20 hingga Rp25 ribu per lembar. Kalau umbul-umbul, rata-rata saya jual Rp60 hingga Rp70 ribu dan saya mendapat upah Rp25 ribu," katanya.

"Belum lagi kalau hiasan bendera untuk kantor yang kami jual hingga Rp500 ribu, untungnya lumayan juga dan bisa digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan," ujar Rian yang mengaku sehari-harinya berjualan dompet dan jaket asal Bandung.

Tidak jauh berbeda dengan Rian, penjual musiman asal Bandung lainnya, Hendra mengaku turut menikmati hari kemerdekaan dengan menjual pernak-pernik HUT Kemerdekaan RI.

"Awalnya, yakni mulai 1 hingga 10 Agustus 2013, boleh dikatakan pembeli masih sepi dan rata-rata hanya satu orang sampai dua orang saja per hari yang membeli bendera dan umbul-umbul. Tapi, setelah 10 Agustus, warga yang membeli pernak-pernik mulai ramai," kata Hendra.

Pemuda yang mengaku tinggal di sebuah kontrakan bersama belasan rekannya sesama penjual pernak-pernik perayaan HUT Kemerdekaan RI itu, sudah tiga tahun menjalani profesi menjual bendera di Kota Samarinda.

"Lumayan, dibanding harus berkeliling berjualan tas, ikat inggang dan dompet. Walaupun hasilnya tidak sebesar dibanding gaji pegawai kantoran, namun bagi kami, perayaan HUT Kemerdekaan RI ini juga memberi kami arti kebebasan yaitu mendapatkan rezeki lebih dibanding hari-hari biasa. Apalagi, kami tidak pernah merasakan nikmatnya THR (tunjangan hari raya) pada setiap lebaran, jadi dengan HUT Kemerdekaan ini, sebagai THR bagi kami," ungkapnya.



Terdesak

Keberadaan para penjual pernak-pernik perayaan HUT Kemerdekaan RI musiman asal Bandung, Jawa Barat, itu ternyata juga menyisakan keresahan bagi penjual bendera lokal.

Abdul mengaku kedatangan para penjual bendera asal Bandung sejak enam tahun terakhir, praktis penghasilannya menurun drastis.

"Pada 2004 lalu, kami (penjual lokal) dapat meraup rezeki dari penjualan bendera dan umbul-umbul lumayan besar bahkan minimal kami bisa mendapatkan Rp50 ribu perhari. Tapi, sejak enam tahun terakhir, pendapatan kami jauh menurun bahkan beberapa rekan saya terpaksa tidak lagi berjualan karena saat ini sudah didominasi para penjual asal Bandung," ujar Abdul.

Diakuinya, walaupun kualitas kain benderanya jauh lebih baik dibanding yang dijajakan para penjual musiman itu, namun karena minimnya variasi, membuat warga lebih memilih membeli pernak-pernik asal Bandung.

"Kain yang saya jadikan bendera cukup tebal sehingga tidak mudah sobek, sementara buatan Bandung, sangat tipis walaupun terlihat cukup menarik karena mengkilat tetapi gampang sobek. Apalagi saya hanya membuat bendera dan umbul-umbul, itupun dengan ukuran yang terbatas, tetapi pruduk Bandung banyak variasinya sehingga banyak diserbu karena banyak pilihan," katanya.

Abdul berharap ditengah serbuan pedagang msiman asal Bandung itu, pemerintah setempat dapat memberikan solusia agar `rezeki tahunan` para penjahit yang setiap tahun mengais rezeki dengan berjualan ernak-pernik perayaan HUT Kemerdekaan itu juga dapat menikmati `merdeka`.

"Saya sempat tertangkap satpol karena berjualan di trotoar dan terpaksa saya harus mengurus sendiri agar barang saya bisa dikembalikan. Tetapi, kalau mereka (penjual musiman) tertangkap, tetap bisa berjualan kaena stok banyak kemudian barang yang disita bisa diurus kembali oleh ada koordinatornya," ujarnya.

"Seharusnya kami diberi tempat berjualan sebab ini hanya sekali setahun kami menikmati rezeki melalui HUT Kemerdekaan. Jadi, kalau ditangkap hanya karena berjualan di trotoar beberapa hari, bagaimana kami merasakan merdeka itu," kata Abdul.

Namun, keresahaan itu tidak dirasakan Rian dan Hendra, penjual pernak-pernik musiman asal Kota Bandung.

Bagi Rian, berjualan pernak-pernik peringatan HUT Kemerdekaan RI di Kota Samarinda, menjadi suatu tantangan sekaligus melihat dari dekat kekayaan salah budaya Indonesia.

"Tidak mungkin bisa melihat langsung bagaimana keragaman budaya Indonesia jika tidak berjualan bendera seperti ini. Jadi, banak hikmahnya kami berjualan pernak-pernik perayaan HUT Kemerdekaan ini," ungkap Rian.

Namun bagi Rian, keresahan para penjual bendera lokal ukan hal yang harus dirisaukan bagi pedagang musiman asal Bandung sebab menurut dia, masing-maisng memiliki kelebihan dan pelanggan.

"Selama ini, kami tetap berjualan berdampingan dan masing-masing memiliki keleihan sehingga tidak akan saling mengganggu," ujar Rian.

Para pedagang pernak-pernik perayaan HUT Kemerdekaan baik lokal maupun asal Bandung tetap berharap dibiarkan berjualan di sepanjang trotoar.

"Kalau dibuatkan tempat khusus, tentunya suasana dan nuansanya berbeda. Apalagi, kami berjualan hanya beberapa hari dari akhir Juli hingga setiap 16 Agustus pasti kami sudah berhenti berjualan. Jadi, kami berharap diberi toleransi tetap berjualan di trotoar sebagai berhak kemerdekaan bagi kami," ungkap Rian.   (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013