Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, menilai banjir yang terjadi di Kota Tanjung Redeb dan sekitarnya disebabkan pertambangan batubara yang ada di sekitar kota tersebut.
Menurut Pradarma Rupang dari Jatam Kaltim di Balikpapan, Rabu, sepanjang tahun 2020 hingga 2021, terdapat 11 lokasi tambang yang diketahui ilegal yang beroperasi di Kabupaten Berau. Seluruh tambang itu ada di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Tanjung Redeb, Teluk Bayur, dan Kecamatan Gunung Tabur.
Malah bukan hanya tambang batubara, alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit skala besar di wilayah hulu Sungai Kelay dan Sungai Segah menjadi penyebab banjir bandang yang terjadi pada tanggal 12 Mei 2021.
“Karena itu kami menyerukan dan mendesak kepada pemerintah agar segera dilakukan audit lingkungan kepada seluruh perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Berau,” kata Rupang.
Kemudian, selama audit tersebut berlangsung, aktivitas pertambangan harus dihentikan.
“Dan kemudian penegakan hukum yang tegas dan terbuka atas perusahaan tambang yang bermasalah,” tegas Rupang lagi.
Hanya dengan itulah, menurut Rupang, Jatam yakin kerusakan lingkungan dapat dipulihkan dan keselamatan warga, baik nyawa maupun harta bendanya terjamin.
Sebelumnya, hujan deras yang melanda Kabupaten Berau sejak 12 Mei lalu atau sehari sebelum Idul Fitri 1442 Hijriah, membuat Sungai Kelay dan Sungai Segah meluap. Akibatnya, jalan kampung Bena Baru terputus, dan rumah-rumah warga terendam banjir.
Luapan Sungai Kelay itu merembes hingga tanggul tambang batubara milik PT Rantaupanjang Utama Bhakti (RUB) hingga pada Minggu, 16 Mei 2021 lalu tanggul jebol.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, sebanyak 2.308 rumah tangga atau setidaknya 11 ribu jiwa terdampak banjir tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021