Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis memanggil Anggota DPRD Kabupaten Kutai Timur dari Fraksi PPP Ramadhani dalam penyidikan kasus suap terkait pekerjaan infrastruktur di Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur Tahun 2019-2020.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ISM (Ismunandar/Bupati Kutai Timur nonaktif) di Mapolresta Samarinda, 10 September," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
KPK juga memanggil 10 saksi lainnya untuk tersangka Ismunandar. Pemeriksaan juga digelar di Mapolresta Samarinda, Kota Samarinda.
Mereka yang diperiksa, yaitu PPK pada Cipta Karya Dinas PU Kutai Timur Rudy Ramadhan, Kasubbid Pengkajian Pembangunan Daerah Bappeda Kutai Timur Ahmad Firdaus, Kasubbag Pengelolaan PBJ ULP Kutai Timur Irwan Iskandar, Kabag ULP Kutai Timur Noviari Noor, Kabid Aset BPKAD Kutai Timur Supartono.
Selanjutnya, PPTK BPKAD Kutai Timur Yanu Tri Sugiarto, Komisaris CV Bulanta Sesthy Saring Bumbungan serta tiga saksi dari unsur swasta masing-masing Hendra Ekayana, Hadijah, dan Herianto Dawang.
Selain Ismunandar, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya, yaitu empat tersangka penerima suap lainnya, yaitu Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria (EU) yang juga istri Ismunandar, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutai Timur Musyaffa (MUS), Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutai Timur Suriansyah (SUR), dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kutai Timur Aswandini (ASW).
Kemudian dua tersangka pemberi suap, yakni Aditya Maharani (AM) selaku kontraktor, dan Deky Aryanto (DA) selaku rekanan.
Dalam tangkap tangan kasus tersebut, ditemukan uang tunai sebesar Rp170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp4,8 miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 miliar.
Penerimaan sejumlah uang tersebut diduga karena Ismunandar selaku bupati menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran dan Encek selaku Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait dengan pekerjaan di pemkab setempat.
Musyaffa selaku kepercayaan Bupati juga melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Pekerjaan Umum di Kutai Timur.
Sementara itu, Suriansyah selaku Kepala BPKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan. Selanjutnya, Aswandini selaku kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang.
Dalam konstruksi perkara juga disebutkan terdapat penerimaan uang Tunjangan Hari Raya (THR) dari Aditya masing-masing Rp100 juta untuk Ismunandar, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini pada 19 Mei 2020 serta transfer ke rekening bank atas nama Aini senilai Rp125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar pada Pilkada 2020.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ISM (Ismunandar/Bupati Kutai Timur nonaktif) di Mapolresta Samarinda, 10 September," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
KPK juga memanggil 10 saksi lainnya untuk tersangka Ismunandar. Pemeriksaan juga digelar di Mapolresta Samarinda, Kota Samarinda.
Mereka yang diperiksa, yaitu PPK pada Cipta Karya Dinas PU Kutai Timur Rudy Ramadhan, Kasubbid Pengkajian Pembangunan Daerah Bappeda Kutai Timur Ahmad Firdaus, Kasubbag Pengelolaan PBJ ULP Kutai Timur Irwan Iskandar, Kabag ULP Kutai Timur Noviari Noor, Kabid Aset BPKAD Kutai Timur Supartono.
Selanjutnya, PPTK BPKAD Kutai Timur Yanu Tri Sugiarto, Komisaris CV Bulanta Sesthy Saring Bumbungan serta tiga saksi dari unsur swasta masing-masing Hendra Ekayana, Hadijah, dan Herianto Dawang.
Selain Ismunandar, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya, yaitu empat tersangka penerima suap lainnya, yaitu Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria (EU) yang juga istri Ismunandar, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutai Timur Musyaffa (MUS), Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutai Timur Suriansyah (SUR), dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kutai Timur Aswandini (ASW).
Kemudian dua tersangka pemberi suap, yakni Aditya Maharani (AM) selaku kontraktor, dan Deky Aryanto (DA) selaku rekanan.
Dalam tangkap tangan kasus tersebut, ditemukan uang tunai sebesar Rp170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp4,8 miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 miliar.
Penerimaan sejumlah uang tersebut diduga karena Ismunandar selaku bupati menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran dan Encek selaku Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait dengan pekerjaan di pemkab setempat.
Musyaffa selaku kepercayaan Bupati juga melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Pekerjaan Umum di Kutai Timur.
Sementara itu, Suriansyah selaku Kepala BPKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan. Selanjutnya, Aswandini selaku kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang.
Dalam konstruksi perkara juga disebutkan terdapat penerimaan uang Tunjangan Hari Raya (THR) dari Aditya masing-masing Rp100 juta untuk Ismunandar, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini pada 19 Mei 2020 serta transfer ke rekening bank atas nama Aini senilai Rp125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar pada Pilkada 2020.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020