Anggota DPR RI Dapil Provinsi Kalimantan Timur Hetifah Sjaifudian minta pemerintah memperhatikan kesejahteraan atlet baik yang masih aktif maupun yang purna, karena mereka melakukan yang terbaik untuk mengharumkan nama negara dari prestasi yang telah dipersembahkan.
"Kemarin Panitia Kerja UU Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Komisi X DPR RI beserta para mantan atlet, pakar olahraga, dan BPJS Ketenagakerjaan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum. Saya yang hadir dalam pembahasan ini menekankan pentingnya kesejahteraan atlet," ujar Hetifah dihubungi dari Samarinda, Kamis.
Menurutnya, atlet dan pelatih sebagai pahlawan bangsa telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk mencetak prestasi bagi negara, sehingga sudah sepatutnya para pelatih dan atlet, baik yang juara maupun yang belum, tetap memperoleh penghargaan dan fasilitas dari negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Namun, lanjutnya, beberapa pasal dalam Undang Undang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN) Tahun 2005 dinilai masih belum mengakomodir penghargaan dan kesejahteraan atlet maupun pelatih secara menyeluruh.
Ia juga mengaku memperoleh informasi dari beberapa pihak, utamanya dari atlet Provinsi Kaltim bahwa tidak ada perbedaan honor antara atlet Kaltim yang juara 1, 2, dan juara 3, sehingga RUU SKN harus dapat mengatur pendataan atlet dan pelatih yang dapat diakses sejumlah pihak.
Sejumlah pihak yang dapat mengakses data tersebut adalah mulai dari tingkat pusat hingga daerah, yakni mulai dari Kemenpora, Dispora Provinsi Kaltim, Dispora Kota, Koni Pusat, Koni cabang, hingga atlet itu sendiri.
Menurutnya, data tersebut harus lengkap dari berbagai lapisan, tidak sebatas daftar atlet dan pelatih Pelatnas, namun juga atlet dan pelatih Pelatda. Bukan hanya atlet Pelatda lapis satu, namun juga lapis dua dan tiga. Bahkan kalau perlu, pendataan ini dilakukan berjenjang sejak atlet masih di tingkat PPLP.
Ia juga mengusulkan adanya sistem validasi berupa dokumentasi akreditasi maupun sertifikat atlet. Seperti di pembahasan mengenai sertifikasi guru yang juga pernah dibahas di Komisi X DPR RI.
"Saya rasa dalam RUU SKN ini perlu adanya pasal atau butir yang mengatur sistem sertifikasi dan akreditasi para atlet maupun pelatih secara lebih detail. Sertifikasi ini selanjutnya dapat berfungsi sebagai dokumen validasi untuk mengakses seluruh fasilitas kesejahteraan mereka," ucap Wakil Ketua Komisi X DPR RI ini.
Hetifah melanjutkan, dalam rapat dengar pendapat Panitia Kerja UU SKN tersebut melibatkan sejumlah pihak seperti para mantan atlet dan pakar olahraga. Hadir secara fisik dan virtual dalam dengar pendapat itu antara lain Agus Susanto (Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan), Prof Dr Soegiyanto (Pakar Olahraga Unnes), Hermensen Ballo (Mantan atlet tinju/pertina), Farid Sungkar (pemerhati Olahraga Otomotif), dan Chris John (mantan Petinju).
Chris John yang dikenal sebagai legenda tinju nasional ini menceritakan nasib para mantan atlet tinju, yakni ketika masih menjadi atlet, kesejahteraannya cukup terjaga baik dari segi upah maupun fasilitas kesehatan.
Namun ketika masa karir petinju habis, banyak yang nasibnya kurang baik. Para atlet nasional ini berakhir menjadi penjaga malam atau penjaga diskotek, sehingga pemerintah diminta memperhatikan, minimal bantuan kesehatan setelah para atlet tersebut pensiun.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020
"Kemarin Panitia Kerja UU Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Komisi X DPR RI beserta para mantan atlet, pakar olahraga, dan BPJS Ketenagakerjaan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum. Saya yang hadir dalam pembahasan ini menekankan pentingnya kesejahteraan atlet," ujar Hetifah dihubungi dari Samarinda, Kamis.
Menurutnya, atlet dan pelatih sebagai pahlawan bangsa telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk mencetak prestasi bagi negara, sehingga sudah sepatutnya para pelatih dan atlet, baik yang juara maupun yang belum, tetap memperoleh penghargaan dan fasilitas dari negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Namun, lanjutnya, beberapa pasal dalam Undang Undang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN) Tahun 2005 dinilai masih belum mengakomodir penghargaan dan kesejahteraan atlet maupun pelatih secara menyeluruh.
Ia juga mengaku memperoleh informasi dari beberapa pihak, utamanya dari atlet Provinsi Kaltim bahwa tidak ada perbedaan honor antara atlet Kaltim yang juara 1, 2, dan juara 3, sehingga RUU SKN harus dapat mengatur pendataan atlet dan pelatih yang dapat diakses sejumlah pihak.
Sejumlah pihak yang dapat mengakses data tersebut adalah mulai dari tingkat pusat hingga daerah, yakni mulai dari Kemenpora, Dispora Provinsi Kaltim, Dispora Kota, Koni Pusat, Koni cabang, hingga atlet itu sendiri.
Menurutnya, data tersebut harus lengkap dari berbagai lapisan, tidak sebatas daftar atlet dan pelatih Pelatnas, namun juga atlet dan pelatih Pelatda. Bukan hanya atlet Pelatda lapis satu, namun juga lapis dua dan tiga. Bahkan kalau perlu, pendataan ini dilakukan berjenjang sejak atlet masih di tingkat PPLP.
Ia juga mengusulkan adanya sistem validasi berupa dokumentasi akreditasi maupun sertifikat atlet. Seperti di pembahasan mengenai sertifikasi guru yang juga pernah dibahas di Komisi X DPR RI.
"Saya rasa dalam RUU SKN ini perlu adanya pasal atau butir yang mengatur sistem sertifikasi dan akreditasi para atlet maupun pelatih secara lebih detail. Sertifikasi ini selanjutnya dapat berfungsi sebagai dokumen validasi untuk mengakses seluruh fasilitas kesejahteraan mereka," ucap Wakil Ketua Komisi X DPR RI ini.
Hetifah melanjutkan, dalam rapat dengar pendapat Panitia Kerja UU SKN tersebut melibatkan sejumlah pihak seperti para mantan atlet dan pakar olahraga. Hadir secara fisik dan virtual dalam dengar pendapat itu antara lain Agus Susanto (Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan), Prof Dr Soegiyanto (Pakar Olahraga Unnes), Hermensen Ballo (Mantan atlet tinju/pertina), Farid Sungkar (pemerhati Olahraga Otomotif), dan Chris John (mantan Petinju).
Chris John yang dikenal sebagai legenda tinju nasional ini menceritakan nasib para mantan atlet tinju, yakni ketika masih menjadi atlet, kesejahteraannya cukup terjaga baik dari segi upah maupun fasilitas kesehatan.
Namun ketika masa karir petinju habis, banyak yang nasibnya kurang baik. Para atlet nasional ini berakhir menjadi penjaga malam atau penjaga diskotek, sehingga pemerintah diminta memperhatikan, minimal bantuan kesehatan setelah para atlet tersebut pensiun.
Editor : Rahmad
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020