Bontang (ANTARA Kaltim) - Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur diwajibkan menganggarkan dana pendampingan "sharing" program keluarga harapan (PKH) minimal lima persen dari total anggaran pusat atau APBN melalui Kementerian Sosial RI.

"Hasil kesepakatan rapat koordinasi di Provinsi Kaltim, daerah diwajibkan menganggarkan dana sharing minimal lima persen dari total anggaran pusat. Adapun alokasi total bantuan pusat untuk target sasaran rumah tangga sangat miskin (RTSM), termasuk honor pendamping, operator hingga pendidikan pelatihan bagi mereka," kata Kabid Sosial Dissosnaker Kota Bontang, Agus Rudiansyah, di Bontang, Sabtu.

Sementara itu jumlah target sasaran untuk dua kecamatan Bontang Utara dan Bontang Selatan adalah  1.169 RTSM dengan sumber data dari basis data tunggal nasional oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

"Perkembangan progress pelaksanaan PKH sendiri hingga saat ini belum ada pengumuman hasil seleksi awal pendamping dan operator yang telah berlangsung Mei 2013," ujar Agus.

Agus menuturkan pula dalam waktu dekat akan dilakukan rapat koordinasi tingkat Kota Bontang untuk membuat tim unit pelaksana PKH (UPPKH), dilanjutkan sosialisasi di dua kecamatan.

"Hasil rapat koordinasi PKH di Provinsi Kaltim sendiri disepakati daerah harus membentuk tim koordinasi PKH tingkat daerah yang diketuai oleh Bappeda. Nantinya Tim UPPKH daerah agar terus melakukan koordinasi dengan stakeholder secara rutin," terang Agus.

Menurut Agus, Tim UPPKH harus sosialisasikan pemahaman terkait prosedur dan mekanisme PKH serta tanggung jawab masing-masing tim yang terdiri dari Dinas Sosial Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kemenag sehingga RTSM terlayani dengan baik.

"Selain rakor khusus tingkat provinsi, Pemkot Bontang juga harus mengelar rakoor khusus di daerah dan satu hal penting yang diwajibkan setiap daerah harus menggangarkan dana sharing minimal lima persen dari dana bantuan PKH dari pusat," kata Agus.

Proyeksi alokasi anggaran sendiri untuk kegiatan sosialisasi, operasional tim UPPKH tingkat kota dan kecamatan, rapat-rapat dan tambahan operasional pendamping dan operator.

"Ke depan perlunya kebijakan walikota tentang keberlanjutan PKH terutama bagi RTSM yang 'non eligible' dan penyiapan graduasi paska program PKH, serta perlunya regulasi dalam bentuk peraturan daerah atau keputusan kepala daerah tentang pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi RTSM peserta PKH," katanya.

Sementara itu daerah juga bisa membuat program daerah disesuaikan dengan hasil identifikasi kebutuhan masyarakat  dan data dengan memberikan subtitusi pada RTSM yang tidak masuk PKH.

"Hal lainnya yang bisa dilakukan Pemkot dengan optimalisasi peran pendamping PKH melalui SKPD terkait dalam berbagai kegiatan seperti sosialisasi kesehatan, pendidikan, pengembangan usaha produktif dalam menunjang kemandirian RTSM," imbuh Agus.

Pemkot juga perlu mendorong UPPKH kecamatan agar membentuk kelompok-kelompok RTSM dalam upaya penguatan mental juang RTSM, membangun motivasi RTSM dan pengembangan usaha produktif mereka melibatkan Dissosnaker, Disperindagkop, BPPKB, Disdik.

"Contoh program pengembangan untuk PKH antara lain ada alokasi anggaran KUBE bagi RTSM agar mampu mandiri.  Dan Disdik, Kemenag, Dinkes alokasikan kebutuhan anggaran dalam mendukung PKH," ujarnya.

Hal lain yang harus sudah harus dilakukan adalah bantuan pembuatan laporan bagi pendamping yang semula dilakukan Dinsos Provinsi Kaltim 2013 dan pada 2014 nantinya akan dilakukan Pemkot Bontang.

Pemkot juga harus menyediakan sarana dan prasarana bagi setiap pendamping dan operator. Alokasi dana pusat sendiri meliputi untuk target sasaran (RTSM) langsung dari APBN, honor pendamping dan operator , diklat pendamping di di BBPPKS Banjarmasin serta operator di Bandiklit Kemensos di Jakarta. (*)

Pewarta: Suratmi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013