Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Peneliti Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman Samarinda, Kalimantan Timur, Yaya Rayadin menyatakan, proses hukum kasus pembantaian Orangutan Kalimantan (pongo pygmaeus morio) harus tuntas.
"Saya tidak melihat berapa tahun vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa, namun yang lebih penting, proses hukum terkait pembantaian orangutan tersebut harus tuntas," ungkap Yaya Rayadin, menanggapi tuntutan satu tahun penjara kepada empat terdakwa pembantaian orangutan di Pengadilan Negeri Tenggarong, Kutai Kartanegara, Rabu.
Yaya Rayadin yang juga menjadi saksi ahli pada persidangan tersebut menilai, kasus pembantaian orangutan yang berlangsung di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara periode 2008 hingga 2010 dilakukan secara terstruktural.
"Kasus pembantaian orangutan itu tidak dilakukan oleh individu tetapi saya melihat terkoordinir sebab ada eksekutor di lapangan, ada yang membayar dan yang memerintahkan. Namun, yang diseret ke meja hijau hanya pelaku di lapangan sementara pihak perusahaan tidak mendapatkan sanksi," katanya.
"Saya juga tidak setuju jika perusahaan itu ditutup sebab itu menyangkut kepentingan orang banyak tetapi perusahaan harus mendapat sanksi, minimal sanksi administratif untuk menjadi pembelajaran bagi perusahaan lain agar tidak terjadi pembantaian terhadap satwa langka yang sudah nyaris punah itu, " tuturnya.
Secara politis, lanjut Yaya, pihak perusahaan sudah mendapat sanksi dari masyarakat namun itu belum cukup sebab semestinya harus ada tindakan kongkrit dari pemerintah.
Doktor Ekologi dan Konservasi Satwa Liar itu juga menilai, masih minimnya perhatian pemerintah terhadap upaya konservasi orangutan.
"Semestinya, kasus pembantaian orangutan di Desa Puan Cepak menjadi pembelajaran dan pemerntah seharusnya mengambil langkah, bukan hanya memberikan sanksi tetapi melakukan pendampingan kepada perusahaan," kata dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman tersebut.
Kasus pembantaian orangutan di kawasan perusahaan perkebunan sawit PT KAM di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara itu terungkap pada November 2011.
Polisi yang awalnya mengalami kesulitan mengungkap pembantaian orangutan tersebut akibat minimnya bukti, walaupun akhirnya menetapkan lima tersangka setelah ditemukan foto dan kerangka orangutan yang diduga hasil pembantaian.
Kasus pembantaian orangutan tersebut saat ini sudah dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Tenggarong, Kutai Kartanegara dengan mendudukkan empat terdakwa masing-masing dua pelaku pembantaian yakni, Imam Muhtarom dan Mujianto serta dari manajemen PT KAM, Puah Chuan yang menjabat sebagai Senior Estate Manager Divisi Tengah dan Widiantoro sebagai Asisten Kepala Divisi Selatan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
"Saya tidak melihat berapa tahun vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa, namun yang lebih penting, proses hukum terkait pembantaian orangutan tersebut harus tuntas," ungkap Yaya Rayadin, menanggapi tuntutan satu tahun penjara kepada empat terdakwa pembantaian orangutan di Pengadilan Negeri Tenggarong, Kutai Kartanegara, Rabu.
Yaya Rayadin yang juga menjadi saksi ahli pada persidangan tersebut menilai, kasus pembantaian orangutan yang berlangsung di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara periode 2008 hingga 2010 dilakukan secara terstruktural.
"Kasus pembantaian orangutan itu tidak dilakukan oleh individu tetapi saya melihat terkoordinir sebab ada eksekutor di lapangan, ada yang membayar dan yang memerintahkan. Namun, yang diseret ke meja hijau hanya pelaku di lapangan sementara pihak perusahaan tidak mendapatkan sanksi," katanya.
"Saya juga tidak setuju jika perusahaan itu ditutup sebab itu menyangkut kepentingan orang banyak tetapi perusahaan harus mendapat sanksi, minimal sanksi administratif untuk menjadi pembelajaran bagi perusahaan lain agar tidak terjadi pembantaian terhadap satwa langka yang sudah nyaris punah itu, " tuturnya.
Secara politis, lanjut Yaya, pihak perusahaan sudah mendapat sanksi dari masyarakat namun itu belum cukup sebab semestinya harus ada tindakan kongkrit dari pemerintah.
Doktor Ekologi dan Konservasi Satwa Liar itu juga menilai, masih minimnya perhatian pemerintah terhadap upaya konservasi orangutan.
"Semestinya, kasus pembantaian orangutan di Desa Puan Cepak menjadi pembelajaran dan pemerntah seharusnya mengambil langkah, bukan hanya memberikan sanksi tetapi melakukan pendampingan kepada perusahaan," kata dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman tersebut.
Kasus pembantaian orangutan di kawasan perusahaan perkebunan sawit PT KAM di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara itu terungkap pada November 2011.
Polisi yang awalnya mengalami kesulitan mengungkap pembantaian orangutan tersebut akibat minimnya bukti, walaupun akhirnya menetapkan lima tersangka setelah ditemukan foto dan kerangka orangutan yang diduga hasil pembantaian.
Kasus pembantaian orangutan tersebut saat ini sudah dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Tenggarong, Kutai Kartanegara dengan mendudukkan empat terdakwa masing-masing dua pelaku pembantaian yakni, Imam Muhtarom dan Mujianto serta dari manajemen PT KAM, Puah Chuan yang menjabat sebagai Senior Estate Manager Divisi Tengah dan Widiantoro sebagai Asisten Kepala Divisi Selatan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012