Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Sebuah lembaga bernama Friends of Borneo yang berpusat di Toronto, Kanada, menyebarkan petisi meminta dukungan dunia internasional untuk mencegah perusakan lingkungan oleh dua perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.
Petisi itu disampaikan secara terbuka melalui situs change.org dengan menggunakan Bahasa Inggris, dan dalam thepetitionsite.com dengan Bahasa Jerman.
Hingga Senin, petisi pada change.org sudah ditandatangani 196 orang dari seluruh dunia. Jumlah itu tinggal kurang 108 dari 304 yang dibutuhkan.
"Ketika pohon terakhir sudah ditebang, sungai terakhir sudah tercemar, dan ikan terakhir sudah ditangkap, barulah manusia sadar ia tidak bisa memakan uang," kata Lily Huang dari Berlin, Jerman.
Huang mengutip kata-kata perlawanan dari Orang Cree, salah satu masyarakat asli Amerika Utara.
Huang juga mempertanyakan mengapa manusia begitu serakah hingga merasa berhak untuk merusak, membunuh, mendominasi, mengeksploitasi, bahkan memakan apa pun di dunia ini.
Petisi itu ditujukan kepada bagian Corporate Social Responsibility dengan kontak person Simon Siburat dari Wilmar Group, juga kepada Kencana Agri.
Kedua perusahaan diminta segera menghentikan aktivitas mereka yang mencemari Teluk Balikpapan dan membabat hutang mangrove untuk mendapatkan tanah untuk membangun fasilitasnya.
Disebutkan oleh Friends of Borneo, kedua perusahaan tersebut adalah PT Mekar Bumi Andalas yang merupakan bagian dari Wilmar Group, dan PT Dermaga Kencana Indonesia, bagian dari Kencana Agri Limited.
Baik Mekar Bumi Andalas maupun Dermaga Kencana sedang membuat pabrik pengolahan kelapa sawit dengan mereklamasi dan sebelumnya membabat hutan bakau primer untuk mendapatkan lahan.
"Pabrik itu akan membuat polusi, terutama polusi air, yang mengancam keragaman kehidupan di Teluk Balikpapan," sebut Friends of Borneo dalam petisinya.
Pada laman change.org petisi itu dilengkapi dengan video kehidupan nelayan di Teluk Balikpapan.
Mereka mengeluh karena tangkapan ikannya terus menurun, terutama sejak adanya kedua perusahaan beroperasi di teluk tersebut.
"Polusi juga mengancam kelestarian pesut di Teluk itu," kata Stanislav Lhota MSc PhD, peneliti dari Universitas South Bohemia, Republik Ceko yang sudah bertahun-tahun tinggal di Balikpapan dan Penajam Paser Utara untuk meneliti primatan dan keanekaragaman hayati Teluk Balikpapan dan Hutan Lindung Sungai Wain.
Pesut atau juga disebut Irrawady dolphin (lumba-lumba Sungai Irawadi) memang kerap terlihat di Teluk Balikpapan.
Ia hidup dari memakan kerang-kerangan dan sejumlah spesies lain yang keberadannya tergantung kepada air yang bersih di teluk itu.
Oleh Pemkot Balikpapan kedua perusahaan dinyatakan berada dalam Kawasan Industri Kariangau (KIK) dan beraktivitas secara legal.
"Padahal semua tahu bahwa Teluk Balikpapan adalah lingkungan yang unik. Hutan-hutan bakau primer di sini adalah rumah bagi spesies yang terancam punah seperti bekantan (Nasalis larvatus), berbagai spesies burung, koridor bagi beruang madu (Helarctos malayanus), termasuk juga orangutan (Pongo pygmeus)," tegas Stanislav Lhota. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
Petisi itu disampaikan secara terbuka melalui situs change.org dengan menggunakan Bahasa Inggris, dan dalam thepetitionsite.com dengan Bahasa Jerman.
Hingga Senin, petisi pada change.org sudah ditandatangani 196 orang dari seluruh dunia. Jumlah itu tinggal kurang 108 dari 304 yang dibutuhkan.
"Ketika pohon terakhir sudah ditebang, sungai terakhir sudah tercemar, dan ikan terakhir sudah ditangkap, barulah manusia sadar ia tidak bisa memakan uang," kata Lily Huang dari Berlin, Jerman.
Huang mengutip kata-kata perlawanan dari Orang Cree, salah satu masyarakat asli Amerika Utara.
Huang juga mempertanyakan mengapa manusia begitu serakah hingga merasa berhak untuk merusak, membunuh, mendominasi, mengeksploitasi, bahkan memakan apa pun di dunia ini.
Petisi itu ditujukan kepada bagian Corporate Social Responsibility dengan kontak person Simon Siburat dari Wilmar Group, juga kepada Kencana Agri.
Kedua perusahaan diminta segera menghentikan aktivitas mereka yang mencemari Teluk Balikpapan dan membabat hutang mangrove untuk mendapatkan tanah untuk membangun fasilitasnya.
Disebutkan oleh Friends of Borneo, kedua perusahaan tersebut adalah PT Mekar Bumi Andalas yang merupakan bagian dari Wilmar Group, dan PT Dermaga Kencana Indonesia, bagian dari Kencana Agri Limited.
Baik Mekar Bumi Andalas maupun Dermaga Kencana sedang membuat pabrik pengolahan kelapa sawit dengan mereklamasi dan sebelumnya membabat hutan bakau primer untuk mendapatkan lahan.
"Pabrik itu akan membuat polusi, terutama polusi air, yang mengancam keragaman kehidupan di Teluk Balikpapan," sebut Friends of Borneo dalam petisinya.
Pada laman change.org petisi itu dilengkapi dengan video kehidupan nelayan di Teluk Balikpapan.
Mereka mengeluh karena tangkapan ikannya terus menurun, terutama sejak adanya kedua perusahaan beroperasi di teluk tersebut.
"Polusi juga mengancam kelestarian pesut di Teluk itu," kata Stanislav Lhota MSc PhD, peneliti dari Universitas South Bohemia, Republik Ceko yang sudah bertahun-tahun tinggal di Balikpapan dan Penajam Paser Utara untuk meneliti primatan dan keanekaragaman hayati Teluk Balikpapan dan Hutan Lindung Sungai Wain.
Pesut atau juga disebut Irrawady dolphin (lumba-lumba Sungai Irawadi) memang kerap terlihat di Teluk Balikpapan.
Ia hidup dari memakan kerang-kerangan dan sejumlah spesies lain yang keberadannya tergantung kepada air yang bersih di teluk itu.
Oleh Pemkot Balikpapan kedua perusahaan dinyatakan berada dalam Kawasan Industri Kariangau (KIK) dan beraktivitas secara legal.
"Padahal semua tahu bahwa Teluk Balikpapan adalah lingkungan yang unik. Hutan-hutan bakau primer di sini adalah rumah bagi spesies yang terancam punah seperti bekantan (Nasalis larvatus), berbagai spesies burung, koridor bagi beruang madu (Helarctos malayanus), termasuk juga orangutan (Pongo pygmeus)," tegas Stanislav Lhota. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012