Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Festival Seni Budaya Maluku yang direncanakan digelar Sabtu (25/5) ternyata ditunda hingga Sabtu 1 Juni 2013.

"Kami ternyata perlu persiapan sedikit lebih," kata Ketua Panitia dari Kerukunan Keluarga Maluku Balikpapan (KKMB), Jopie Y Matulessy, Kamis.

Selain dari tanggal tersebut, menurut Matulessy, tidak ada perubahan lain. Acara tetap akan dilangsungkan di Gelora Patra, Balikpapan.

Festival Seni dan Budaya Maluku ini untuk memperingati Hari Pattimura yang setiap tahun jatuh pada tanggal 15 Mei.

Tari Perang, Nabar, tari Gaba-gaba, Hula-hula, vokal grup yang menyanyikan lagu-lagu khas Maluku hingga kasidah akan ditampilkan.

"Tari Perang dan Nabar akan ditampilkan para pemuda dari Maluku Tenggara. Kawan-kawan dari Ambon mempersembahkan tari Hula-hula, dan orang-orang Banda Naira membawakan kasidah," kata Tanzil Mas`ud, Ketua Umum KKMB.

Tarian pergaulan muda-mudi Katraji juga akan ditampilkan para pemuda.

Para warga keturunan Maluku dari Samarinda juga akan hadir dan tampil di acara dengan vokal grup yang membawakan lagu-lagu khas kepulauan Molukka.

Sebelumnya, sepekan terakhir warga KKMB melaksanakan sejumlah kegiatan sosial.

"Setelah pengukuhan pengurus baru pada tanggal 13 Mei lalu, kami melakukan donor darah langsung ke PMI Balikpapan. Kawan-kawan semua ada menyumbangkan 20 kantong darah," kata Tanzil Mas`ud.

Dengan donor darah tersebut, Tanzil Mas'ud menyebutkan, warga KKMB memupuk perasaan senasib sepenanggungan dan saling menolong dengan warga Balikpapan lainnya.

"Katong semua basudara," cetus Tanzil



Hari Pattimura

Hari Pattimura sendiri diperingati setiap tanggal 15 Mei. Pada tanggal itu di tahun 1817, Thomas Matulessy sang Kapitan Pattimura dari Saparua, memimpin perlawanan rakyat atas pemaksaan kehendak oleh Belanda dalam hal perdagangan rempah-rempah, terutama cengkeh, pala dan fuli.

Dari Negeri Tuhaha di Gunung Saniri, Pattimura menyusun strategi pertempuran yang dengan gemilang berhasil merebut benteng Duurstede.

Sejarah juga menyebutkan, bahwa yang diperangi Pattimura dan para pengikutnya ada sifat tamak dan serakah penjajah.

Dalam pertempuran di Waisisil, residen Belanda Johannes Rudolp van den Berg tewas. Dari tengah kobaran api, Pattimura menyelamatkan bocah laki-laki berusia lima tahun anak van den Berg.

"Anak itu, Jean Lubert van den Berg, dikembalikan lagi kepada kaum keluarganya oleh Pattimura. Itu menunjukkan keluhuran budi kemanusiaan Pattimura. Juga sesungguhnya kita semua cinta damai," cerita Tanzil Mas`ud.

Untuk memperingati itu semua di masa sekarang, setiap tanggal 14 Mei pagi, dari Negeri Tuhaha, Pulau Saparua, dinyalakan dan diarak obor api semangat Pattimura.

Obor api unar itu dibuat para tetua adat dengan cara menggunakan buluh bambu sero yang digesek-gesekkan. Panas hasil gesekan bambu itu membakar parung, bubuk halus seperti kapas yang menempel di dahan pohon enau.

Api unar ini dinilai sangat sakral karena itu, api tersebut tidak boleh mati selama perjalanan dari Tuhaha, Waisisil, Porto, Haria, hingga menyeberang ke Pulau Ambon.

Sebelum dibawa ke Ambon, para raja negeri-negeri itu berkumpul di Haria untuk bersulang. Itu melambangkan persatuan setiap negeri untuk bersatu membangun Maluku. Persatuan itu pula yang berhasil digalang Pattimura untuk melawan Belanda.

Puncak peringatan adalah tanggal 15 Mei dinihari. Rakyat Maluku melakukan apel besar di Lapangan Pattimura di Ambon pada pukul 05.00 subuh.

"Di Balikpapan, kami berziarah ke Taman Makam Pahlawan pada waktu yang sama untuk menyampaikan penghormatan kami semua kepada mereka yang sudah berjuang untuk kemerdekaan kita," demikian Tanzil Mas'ud. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013