Samarinda (ANTARA Kaltim) - Bandara Samarinda Baru (BSB) yang siap diresmikan pembangunannya (ground breaking) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Oktober memiliki sejarah panjang, mulai tarik-menarik dengan Pemkab Kutai Kartanegara hingga bermasalah dengan PT Nuansa Cipta Realtindo  (NCR) selaku kontraktor.

Sesungguhnya persiapan pembangunan BSB sudah dimulai sejak 1996, namun saat itu belum bernama BSB, hanya berupa rencana pembangunan bandar udara untuk menggantikan Bandara Temindung yang lokasinya di tengah pemukiman padat penduduk, dengan kondisi lahan sempit, dan sangat rawan.

Setelah sekian lama tahapan itu dilakukan, kemudian Pemkot Samarinda merasa berat melanjutkan karena terkait dengan pendanaan yang besar, sehingga untuk pembangunan bandara kemudian diwacanakan menggandeng Pemkab Kutai Kartanegara atau menjadikan bandara bersama, namun entah mengapa kemudian rencana itu gagal.

Tahun 2004-2005 yang saat itu Wali Kota Samarinda dijabat Achmad Amins, sedangkan Bupati Kutai Kartanegara dijabata Syaukani Hasan Rais, keduanya sempat "bersitegang" karena sama-sama memiliki keinginan kuat untuk membangun bandara di daerah masing-masing.

Untuk bandara di Kabupaten Kutai Kartanegara, lahannya telah dialokasikan di Kecamatan Loa Kulu, sedangkan bandara di Samarinda, lahannya dialokasikan di Kelurahan Sungai Siring yang saat ini telah dilakukan pembangunan BSB.

Setelah polemik dengan Pemkab Kutai Kartanegara berakhir, pembangunan BSB harus menghadapi persoalan baru lagi, yakni berpolemik dengan kontraktornya, PT Nusa Cipta Realtindo sejak 2011 hingga saat ini.

Hingga kini PT NCR menilai bahwa Pemkot Samarinda wanprestasi, yakni tidak memenuhi pembayaran piutang yang wajib dibayar, padahal PT NCR sudah mengerjakan progress pembangunan, sehingga NCR menggugat melalui Badan Abritase.

Sedangkan Pemkot Samarinda tidak mau membayar karena mengacu kepada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sehingga hal ini tidak diterima oleh NCR karena di lokasi proyek, NCR telah melaksanakan pekerjaan berupa tambal kurang yang tidak masuk dalam kontrak, sehingga NCR mengajukan gugatan ke Badan Abritase yang kemudian menang.

Atas kemenangan NCR itu sehingga Pemkot Samarinda harus membayar ke NCR senilai Rp138 miliar. Namun hingga kini polemik itu belum tuntas karena Pemkot Samarinda masih mencari celah, bahkan mencari pengacara agar dapat memenangkan masalah itu sehingga tidak membayar ke NCR.

Kepala Dinas Perhubungan Kaltim H Zairin Zain, mengatakan bahwa pembangunan BSB tetap akan dilanjutkan. Sedangkan masalah yang kini tengah melanda, hal itu tidak berpengaruh sedikitpun pada pekerjaan yang terus dilakukan untuk menuntaskan BSB.

"Masalah yang terjadi antara Pemkot Samarinda dengan pihak NCR itu tidak ada kaitannya dengan penyelesaian BSB karena pembangunannya kini diambil alih provinsi, kami tetap beharap agar masalah ini ditemukan solusi terbaik bagi keduanya," kata Zairin.

Sedangkan tujuan pembangunan BSB ini untuk menggantikan Bandara Temindung Samarinda yang tidak mungkin dapat dikembangkan, karena selain lahannya yang tidak ada juga karena berada di tengah pemukiman penduduk.

Kondisi Bandara Temindung adalah, saat ini memiliki landasan pacu sepanjang 940 x 23 meter, atau hanya dapat didarati pesawat jenis cassa 212, ATR-42 dengan kapasitas terbatas, dan DASH-7 terbatas.

Sebagai gantinya, setelah dilakukan kajian akhirnya Menteri Perhubungan RI pada 18 Maret 2005 menetapkan lokasi bandara sebagai pengganti Bandara Temindung, yakni di Sungai Siring, Kecamatan Samarinda Utara. Lokasi ini ditetapkan dengan SK Menhub Nomor: AU.106/1/21-PHB/2005 tanggal 18 Maret 2005.

Zairin Zain yang didampingi Kepala Bidang Perhubungan Udara, Hasbi melanjutkan bahwa setelah disetujuinya rencana pemindahan Bandara Temindung ke Sungai Siring, kemudian dilaksanakan kegiatan pembangunan tahap persiapan.

Pembangunan tahap persiapan itu adalah, pada tahun anggaran 1995/1996 Pemprov Kaltim mengalokasikan dana senilai Rp1,5 miliar untuk pembebasan lahan seluas 300 hektare.

Kemudian pada 1996 dilakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), RKL, dan RPL. Dilanjutkan dengan pembuatan rencana induk Bandara Sungai Siring oleh Ditjen Perhubungan Udara.

Pada tahun anggaran 1995/1996 melalui Daftar Isian Proyek (DIP) APBN menggulirkan Rp900 juta untuk pekerjaan land clearing (pematangan lahan) seluas 200.000 m2. DIP APBN tahun anggaran 1996/1997 pekerjaan cut and fill Tahap I seluas 225.000 m2 dengan nilai Rp975 juta.

DIP APBN tahun anggaran 1997/1998 untuk pekerjaan cut and fill Tahap II dengan volume 239.204 m3 senilai Rp1,196 miliar. DIP APBD Kaltim tahun anggaran 1998/1999 untuk pembuatan jalan masuk senilai Rp400 juta.

