Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti tiga hal terkait komposisi pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


"Setidaknya ada tiga isu besar jika melihat komposisi pimpinan KPK terpilih," ucap peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta, Jumat.

Pertama, kata dia, terkait rekam jejak buruk di masa lalu. Menurutnya, salah seorang figur yang dipilih oleh DPR itu merupakan pelanggar kode etik, hal ini diambil berdasarkan konferensi pers KPK beberapa waktu lalu.

"Tak hanya itu, bahkan KPK telah membeberkan terkait pertemuan yang bersangkutan dengan salah seorang tokoh politik," ucap Kurnia.

Kedua, masih terdapat pimpinan KPK terpilih yang tidak patuh dalam menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di KPK.

"Padahal ini merupakan mandat langsung dari UU Nomor 28 Tahun 1999 dan Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016. Akan tetapi persoalan ini terlewat begitu saja pada setiap tahapan seleksi," ungkap Kurnia.

Ketiga, lanjut dia, tidak mengakomodir masukan dari masyarakat. Sedari awal, kata dia, berbagai elemen masyarakat, organisasi serta tokoh sudah mengungkapkan bahwa ada persoalan serius pada seleksi pimpinan KPK kali ini.

"Mulai dari Ibu Shinta Wahid, Buya Syafii Maarif, Romo Magnis, Romo Benny, pimpinan Muhammadiyah, Prof Mahfud MD, dan puluhan Guru Besar dari berbagai universitas di Indonesia. Akan tetapi masukan tersebut juga tidak diakomodir, baik oleh pansel, Presiden, maupun DPR," tuturnya.

Oleh karena itu, kata dia, dapat dikatakan bahwa seleksi pimpinan KPK kali ini hanya dijadikan urusan segelintir elite politik saja, tanpa melibatkan masyarakat luas.

Apalagi kemudian, kata dia, langkah pararel DPR RI dan pemerintah adalah dengan merevisi UU KPK melalui jalur cepat, di mana masukan dari berbagai elemen masyarakat tidak didengar sama sekali.

"Seluruh calon pimpinan KPK juga sangat terikat dengan komitmen menyetujui revisi, sebagai syarat untuk terpilih sebagai pimpinan KPK. Para calon pimpinan KPK diminta untuk menandatangani kontrak politik saat "fit and proper test" yang berkaitan dengan persetujuan revisi UU KPK," ujar Kurnia.

Menurutnya, keadaan yang sangat tidak ideal ini tentu membawa dampak langsung bagi agenda pemberantasan korupsi.

"Namun demikian, kita sebagai elemen bangsa yang masih dan terus peduli dengan upaya perbaikan, pembenahan, dan upaya melawan korupsi tidak boleh putus asa karena apa yang kita lakukan selama ini telah membawa manfaat besar bagi bangsa ini," kata dia.

Sebagai anak kandung reformasi yang dilahirkan antara lain oleh TAP MPR XI/ 1998, kata Kurnia, pelemahan terhadap KPK adalah pengkhianatan terhadap mandat reformasi dan mimpi bangsa soal demokrasi yang sehat.

Sebelumnya, Komisi III DPR RI menyepakati Firli Bahuri menjadi Ketua KPK periode 2019-2023, setelah melakukan rapat antar-ketua kelompok fraksi di Komisi III DPR pada Jumat dini hari.

Sementara itu empat Wakil Ketua KPK adalah Nawawi Pamolango, Lili Pintouli Siregar, Nurul Ghufron, dan Alexander Marwata.

 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Arumanto


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019