Balikpapan  (ANTARA Kaltim) - Pemasaran kini bukan lagi soal banting harga, tapi bagaimana menjadikan pelanggan sebagai sahabat dan memberikan pelayanan yang khas sesuai dengan nilai-nilai lokal yang dianut perusahaan atau pemilik brand tersebut.

"Pelanggan bukan lagi adalah raja, tapi teman dan sahabat yang justru lebih akrab dan lebih manusiawi," kata Chief Executiver Officer MarkPlus, Hermawan Kartajaya, dalam Seminar "From Service to Care", Melayani Benar-benar dengan Hati di Borneo Ballroom, Hotel Novotel, Balikpapan, Selasa (23/10).

Di depan tak kurang dari 300 peserta seminar tersebut, Kartajaya yang juga kerap disebut guru pemasaran itu kemudian memberi banyak contoh, antara lain dengan maskapai penerbangan flag carrier Garuda Indonesia.

Menurut Kartajaya, Garuda Indonesia misalnya, sampai beberapa waktu yang lalu didera persaingan dari atas dan bawah, di dalam dan di luar negeri.

Di level bawah airline ramai-ramai membuat penerbangan murah. Di level atas, dengan pelayanan yang sama ekselennya kepada penumpang namun lebih efisien dalam biaya, ada Singapore Airlines.

Garuda menghadapi keadaan dengan tenang dan memetakan potensi dan kelemahannya. Juga menghidupkan budaya perusahaannya.

Hasilnya, Garuda Indonesia tidak memutuskan menurunkan harga tiket dan menjadi penerbangan murah, tapi memberikan porsi itu kepada Citilink, anak perusahaannya.

Untuk menghadapi persaingan dengan Singapore Airlines dan maskapai penerbangan internasional lain, Garuda mengembangkan keindonesiaannya, memberi layanan khas Indonesia dalam setiap penerbangannya.

"Dalam penerbangan Garuda sekarang, apalagi yang ke luar negeri, selalu tersedia makanan khas Indonesia. Ada nasi goreng, nasi pecel," kata Kartajaya.

Garuda tetap mempertahankan level harga tiketnya dan keindonesiannya sehingga tidak terjebak persaingan di penerbangan murah.

Layanan awak kabinnya yang ramah khas Indonesia berbeda dengan keramahan ala Singapura atau Malaysia. Salam dengan dua tangan ditangkupkan dan lutut yang ditekuk, atau sedikit menunduk takzim, kata Kartajaya, tak ada duanya di dunia.

Hasilnya, Garuda kini menjadi salah satu maskapai penerbangan yang diakui sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Padahal Garuda juga yang pernah dilarang pesawat-pesawatnya melintasi Eropa karena standar keselamatannya dianggapi lemah.

Hal serupa juga disebutkan Hermawan Kartajaya tentang pantai-pantai di Bali. Mengapa turis asal Australia masih memenuhi Kuta, Seminyak, Tanah Lot, Sanur, Nusa Dua padahal di Australia sendiri ada pantai-pantai yang serupa.

"Karena di Bali ada yang khas Bali, ada service spesial Bali, ada budaya, ada keramahannya yang kita tahu tulus dari hati, bukan sekedar karena bisnis semata," jelas Kartajaya.

Apalagi sekarang pelanggan lebih sosial daripada dahulu, atau sering bergantung kepada komunitasnya dalam memutuskan untuk membeli sesuatu atau menggunakan layanan jasa sesuatu. Orang saling memberikan rekomendasi tentang pengalamannya memakai jasa atau brand tertentu.

"Orang Indonesia masih lebih percaya apa kata temannya daripada yang didapatnya di laman internet dalam hal memutuskan membeli produk atau pakai jasa sesuatu," jelas penyandang gelar doktor honoris causa dari ITS Surabaya tersebut.

Zaman juga sudah berubah dari eksklusif menjadi inklusif. Kartajaya memberi contoh layanan oleh perbankan yang kini lebih cair dan sama ramahnya untuk siapa saja nasabahnya. Internet juga membuat hal-hal yang dulu berkembang vertikal menjadi horizontal.

Karena itu, ia kembali menegaskan, "customer is friend", pelanggan adalah sahabat. Sebagai sahabat mereka boleh mengkritik untuk memberi masukan guna kemajuan.

Penjual juga harus bisa memberi saran pada pelanggannya agar mendapatkan barang dan jasa yang paling pas dengan kebutuhannya, yang boleh jadi bukan yang termahal yang disediakannya.

"Kejujuran seperti itu akan membuat customer Anda loyal kepada Anda," demikian Kartajaya.  (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012