Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengemukakan sejumlah perkembangan teknologi dalam pembuatan vaksin COVID-19 oleh berbagai produsen di dunia.
"Dulu vaksin itu teknologinya hanya satu, berasal dari virus yang dilemahkan atau dimatikan seperti yang dipakai Sinovac," katanya saat memberikan pemaparan dalam acara webinar "Ketahanan dan Kemandirian Kesehatan Indonesia" yang digelar Wali Amanat UI kerja sama Kemenristek/Brin yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Sinovac Biotech Ltd yang berada di China telah mengembangkan dan mengomersialkan enam vaksin yang digunakan manusia dan satu vaksin hewan dalam dua dekade terakhir. Di antaranya vaksin hepatitis A dan B, influenza H5N1 (flu burung), influenza H1N1 (flu babi), vaksin gondok, dan vaksin rabies anjing.
Budi mengatakan, teknologi pembuatan vaksin juga mengalami perubahan dengan cara mengambil salah satu komponen protein virus seperti yang dilakukan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
"Teknologi berkembang lagi, bisa juga dimasukan ke virus lain bisa dari orang atau simpanse, istilahnya Vector B Vaksin, itu yang sekarang dipakai AstraZeneca," katanya.
Vaksin AstraZeneca menggunakan vektor virus simpanse yang tidak bereplikasi berdasarkan versi yang dilemahkan dari virus flu biasa (adenovirus) yang menyebabkan infeksi pada simpanse dan mengandung materi genetik dari protein spike virus SARS-CoV-2.
Setelah vaksinasi, diproduksilah protein permukaan spike yang akan mempersiapkan sistem kekebalan untuk menyerang virus SARS-CoV-2 jika kemudian menginfeksi tubuh.
Budi mengatakan perkembangan teknologi pembuatan vaksin COVID-19 yang lebih canggih saat ini dikembangkan oleh produsen Pfizer dan BioNTech serta Moderna.
"Kemudian lebih canggih lagi bisa dibikin 100 persen pakai komputer itu yang dilakukan Pfizer dan BioNTech serta Moderna," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021
"Dulu vaksin itu teknologinya hanya satu, berasal dari virus yang dilemahkan atau dimatikan seperti yang dipakai Sinovac," katanya saat memberikan pemaparan dalam acara webinar "Ketahanan dan Kemandirian Kesehatan Indonesia" yang digelar Wali Amanat UI kerja sama Kemenristek/Brin yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Sinovac Biotech Ltd yang berada di China telah mengembangkan dan mengomersialkan enam vaksin yang digunakan manusia dan satu vaksin hewan dalam dua dekade terakhir. Di antaranya vaksin hepatitis A dan B, influenza H5N1 (flu burung), influenza H1N1 (flu babi), vaksin gondok, dan vaksin rabies anjing.
Budi mengatakan, teknologi pembuatan vaksin juga mengalami perubahan dengan cara mengambil salah satu komponen protein virus seperti yang dilakukan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
"Teknologi berkembang lagi, bisa juga dimasukan ke virus lain bisa dari orang atau simpanse, istilahnya Vector B Vaksin, itu yang sekarang dipakai AstraZeneca," katanya.
Vaksin AstraZeneca menggunakan vektor virus simpanse yang tidak bereplikasi berdasarkan versi yang dilemahkan dari virus flu biasa (adenovirus) yang menyebabkan infeksi pada simpanse dan mengandung materi genetik dari protein spike virus SARS-CoV-2.
Setelah vaksinasi, diproduksilah protein permukaan spike yang akan mempersiapkan sistem kekebalan untuk menyerang virus SARS-CoV-2 jika kemudian menginfeksi tubuh.
Budi mengatakan perkembangan teknologi pembuatan vaksin COVID-19 yang lebih canggih saat ini dikembangkan oleh produsen Pfizer dan BioNTech serta Moderna.
"Kemudian lebih canggih lagi bisa dibikin 100 persen pakai komputer itu yang dilakukan Pfizer dan BioNTech serta Moderna," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2021