Bank Indonesia memperhitungkan dalam keadaan terburuk sebab wabah COVID-19, ekonomi Balikpapan masih tumbuh dalam kisaran 0,3–0,8 persen hingga akhir tahun 2020.
“Pada perhitungan kami, itu akan terjadi bila kilang Pertamina berhenti beroperasi, dan proyek RDMP juga terganggu kelanjutannya,” papar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Bimo Epyanto, Rabu.
Apalagi bila Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan dalam jangka waktu lebih dari sebulan.
Tiga hal itulah yang menjadi sebab utama pertumbuhan ekonomi hingga di level tersebut.
Segala sesuatunya masih berjalan, namun dengan penuh keterbatasan.
Banyak rencana bisnis ditunda, atau dijadwal ulang, atau bahkan dibatalkan.
Banyak usaha yang masih berjalan menurunkan kapasitas agar bisa menghemat dan bertahan.
Dengan memperhitungkan hal terburuk tersebut, Pemerintah Kota dapat mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi secara sosial, ekonomi, hingga keamanan.
Di dalam APBD Balikpapan, misalnya, disiapkan bantuan sosial untuk masyarakat yang terdampak, dan benar-benar rinci memperhitungkan segala risiko bila menerapkan PSBB.
Meski sejumlah aktivitas dibatasi untuk mencegah penyebaran wabah, Kilang Refinery Unit (RU) V terus berproduksi sementara pekerja menerapkan protokol COVID-19.
RU V dikelola Pertamina. Saat ini kilang membuat produk-produk bahan bakar dan gas hingga 260 ribu barel per hari.
Jenis gasoline seperti premium, pertamax, dan pertalite, juga bahan bakar jenis solar seperti pertadex dan dexlite diproduksi di Kilang RU V ini. BBM produksi RU V dikirim untuk memenuhi kebutuhan migas Indonesia Tengah dan Timur.
Saat ini juga tengah berlangsung proyek Refinery Development Masterplan Program atau proyek pengembangan kilang, dalam hal ini terutama penambahan kapasitas produksi.
Bila selesai nanti, Kilang Balikpapan akan memiliki kapasitas produksi 360 ribu barel minyak per hari. Ribuan orang terlibat dalam pembangunan kilang tersebut.
Di sisi lain, menurut Bimo, Bank Indonesia tidak mengkhawatirkan inflasi.
“Sebab selama masa itu, permintaan masyarakat dipastikan juga menurun,” jelasnya.
Sekarang ini, bahkan ketiga hal yang jadi prasyarat tersebut tidak atau belum terjadi, BI Balikpapan mencatatkan terjadinya deflasi 0,07 persen di bulan April 2020.
Penyebabnya harga daging ayam ras, juga harga tiket pesawat udara yang turun sebab berkurangnya aktivitas masyarakat karena larangan berpergian sebab COVID-19.
Pada perkembangan terakhir, malah tidak ada lagi harga tiket karena tidak ada penerbangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020