Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Perairan perbatasan antara Indonesia, Malaysia dan Filipina di utara Kalimantan Timur rawan terjadi kasus penyusupan akibat minimnya patroli yang dilakukan oleh petugas di kawasan itu.

"Hasil pemantauan kami belum lama ini, kondisinya memang demikian," ujar anggota Komisi I (Bidang Pemerintahan dan Keamanan) DPRD Kaltim Saifuddin DJ di Samarinda, Kamis.

Belum lama ini, sejumlah anggota DPRD Kaltim mengungjungi pulau terluar Indonesia di kawasan utara Kaltim, yakni Pulau Sambit yang berbatasan langsung dengan Filipina dan Malaysia timur itu.

"Kami mendapatkan informasi bahwa patroli aparat kita di perairan laut perbatasan hanya sekali dalam sebulan, artinya ada 29 hari di mana wilayah kita bisa dimasuki orang asing, bisa nelayan negara lain, bisa jadi juga teroris," katanya menambahkan.

Kunjungan Komisi I ke Pulau Sambit dipimpin Sekretaris Komisi I, Syaparudin serta sejumlah anggotanya diikuti anggotanya, yakni Saifuddin DJ, H Gunawarman dan H Rakhmat Majid Gani.

Menurut politisi Partai Gerindra ini, di Pulau Sambit hanya ada dua orang petugas dari Kementerian Perhubungan yang menjaga menara suar di pulau terluar itu.

"Mereka kasihan. Hidup hanya berdua saja di pulau terpencil tersebut, tanpa mempunyai alat transportasi. Tunjangan mereka masing-masing hanya Rp200 ribu per bulan. Pemerintah pusat seharusnya memperhatikan nasib mereka," kata Saifuddin.

Sedangkan Sekretaris Komisi I, Syaparudin mengatakan untuk menjaga perairan perbatasan pemerintah provinsi Kaltim melalui SKPD terkait perlu memikirkan membeli satu unit kapal patroli laut yang pengoperasiannya dapat dikerjasamakan dengan TNI Angkatan Laut.

Selain itu, untuk menjaga pulau dari abrasi, di sekelilingnya perlu dibangun penahan gelombang sehingga areal pulau tidak terus menyusut digerus ombak.

"Masalah ini harus mendapat perhatian serius Pemprov Kaltim," kata Syaparudin.

Terkait dengan pengembangan wisata di Pulau Maratua, Komisi I meminta Pemprov Kaltim serius menyelesaikan pembangunan Bandara di Pulau Maratua.

"Masalahnya akses laut ke Maratua seringkali dihambat gelombang besar, sehingga satu-satunya jalan ya melalui udara," kata Syaparudin. (*)

Pewarta: Arumanto

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012