Sejumlah kejanggalan ditemukan penyidik dan manajemen PT Hotel Bahtera Jaya Abadi (Hotel Bahtera) saat menelusuri putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Surabaya atas perusahaan pengelola dua hotel di Balikpapan, Kalimantan Timur tersebut.
 

Seperti diketahui, Hotel Bahtera dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya lewat putusan Nomor 17/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Sby. Keputusan pengadilan tersebut jatuh sebab 3 orang yang mengaku kreditor atau pemberi pinjaman kepada Hotel Bahtera, yaitu atas nama Yongki, Suhendra Winata, dan Ari Ginanjar Wibowo melaporkan bahwa piutang mereka sebesar seluruhnya Rp7 miliar sudah jatuh tempo namun Hotel Bahtera menolak untuk membayar.

Dengan dijadikan pailit maka aset perusahaan dicairkan dan digunakan untuk membayar utang-utang tersebut.

“Yang pertama, pembukuan kami tidak pernah mencatatkan ada utang sebesar Rp7 miliar ini,” kata Jesie Kwan dari manajemen Hotel Bahtera. Apalagi, dalam sidang disebutkan uang tersebut diserahkan secara tunai oleh Yongki dan Ari Ginanjar sebesar Rp2 miliar dan Rp5 miliar dengan memperlihatkan bukti-bukti kwitansi.

“Apalagi uangnya diserahkan secara tunai. Saya tidak bisa membayangkan uang Rp2 miliar, lalu kemudian Rp5 miliar diserahkan secara tunai di masa sekarang ini. Kenapa tidak lewat transfer saja?” timpal Agus Amri, pengacara Hotel Bahtera dari Agus Amri and Affiliates.

Ketika dicoba dihubungi untuk klarifikasi, para kreditor ini tidak merespon. Menurut Jesie itu di luar kewajaran, sebab mestinya kreditor mudah dihubungi. Bahkan sampai mengajukan ke pengadilan untuk mendapatkan pembayaran hutangnya, tapi ketika dihubungi balik, malah tidak bisa.

“Yang kedua, semua surat pemberitahuan dan panggilan untuk sidang dialamatkan ke ruko De Royale di Balikpapan Regency, tetapi kemudian surat-surat dari kurator, dialamatkan dan dikirim ke Jalan Jenderal Sudirman Nomor 2,” lanjut Jesie.  

Kurator adalah orang yang ditunjuk pengadilan untuk mengamankan harta debitur setelah dipailitkan.

Kwan menjelaskan, bahwa alamat Hotel Bahtera hanya satu saja, yaitu di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 2, Klandasan, Balikpapan. Semua urusan resmi perusahaan, termasuk surat-menyurat dengan para pihak, menggunakan alamat di Klandasan tersebut.

“Mestinya kan kalau konsisten, surat-surat berkenaan dengan pembekuan aset segala macam, ya dikirimkan alamat di ruko De Royale juga. Mestinya begitu kan,” kata Kwan lagi.

Namun, menurut Kwan, sejak putusan dijatuhkan awal September, kurator melakukan tugasnya dan menyurati manajemen Hotel Bahtera. Kali ini surat-surat dikirim ke alamat yang benar, yaitu  ke Jalan Sudirman Nomor 2.

“Itu kan tidak masuk akal. Ketika sidang sedang berjalan, kami tidak tahu sama sekali karena surat dikirim ke alamat yang salah. Lalu ketika sudah jatuh putusan, kami diberi tahu kami sudah pailit dan aset dikuasai kurator, dan kali ini alamat surat pemberitahuannya benar,” kata Kwan lagi. 

Untung saja, lanjutnya, karena hubungan baik dengan perbankan dan sejumlah fakta,  upaya kurator menguasai aset terhalang. Pihaknya segera mengambil langkah kasasi ke Mahkamah Agung sebagai perlawanan dan meminta perlindungan hukum kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. 
 

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020