Dilanjutkan dengan fisibility study yang didanai bantuan luar negeri, kemudian pembuatan Detail Enginering Design (DED). Sejak itu kemudian masuk dalam rencana induk Bandara Samarinda Baru (BSB) di Kota Samarinda.

Kemudian diselesaikannya pembuatan dokumen Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) dan dokumen Kawasan Kebisingan. Dilanjutkan dengan perubahan rencana teknik terinci dan penyempurnaan stdudi Amdal.

Dari hasil revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kaltim, lokasi pengganti Bandara Temindung selanjutnya ditetapkan di Kota Samarinda, yakni didasari pada Kepmenhub Nomor 28 tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002, tentang rencana induk Bandara Samarinda Baru di Samarinda.

Setelah itu, diterbitkannya surat Gubernur Kaltim Nomor: 552.2/7273/TU/Dishub/2003, tanggal 5 November 2003 tentang pemindahan Bandara Temindung ke Sungai Siring.

Pada 2005, terbit surat Wali Kota Samarinda kepada Gubernur Kaltim Nomor: 194/L-IVPEMB/KS/2005 tanggal 21 Oktober 2005. Inti isi surat adalah memohon pelimpahan kewenangan pembangunan Bandara Samarinda Baru dari provinsi ke Samarinda.

Surat itu kemudian ditindak lanjuti dengan surat Gubernur Kaltim Nomor: 551/7581/BAPD/Prog, tanggal 31 Agustus 2006 kepada Menteri Perhubungan.

Isi surat gubernur itu intinya menyatakan setuju dan memohon revisi keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KP 223 tahun 2005 tanggal 21 September 2005.

Surat tersebut kemudian dijawab Dirjen Perhubungan Udara melalui surat Nomor: AU.6825/DTBU/1120/XII/2006 tanggal 18 Desember 2006 yang intinya pelimpahan kewenangan dikoordinasikan secara internal di pemerintah daerah Kaltim.

Pada 27 April 2006, Gubernur Kaltim Suwarna AF dan Wali Kota Samarinda Achmad Amins, Dinas Perhubungan, dan Bappeda menghadap Menteri Perhubungan M Hatta Rajasa.

Dalam pertemuan itu Pemprov Kaltim dan Pemkot Samarinda menyatakan tentang keseriusannya dalam pembangunan bandara. Dalam pertemuan itu juga ada permohonan agar Pemkot Samarinda dapat ditunjuk sebagai pelaksana pembangunan bandara.

Selanjutnya terbit surat Menteri Perhubungan RI Nomor: AU/03436/KUM.146/VI/2007 tanggal 15 Juli 2007 perihal pelaksanaan penetapan Bandara Samarinda Baru, telah menyetujui bahwa Samarinda sebagai pelaksana pembangunan bandara di Sungai Siring.

Disusul Keputusan Gubernur Kaltim Nomor: 127/K.401/2007 tanggal 8 Agustus 2007, tentang pelimpahan wewenang pelaksanaan pembangunan Bandara Samarinda Baru di Sungai Siring dari Pemerintah Provinsi Kaltim kepada Pemkot Samarinda.

Setahun sebelumnya dilakukan penandatanganan nota kesepakatan (MoA) antara Pemprov Kaltim, Pemkot Samarinda, dan PT NCR, yakni pada 19 Mei 2006.

Kesepakatannya adalah tentang pembangunan BSB di Sungai Siring Samarinda dengan sistem pelaksanaan tahun jamak (multi years) dengan pola pembiyaan secara voor financering satu tahun, dan tidak berlaku lagi atau diperpanjang karena tidak ditindak lanjuti dengan surat perjanjian kerjasama bersyarat.

Selanjutnya dilakukan kesepakatan bersama antara Pemprov Kaltim dan DPRD Kaltim dengan Pemkot Samarinda dan DPRD Samarinda, yakni tertuang dalam nomor 119/452/Pem. D/VII/2007 dan nomor 108.005/HUB-KS/VII/2007 tanggal 9 Juli 2007, tentang pembiayaan pembangunan BSB.

Isinya adalah biaya pembangunan yang ditanggung oleh Pemkot Samarinda sebesar 40 persen, sedangkan bantuan keuangan APBD Kaltim 60 persen.

Sejak itu, pembangunan BSB dilakukan meski sempat terhenti, namun kini pembangunannya lancar kembali, bahkan ditargetkan pembangunan sisi darat dengan dana Rp690 miliar dari APBD Kaltim secara tahun jamak mulai 2010 hingga 2012 itu, dapat tuntas pada pada 2013.

Pembangunan yang dilakukan dari anggaran itu di antaranya pembentukan lahan, bangunan khusus berupa jalan serta drainase untuk paket satu. Untuk paket dua adalah pembangunan gedung terminal seluas 12.700 m2, pengerjaan lahan parkir seluas 10.000 m2, penyelesaian fasilitas taksi dan bus, serta pembangunan gerbang masuk.

Sedangkan pekerjaan untuk paket tiga berupa pembangunan gedung penunjang seperti hanggar, terminal kargo, dan sejumlah rumah dinas, kantor serta fasilitas lain pendukungnya.

Dia merinci, untuk paket satu dianggarkan dari APBD Kaltim senilai Rp330 miliar, kemudian pada paket dua digulirkan sebesar Rp220 miliar.

Sedangkan untuk paket tiga yang merupakan fasilitas penunjang, bangunannya terdiri dari perkantoran, tower, genset dengan rincian 11 item paket pekerjaan dengan dana Rp140 miliar, sehingga total anggaran hingga 2012 senilai Rp690 miliar untuk ketiga paket tersebut.  (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012