Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak mengatakan, dia sepenuhnya memberikan pandangan dan pengkajian secara ilmiah mengenai kasus yang menimpanya.

"Saya pikir, mengenai permasalahan tersebut tentunya memang harus dikaji secara ilmiah. Mengenai kasus ini saya serahkan kepada hukum," jelas Awang di sela acara dialog publik tentang penegakan hukum kasus divestasi PT KPC, Kamis kemarin (6/12)

Sementara itu, mantan Jampidsus Kejaksaan Agung Sudhono Iswahyudi yang tampil sebagai pembicara mengatakan, dalam proses divestasi saham PT KPC telah terjadi pelanggaran dan penyimpangan prosedural maupun administrasi berdasarkan ketentuan divestasi dalam kontrak karya No: J2/JiDu/16/82, tertanggal 8 April 1982 jo. UU No.1/1967 (UU PMA) pasal 3 ayat (1) yang dilakukan oleh PT KPC, PT Kutai Timur Energi (KTE) dan pejabat publik di Kutai Timur waktu itu.

Dalam proses pengalihan hak membeli saham 18,6 persen, lanjut dia, telah cukup bukti adanya perbuatan melawan hukum, baik secara administrasi pemerintahan maupun secara pidana berupa penyalahgunaan kewenangan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, yakni Pemerintah Pusat dan Daerah, dalam hal ini Kutai Timur yang dilakukan pejabat publik Kutai Timur waktu itu bersama-sama PT KTE, KPC dan PT Bumi.

Mengenai penjualan saham 5 persen milik Pemkab Kutai Timur, lanjut dia, merupakan bagian dari kebijakan bisnis Pemkab Kutai Timur yang sah sepanjang disetujui oleh DPRD setempat dengan harga yang wajar dan menguntungkan bagi Pemkab dan masyarakat serta tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan atau penempatan hasil penjualan saham tersebut.

"Siapa yang terbukti dinyatakan bersalah tentunya harus diteruskan. Sedangkan mengenai kasus Bapak Gubernur Awang Faroek, jika memang tidak ada bukti, tentunya tidak layak diterima. Bahkan, penghentian kasus tersebut layak diterima beliau," jelasnya.

Sementara itu, Praktisi Hukum Unmul Dr La Sina mengatakan, dari sisi akademik, kasus yang dialami Gubernur Awang Faroek, jika memang tidak ada bukti yang kuat, maka sudah selayaknya perkara tersebut dihentikan.

"Saya berharap masyarakat dapat mengetahui permasalahan ini. Karena, tidak memenuhi bukti yang kuat untuk menyatakan Bapak Awang Faroek bersalah, sehingga wajar jika kasus tersebut tidak dilanjutkan," jelasnya.

Di tempat yang sama, Dekan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Samarinda Syahrin Naihasy mengatakan, sesuai hukum bisnis dan pidana bahwa kasus tersebut adalah bisnis murni. Artinya, permasalahan tersebut harus dituntaskan, sehingga dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat.

"Karena bisnis terkait untung dan rugi, maka jika ada kerugian negara tentunya harus dikembalikan. Tapi, mengenai kasus Bapak Awang Faroek tidak ada bukti, jadi diharapkan hal itu harus diselesaikan. Apabila memang tidak ada bukti, maka sudah sepantasnya kasus yang diterima Bapak Awang Faroek dihentikan," katanya.

Menurut dia, jika kasus tersebut terus berlanjut dan tidak diproses secara tuntas, dikhawatirkan Pemerintah Daerah tidak dapat memberikan kebijakan dalam perkembangan bisnis. (Humas Pemrov Kaltim/jay/adv)

Pewarta:

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012