Tanjung Redeb (ANTARA News Kaltim) - Ketua DPRD Berau Ir Hj Elita Herlina meminta Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (KP2KB) setempat untuk memaksimalkan pelayanan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Sejauh ini korban KDRT masih banyak yang belum paham terhadap perlindungan yang mereka terima. Banyak program yang perlu dilaksanakan oleh instansi ini dalam membendung kasus KDRT di Berau," kata Elita di Tanjung Redeb, Kamis.
Politikus dari Partai Golkar itu menyebutkan bahwa perlunya sosialisasi mengenai keberadaan posko pengaduan bagi korban dan penempatan SDM yang tepat untuk mediator bagi korban.
Sebab, ujarnya, banyak yang belum mengetahui adanya posko pengaduan KDRT, sehingga korban kebanyakan tidak mengadukan, karena tidak tahu harus mengadu ke mana selain ke polisi.
KP2KB, katanya, diharapkan mampu memberikan pelayanan lebih terhadap korban berupa perlindungan, pendampingan dan solusi yang terbaik kepada korban KDRT yang mengadu.
Hal itu, ujar Elita, yang membuat angka KDRT pada data Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (KP2KB) masih rendah, padahal tidak sedikit KDRT ditangani oleh kepolisian.
Kasus KDRT tidak sedikit dilaporkan ke polisi kemudian mentah kembali setelah laporan dicabut korban dengan pertimbangan lain.
"Sebelum ditangani polisi memang ada baiknya jika peran kantor pemberdayaan perempuan lebih dulu dikedepankan, melalui mediasi sambil memberikan waktu kepada kedua pihak," katanya.
Kepala KP2KB Berau Wiyati SE mengatakan telah melakukan jalinan kerja sama dengan petugas unit pelayanan terpadu Polres Berau.
Delik aduan KDRT memang selalu ke polisi dan ditangani secara professional berdasarkan UU namun kini kasus tersebut setelah diterima polisi langsung dikoordinasikan dengan KP2KB untuk ikut berperan dalam mencarikan solusi bagi pihak terkait melalui mediasi.
Korban KDRT mengaku bahwa cukup terbantu sejak Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang diketuai Sri Marawiyah Makmur berdiri di Berau pada 2001.
Data KP2KB 2009 tercatat ada 10 kasus KDRT, pada 2010 sebanyak 7 kasus, dan 2011 sebanyak 28 kasus. Adanya peningkatan tersebut, menurut Wiyati, merupakan salah satu indikasi pemahaman korban ke mana harus melapor.
Dari data 2011 sebanyak 28 kasus KDRT itu, 18 di antaranya merupakan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Sementara kasus KDRT murni disebutkan dari 28 kasus tersebut empat kasus di antaranya dapat diselesaikan secara damai melalui mediasi. Selebihnya ditangani petugas unit pelayanan terpadu sesuai hukum berlaku. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
"Sejauh ini korban KDRT masih banyak yang belum paham terhadap perlindungan yang mereka terima. Banyak program yang perlu dilaksanakan oleh instansi ini dalam membendung kasus KDRT di Berau," kata Elita di Tanjung Redeb, Kamis.
Politikus dari Partai Golkar itu menyebutkan bahwa perlunya sosialisasi mengenai keberadaan posko pengaduan bagi korban dan penempatan SDM yang tepat untuk mediator bagi korban.
Sebab, ujarnya, banyak yang belum mengetahui adanya posko pengaduan KDRT, sehingga korban kebanyakan tidak mengadukan, karena tidak tahu harus mengadu ke mana selain ke polisi.
KP2KB, katanya, diharapkan mampu memberikan pelayanan lebih terhadap korban berupa perlindungan, pendampingan dan solusi yang terbaik kepada korban KDRT yang mengadu.
Hal itu, ujar Elita, yang membuat angka KDRT pada data Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (KP2KB) masih rendah, padahal tidak sedikit KDRT ditangani oleh kepolisian.
Kasus KDRT tidak sedikit dilaporkan ke polisi kemudian mentah kembali setelah laporan dicabut korban dengan pertimbangan lain.
"Sebelum ditangani polisi memang ada baiknya jika peran kantor pemberdayaan perempuan lebih dulu dikedepankan, melalui mediasi sambil memberikan waktu kepada kedua pihak," katanya.
Kepala KP2KB Berau Wiyati SE mengatakan telah melakukan jalinan kerja sama dengan petugas unit pelayanan terpadu Polres Berau.
Delik aduan KDRT memang selalu ke polisi dan ditangani secara professional berdasarkan UU namun kini kasus tersebut setelah diterima polisi langsung dikoordinasikan dengan KP2KB untuk ikut berperan dalam mencarikan solusi bagi pihak terkait melalui mediasi.
Korban KDRT mengaku bahwa cukup terbantu sejak Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang diketuai Sri Marawiyah Makmur berdiri di Berau pada 2001.
Data KP2KB 2009 tercatat ada 10 kasus KDRT, pada 2010 sebanyak 7 kasus, dan 2011 sebanyak 28 kasus. Adanya peningkatan tersebut, menurut Wiyati, merupakan salah satu indikasi pemahaman korban ke mana harus melapor.
Dari data 2011 sebanyak 28 kasus KDRT itu, 18 di antaranya merupakan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Sementara kasus KDRT murni disebutkan dari 28 kasus tersebut empat kasus di antaranya dapat diselesaikan secara damai melalui mediasi. Selebihnya ditangani petugas unit pelayanan terpadu sesuai hukum berlaku. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012