Petani Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan mengembangkan kebun kopi jenis arabika dan robusta sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan.
Ketua Kelompok Tani Baru Muncul di Desa Asam Rendah Hartanto di Rantau Selasa mengatakan, saat ini terdapat puluhan hektare kebun kopi masyarakat yang telah menghasilkan buah dan menjadi tumpuan ekonomi warga.
"Kalau tanaman kopi jenis arabika dan robusta ini totalnya sekitar 20 hektar lebih yang biasa dipanen setiap Agustus- September," kata Hartanto.
Saat ini, kopi robusta berkisar Rp80 ribu per 20 liter, sedangkan arabika Rp125 ribu per 20 liter.
"Biasanya setelah panen dan dikeringkan, konsumen akan datang langsung ke sini untuk membeli kopi, sehingga petani tidak perlu repot untuk ke pasar, " tambahnya.
Sebagian tanaman kopi tersebut, kata dia, sudah ada sejak tahun 1990. Karena kini cukup banyak peminat kopi, akhirnya petani mengembangkan tanaman tersebut, dengan tanaman baru, yang kini juga telah menghasilkan.
Awalnya, usaha pertanian kopi ini hanyalah menjadi usaha samping, namun karena kini kopi berkembang cukup pesat, ditandai dengan menjamurnya kafe-kafe dengan menu utama kopi, permintaan menjadi meningkat drastis.
Sehingga, kini petani mulai serius menekuni budi daya tanaman kopi tersebut dengan harapan menjadi sektor unggulan daerah.
Hartato yang juga ketua Bumdes tersebut mengatakan, untuk meningkatkan kualitas kopi, pihaknya perlu perlu pendampingan, misalnya ada program penanaman, perawatan, dan pascapanen. Selama ini, petani kalau panen asal petik habis itu dikeringkan lalu dijual.
Desa Asam Randah salah satu wilayah dataran tinggi di Kecamatan Hatungun itu merupakan wilayah fungsional pertanian di Tapin. Diwacanakan daerah tersebut sebagai wilayah sentral rempah.
Selain kopi, di wilayah Hatungun itu juga ada jenis rempah seperti jahe merah dan kencur.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021
Ketua Kelompok Tani Baru Muncul di Desa Asam Rendah Hartanto di Rantau Selasa mengatakan, saat ini terdapat puluhan hektare kebun kopi masyarakat yang telah menghasilkan buah dan menjadi tumpuan ekonomi warga.
"Kalau tanaman kopi jenis arabika dan robusta ini totalnya sekitar 20 hektar lebih yang biasa dipanen setiap Agustus- September," kata Hartanto.
Saat ini, kopi robusta berkisar Rp80 ribu per 20 liter, sedangkan arabika Rp125 ribu per 20 liter.
"Biasanya setelah panen dan dikeringkan, konsumen akan datang langsung ke sini untuk membeli kopi, sehingga petani tidak perlu repot untuk ke pasar, " tambahnya.
Sebagian tanaman kopi tersebut, kata dia, sudah ada sejak tahun 1990. Karena kini cukup banyak peminat kopi, akhirnya petani mengembangkan tanaman tersebut, dengan tanaman baru, yang kini juga telah menghasilkan.
Awalnya, usaha pertanian kopi ini hanyalah menjadi usaha samping, namun karena kini kopi berkembang cukup pesat, ditandai dengan menjamurnya kafe-kafe dengan menu utama kopi, permintaan menjadi meningkat drastis.
Sehingga, kini petani mulai serius menekuni budi daya tanaman kopi tersebut dengan harapan menjadi sektor unggulan daerah.
Hartato yang juga ketua Bumdes tersebut mengatakan, untuk meningkatkan kualitas kopi, pihaknya perlu perlu pendampingan, misalnya ada program penanaman, perawatan, dan pascapanen. Selama ini, petani kalau panen asal petik habis itu dikeringkan lalu dijual.
Desa Asam Randah salah satu wilayah dataran tinggi di Kecamatan Hatungun itu merupakan wilayah fungsional pertanian di Tapin. Diwacanakan daerah tersebut sebagai wilayah sentral rempah.
Selain kopi, di wilayah Hatungun itu juga ada jenis rempah seperti jahe merah dan kencur.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021