Palangkaraya (ANTARA Kaltim) - Badan Legislasi (Baleg) DPRD Provinsi Kaltim melakukan studi banding ke Provinsi Kalimantan Tengah, Kamis (25/4), untuk memperkaya wawasan dan pendalaman dalam proses pengkajian pra rancangan peraturan daerah tentang tanah adat.
Ketua Baleg DPRD Kaltim Rakhmad Majid Gani menuturkan, melihat banyaknya keluhan masyarakat terutama warga adat Kaltim, Banleg menilai perlu ada peraturan daerah yang mengatur tanah adat.
Seperti diketahui, beberapa kasus yang bersinggungan dengan tanah adat akhir-akhir ini menyita perhatian. Banyak tanah adat secara hukum oleh pusat ditetapkan sebagai hutan lindung atau sejenisnya.
Padahal, masyarakat sudah berdiam puluhan hingga ratusan tahun jauh sebelum pemerintah menetapkan kawasan dimaksud sebagai kawasan yang dilindungi.
Masyarakat yang mengambil kayu di sekitar kampung hanya untuk membangun rumah, malah ditangkap oleh pihak yang berwajib karena dianggap melakukan tindakan melawan hukum.
Akibatnya masyarakat resah. Selain tidak memahami soal aturan hutan lindung itu, juga kebingungan dengan status tanah leluhur yang tiba-tiba terklaim menjadi milik pemerintah.
"Pra rancangan peraturan daerah ini merupakan inisiatif DPRD Kaltim. Guna memperkaya wawasan maka Baleg belajar ke Kalteng untuk mendapatkan banyak pengetahuan dan informasi untuk kemudian dapat diparipurnakan dan segera dibentuk Pansus," tutur Rakhmad didampingi, Wakil Ketua DPRD Kaltim Yahya Anja, dan Anggota Baleg Ismail, Leliyanti Ilyas, Masitah, Agus Santoso, Suwandi, Abdul Djalil Fatah, dan Andarias P Sirenden.
Dipilihnya Kalteng sebagai daerah yang dikunjungi Baleg, menurut Majid karena daerah tersebut sudah jauh lebih dulu memiliki Perda tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng sejak 2008.
Kendati demikian, harus diperhatikan bahwa Kaltim memiliki banyak perbedaan dengan Kalteng, mengingat kemajemukan yang lebih banyak sehingga diperlukan kehati-hatian agar tidak menjadi bumerang di kemudian hari.
Sementara itu mewakili Pemprov Kalteng, Karo Organisasi Hasanudin mengatakan selain Perda, lembaga adat Dayak juga memiliki payung hukum turunannya yaitu Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 13 tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak-hak Adat di atas Tanah.
"Pada dasarnya semua peraturan daerah tersebut dimaksudkan agar masyarakat suku asli setempat mampu merasakan keadilan dan kesejahteraan sosial sebagaimana warga pendatang yang kebetulan lebih dulu sukses secara ekonomi," ungkap Hasanudin.
Ia menambahkan, menjaga dan melestarikan adat serta istiadat selama ratusan tahun adalah wujud indentitas daerah yang harus terus dipertahankan di tengah derasnya arus modernisasi.
"Yang terpenting bagaimana masyarakat adat diberikan ruang lebih untuk mengatur daerah atau tanah adat mereka agar yang seharusnya menjadi hak-hak mereka tidak dirampas. Namun bukan berarti ruangnya dibuka seluas-luasnya. Sebaliknya hukum adat sendiri haruslah sejalan dengan peraturan perundang-undangan," tegas Hasanudin, didampingi Kepala Dinas Sosial Kalteng Iswahono, Kabid ESDM Distamben Kalteng Yanto, Sekretaris Satpol PP Kalteng Yose Hermanto dan lainnya. (Humas DPRD Kaltim/adv/bar/adhi/met)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
Ketua Baleg DPRD Kaltim Rakhmad Majid Gani menuturkan, melihat banyaknya keluhan masyarakat terutama warga adat Kaltim, Banleg menilai perlu ada peraturan daerah yang mengatur tanah adat.
Seperti diketahui, beberapa kasus yang bersinggungan dengan tanah adat akhir-akhir ini menyita perhatian. Banyak tanah adat secara hukum oleh pusat ditetapkan sebagai hutan lindung atau sejenisnya.
Padahal, masyarakat sudah berdiam puluhan hingga ratusan tahun jauh sebelum pemerintah menetapkan kawasan dimaksud sebagai kawasan yang dilindungi.
Masyarakat yang mengambil kayu di sekitar kampung hanya untuk membangun rumah, malah ditangkap oleh pihak yang berwajib karena dianggap melakukan tindakan melawan hukum.
Akibatnya masyarakat resah. Selain tidak memahami soal aturan hutan lindung itu, juga kebingungan dengan status tanah leluhur yang tiba-tiba terklaim menjadi milik pemerintah.
"Pra rancangan peraturan daerah ini merupakan inisiatif DPRD Kaltim. Guna memperkaya wawasan maka Baleg belajar ke Kalteng untuk mendapatkan banyak pengetahuan dan informasi untuk kemudian dapat diparipurnakan dan segera dibentuk Pansus," tutur Rakhmad didampingi, Wakil Ketua DPRD Kaltim Yahya Anja, dan Anggota Baleg Ismail, Leliyanti Ilyas, Masitah, Agus Santoso, Suwandi, Abdul Djalil Fatah, dan Andarias P Sirenden.
Dipilihnya Kalteng sebagai daerah yang dikunjungi Baleg, menurut Majid karena daerah tersebut sudah jauh lebih dulu memiliki Perda tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng sejak 2008.
Kendati demikian, harus diperhatikan bahwa Kaltim memiliki banyak perbedaan dengan Kalteng, mengingat kemajemukan yang lebih banyak sehingga diperlukan kehati-hatian agar tidak menjadi bumerang di kemudian hari.
Sementara itu mewakili Pemprov Kalteng, Karo Organisasi Hasanudin mengatakan selain Perda, lembaga adat Dayak juga memiliki payung hukum turunannya yaitu Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 13 tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak-hak Adat di atas Tanah.
"Pada dasarnya semua peraturan daerah tersebut dimaksudkan agar masyarakat suku asli setempat mampu merasakan keadilan dan kesejahteraan sosial sebagaimana warga pendatang yang kebetulan lebih dulu sukses secara ekonomi," ungkap Hasanudin.
Ia menambahkan, menjaga dan melestarikan adat serta istiadat selama ratusan tahun adalah wujud indentitas daerah yang harus terus dipertahankan di tengah derasnya arus modernisasi.
"Yang terpenting bagaimana masyarakat adat diberikan ruang lebih untuk mengatur daerah atau tanah adat mereka agar yang seharusnya menjadi hak-hak mereka tidak dirampas. Namun bukan berarti ruangnya dibuka seluas-luasnya. Sebaliknya hukum adat sendiri haruslah sejalan dengan peraturan perundang-undangan," tegas Hasanudin, didampingi Kepala Dinas Sosial Kalteng Iswahono, Kabid ESDM Distamben Kalteng Yanto, Sekretaris Satpol PP Kalteng Yose Hermanto dan lainnya. (Humas DPRD Kaltim/adv/bar/adhi/met)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013