Sultan Kutai Kartanegara Adji Mohammad Arifin membekukan kepengurusan Lembaga Adat Kutai (LAK) Balikpapan.
Dalam surat resmi bernomor 096/SEK-KD/KK/VI/2020, Sultan Adji Arifin juga melarang para pengurus LAK Balikpapan membawa nama ataupun menggunakan lambang Kesultanan Kutai Kartanegara.
“Sebab kami juga membekukan surat keputusan Sultan Kutai nomor 06/SK-IU/1/2016 tertanggal 11 Januari 2016 yang memberi mandat kepada LAK tersebut,” jelas Sultan Adji Arifin dalam suratnya itu.
Menurut penjelasan Daeng Yusuf, warga yang menyebut dirinya sebagai Demang dalam struktur adat Kesultanan Kutai, dan bertanggungjawab atas wilayah selatan termasuk Balikpapan, proses pembekuan LAK Balikpapan sudah melalui evaluasi mendalam dari Sultan.
“Selama ini terbukti tidak ada upaya-upaya mengenalkan kembali kepada masyarakat apa dan bagaimana adat Kesultanan, sementara Balikpapan ini satu wilayah yang penting,” jelas Daeng Yusuf, Selasa.
Ia pun mencontohkan dari berbagai paguyuban berbagai suku dan bangsa di Balikpapan, justru Kutai yang nyaris tidak terdengar apa kegiatannya.
“Bubuhan Banjar misalnya masih ada karasmin, kegiatan bersama, pertemuan atau pengajian. Teman-teman dari suku lain ada latihan kesenian. Kalau ada acara resmi seperti perayaan HUT Kemerdekaan 17 Agustus ramai yang tampil. LAK Balikpapan tidak memanfaatkan kesempatan itu untuk menampilkan adat dan budaya Kutai, yang kerajaannya dulu justru kerajaan tertua di Indonesia,” terang Daeng Yusuf.
Karena itulah kepengurusan LAK Balikpapan akhirnya dibekukan, dan para pengurusnya dilarang mengatasnamakan atau mewakili Kesultanan Kutai Kartanegara dalam kesempatan atau kegiatan apa pun. Surat itu ditembuskan ke Wali Kota Balikpapan dan pejabat-pejabat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Balikpapan lainnya.
“Sampai nanti kami membuat keputusan lebih lanjut,” tegas Sultan Adji Arifin dalam suratnya.
Sultan Adji Mohammad Arifin naik takhta pada tahun 2018, menggantikan ayahnya Sultan Adji Mohammad Salehudin II yang wafat tahun 2018 itu juga.
Di masa lampau, Balikpapan adalah wilayah Kesultanan Kutai sehingga adat istiadat Kutai berlaku di Kota Minyak. Bahkan pada tahun 1897 Belanda meminta izin sultan, yang saat itu dijabat Sultan Adji Mohammad Sulaiman untuk mencari minyak di Balikpapan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021