Penajam (ANTARA Kaltim) - Puluhan warga Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), menuntut pembagian lahan hutan tanaman rakyat (HTI) milik PT Fajar Surya Swadaya (FSS) dan akan memperjuangkannya melalui Kementerian Kehutanan (Kemenhut).
Menurut Matius Mono, juru bicara Kelompok Tani Benuo Taka, masyarakat hanya berharap diberikan lahan untuk bisa menanam untuk memenuhi kebutuhan mereka.
"Berapa sih luasan di Waru itu. Kami hanya menuntut ada tanaman kehidupan untuk masyarakat," katanya dalam pertemuan antara perwakilan masyarakat dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU, Selasa. Sedangkan puluhan warga lainnya menunggu di luar Kantor Bupati PPU.
Camat Waru Ismail Subli menegaskan, warga tidak perlu lagi menyinggung mengenai lahan seluas 6.000 hektare milik PT FSS. Karena lahan tersebut, sudah pernah menjadi kesepakatan antara masyarakat dengan perusahaan.
"Jadi lahan 6.000 hektare itu tidak perlu lagi disinggung-singgung dalam pertemuan ini. Karena itu sudah ada kesepakatan sebelumnya," tegasnya.
Ismail Subli menyatakan, selama ini pihak kecamatan juga sudah membantu masyarakat dan tidak pernah menerima maupun dijanjikan lahan dari perusahaan tersebut. Karena semua hanya untuk membantu kepentingan masyarakat.
Plt Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Abdul Zaman menjelaskan, masyarakat tidak perlu mencurigai Pemkab PPU maupun Polres PPU telah dibayar PT FSS untuk membantu perusahaan tersebut. Karena, keberadaan perusahaan sebagai investasi merupakan aset daerah.
Dalam pertemuan yang dipimpin Plt Sekkab Abdul Zaman dan dihadiri Kapolres AKBP Sugeng Utomo, Kabid Kehutanan Sugino, Camat Waru Ismail Subli tersebut, menyepakati sepakat untuk memperjuangkan di Kemenhut agar lahan bisa dikelola masyarakat.
"Sudah ada berita acaranya dan akan kita perjuangkan di pusat nantinya," kata Abdul Zaman.
Untuk diketahui, sebelumnya sudah ada kesepakatan antara masyarakat dengan PT FSS mengenai lahan 6.000 hektare. Sehingga kesepakatan tersebut, tetap harus dijaga dan menjadi aspirasi masyarakat yang mengikat. Dimana lahan yang menjadi tuntutan masyarakat tersebut, sudah mulai diperjuangkan sejak tahun 2005 lalu.
Namun lahan tersebut, masuk ke dalam lahan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) sehingga seharusnya tetap dialih fungsikan menjadi lahan Kawasan Non Budidaya Kehutanan (KBNK). (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
Menurut Matius Mono, juru bicara Kelompok Tani Benuo Taka, masyarakat hanya berharap diberikan lahan untuk bisa menanam untuk memenuhi kebutuhan mereka.
"Berapa sih luasan di Waru itu. Kami hanya menuntut ada tanaman kehidupan untuk masyarakat," katanya dalam pertemuan antara perwakilan masyarakat dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU, Selasa. Sedangkan puluhan warga lainnya menunggu di luar Kantor Bupati PPU.
Camat Waru Ismail Subli menegaskan, warga tidak perlu lagi menyinggung mengenai lahan seluas 6.000 hektare milik PT FSS. Karena lahan tersebut, sudah pernah menjadi kesepakatan antara masyarakat dengan perusahaan.
"Jadi lahan 6.000 hektare itu tidak perlu lagi disinggung-singgung dalam pertemuan ini. Karena itu sudah ada kesepakatan sebelumnya," tegasnya.
Ismail Subli menyatakan, selama ini pihak kecamatan juga sudah membantu masyarakat dan tidak pernah menerima maupun dijanjikan lahan dari perusahaan tersebut. Karena semua hanya untuk membantu kepentingan masyarakat.
Plt Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Abdul Zaman menjelaskan, masyarakat tidak perlu mencurigai Pemkab PPU maupun Polres PPU telah dibayar PT FSS untuk membantu perusahaan tersebut. Karena, keberadaan perusahaan sebagai investasi merupakan aset daerah.
Dalam pertemuan yang dipimpin Plt Sekkab Abdul Zaman dan dihadiri Kapolres AKBP Sugeng Utomo, Kabid Kehutanan Sugino, Camat Waru Ismail Subli tersebut, menyepakati sepakat untuk memperjuangkan di Kemenhut agar lahan bisa dikelola masyarakat.
"Sudah ada berita acaranya dan akan kita perjuangkan di pusat nantinya," kata Abdul Zaman.
Untuk diketahui, sebelumnya sudah ada kesepakatan antara masyarakat dengan PT FSS mengenai lahan 6.000 hektare. Sehingga kesepakatan tersebut, tetap harus dijaga dan menjadi aspirasi masyarakat yang mengikat. Dimana lahan yang menjadi tuntutan masyarakat tersebut, sudah mulai diperjuangkan sejak tahun 2005 lalu.
Namun lahan tersebut, masuk ke dalam lahan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) sehingga seharusnya tetap dialih fungsikan menjadi lahan Kawasan Non Budidaya Kehutanan (KBNK). (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013