Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku telah lama memikirkan konsep Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) yang terdapat di beberapa pulau ter depan dan ter luar Nusantara, sejak menjadi pengusaha perikanan.
"SKPT sudah saya buat (konsepnya) sejak 2001, saat saya masih menjadi pengusaha perikanan," kata Menteri Susi saat memberikan sambutan dalam acara peresmian 16 kegiatan prioritas kelautan dan perikanan di Jakarta, Kamis.
Dalam acara peresmian tersebut, Menteri Susi juga melakukan sambungan video jarak jauh dan meresmikan secara simbolis sejumlah SKPT yang termasuk kegiatan prioritas yaitu SKPT Sebatik, SKPT Merauke, SKPT Morotai, SKPT Talaud, SKPT Biak dan SKPT Mimika.
Menurut Susi, SKPT dibuat karena pulau-pulau terluar NKRI merupakan hal yang sangat strategis serta penting sekali untuk keamanan bangsa dan negara, apalagi sekitar 70 persen dari wilayah Indonesia adalah lautan.
Menteri Kelautan dan Perikanan mengungkapkan, sebenarnya dirinya menginginkan di sebanyak 111 pulau terluar, di setiap pulau tersebut juga terbangun SKPT di setiap pulau tersebut.
Sekarang ini, ujar dia, baru terbangun sebanyak 12 SKPT, dan diharapkan setiap tahunnya akan terbangun SKPT yang bermunculan hingga di sebanyak 5-10 pulau per tahun.
"Pulau ter depan harus menjadi kegiatan sentra ekonomi dan pertahanan kita," kata Susi Pudjiastuti.
"Pekerjaan rumah" sekarang terkait SKPT, lanjutnya, adalah membuka akses yang memadai sebagai sarana untuk melakukan ekspor komoditas perikanan.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah melakukan sosialisasi berbagai regulasi di bidang perizinan pengelolaan ruang laut dalam rangka mendorong semakin banyaknya berbagai pihak yang berinvestasi di sektor kelautan Nusantara.
Staf Ahli Menteri Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut KKP Aryo Hanggono dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, menyatakan, sebagai dasar hukum untuk memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, telah diundangkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24 Tahun 2019 tentang Izin Lokasi Perairan dan Izin Pengelolaan Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Juga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 25 Tahun 2019 tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
"Berbagai regulasi penting agar pemanfaatan yang dilakukan sesuai dengan daya dukung lingkungan, dapat meningkatkan manfaat lahan baik dari segi ekonomi, lingkungan, dan sosial, serta menjaga kehidupan dan penghidupan nelayan," kata Aryo Hanggono.
Untuk itu, ujar dia, dibutuhkan penataan ruang laut secara komprehensif dan terpadu dengan menyinergikan pemanfaatan ekonomi dan perlindungan (konservasi) sumber daya laut.
Aryo menyebutkan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut (PP RTRL) merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan sebagai payung hukum rencana tata ruang laut nasional di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi.
Sementara itu, Sekretaris Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Agus Dermawan menyampaikan bahwa untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, harus dimulai dengan menjadikan Indonesia sebagai negara yang dapat memanfaatkan laut secara mandiri dan bertanggung jawab.
"Pengelolaan ruang laut yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian dilakukan untuk melindungi sumber daya dan lingkungan serta untuk memanfaatkan potensi sumber daya atau kegiatan di wilayah laut yang berskala nasional dan internasional," ujar Agus Dermawan.
Menurut Agus, penetapan PP RTRL dan beberapa peraturan perizinan pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil dalam pembangunan kelautan ke depan dan menjadikan laut masa depan bangsa sangat jelas pijakannya.
Ia juga mengingatkan bahwa penataan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan terluar merupakan salah satu fokus pelaksanaan misi KKP, yaitu kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan. "Payung hukum tersebut bertujuan menjaga kedaulatan NKRI di pulau-pulau kecil dan terluar," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019
"SKPT sudah saya buat (konsepnya) sejak 2001, saat saya masih menjadi pengusaha perikanan," kata Menteri Susi saat memberikan sambutan dalam acara peresmian 16 kegiatan prioritas kelautan dan perikanan di Jakarta, Kamis.
Dalam acara peresmian tersebut, Menteri Susi juga melakukan sambungan video jarak jauh dan meresmikan secara simbolis sejumlah SKPT yang termasuk kegiatan prioritas yaitu SKPT Sebatik, SKPT Merauke, SKPT Morotai, SKPT Talaud, SKPT Biak dan SKPT Mimika.
Menurut Susi, SKPT dibuat karena pulau-pulau terluar NKRI merupakan hal yang sangat strategis serta penting sekali untuk keamanan bangsa dan negara, apalagi sekitar 70 persen dari wilayah Indonesia adalah lautan.
Menteri Kelautan dan Perikanan mengungkapkan, sebenarnya dirinya menginginkan di sebanyak 111 pulau terluar, di setiap pulau tersebut juga terbangun SKPT di setiap pulau tersebut.
Sekarang ini, ujar dia, baru terbangun sebanyak 12 SKPT, dan diharapkan setiap tahunnya akan terbangun SKPT yang bermunculan hingga di sebanyak 5-10 pulau per tahun.
"Pulau ter depan harus menjadi kegiatan sentra ekonomi dan pertahanan kita," kata Susi Pudjiastuti.
"Pekerjaan rumah" sekarang terkait SKPT, lanjutnya, adalah membuka akses yang memadai sebagai sarana untuk melakukan ekspor komoditas perikanan.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah melakukan sosialisasi berbagai regulasi di bidang perizinan pengelolaan ruang laut dalam rangka mendorong semakin banyaknya berbagai pihak yang berinvestasi di sektor kelautan Nusantara.
Staf Ahli Menteri Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut KKP Aryo Hanggono dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, menyatakan, sebagai dasar hukum untuk memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, telah diundangkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24 Tahun 2019 tentang Izin Lokasi Perairan dan Izin Pengelolaan Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Juga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 25 Tahun 2019 tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
"Berbagai regulasi penting agar pemanfaatan yang dilakukan sesuai dengan daya dukung lingkungan, dapat meningkatkan manfaat lahan baik dari segi ekonomi, lingkungan, dan sosial, serta menjaga kehidupan dan penghidupan nelayan," kata Aryo Hanggono.
Untuk itu, ujar dia, dibutuhkan penataan ruang laut secara komprehensif dan terpadu dengan menyinergikan pemanfaatan ekonomi dan perlindungan (konservasi) sumber daya laut.
Aryo menyebutkan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut (PP RTRL) merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan sebagai payung hukum rencana tata ruang laut nasional di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi.
Sementara itu, Sekretaris Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Agus Dermawan menyampaikan bahwa untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, harus dimulai dengan menjadikan Indonesia sebagai negara yang dapat memanfaatkan laut secara mandiri dan bertanggung jawab.
"Pengelolaan ruang laut yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian dilakukan untuk melindungi sumber daya dan lingkungan serta untuk memanfaatkan potensi sumber daya atau kegiatan di wilayah laut yang berskala nasional dan internasional," ujar Agus Dermawan.
Menurut Agus, penetapan PP RTRL dan beberapa peraturan perizinan pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil dalam pembangunan kelautan ke depan dan menjadikan laut masa depan bangsa sangat jelas pijakannya.
Ia juga mengingatkan bahwa penataan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan terluar merupakan salah satu fokus pelaksanaan misi KKP, yaitu kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan. "Payung hukum tersebut bertujuan menjaga kedaulatan NKRI di pulau-pulau kecil dan terluar," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019