Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur terus mendorong dan mengembangkan kabupaten/kota dalam inisiasi Sekolah Ramah Anak (SRA), karena hingga saat ini masih ada dua daerah yang belum menginisiasinya guna memenuhi hak anak.
"Dua daerah yang belum melakukan inisiasi SRA itu adalah Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu," ujar Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Noer Adenany di Samarinda, Selasa.
Untuk itu, melalui APBD-P 2019, DKP3A Kaltim akan melakukan advokasi pada dua kabupaten tersebut untuk segera melakukan inisiasi SRA. SRA merupakan satuan pendidikan forml, nonformal dan informal yang aman, bersih, sehat, peduli dan berbudaya lingkungan.
SRA juga harus mendukung terhadap tumbuh kembang anak, sehingga sekolah harus nol kekerasan, memiliki jalur aman ke sekolah dan memiliki kantin yang menyediakan makanan sehat. Tidak hanya ramah anak, tapi juga harus ramah untuk semua warga sekolah, termasuk guru dan kepala sekolahnya.
Dany menyebutkan, sampai dengan pertengahan tahun 2019, capaian pengembangan SRA di Kaltim telah mencapai 333 sekolah yang tersebar di 8 kabupaten/kota, kecuali Kutai Barat dan Mahakam Ulu yang belum terbentuk.
Sehari sebelumnya, saat Pelatihan Konveksi Hak Anak (KHA) dan SRA bagi tenaga pendidik dan kependidikan yang digelar di Hotel Selyca Mulia Samarinda, Dany mengatakan berbagai kasus kekerasan terhadap anak di sekolah menjadi indikasi masih banyak pihak yang belum paham dalam memenuhi dan mengakui hak-hak anak.
Menurutnya, anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di sekolah maupun lembaga pendidikan.
Selain itu, setiap orang dilarang memperlakukan anak dengan mengabaikan pandangan mereka secara diskriminatif, termasuk labelisasi dan penyetaraan dalam pendidikan bagi anak-anak yang menyandang cacat.
"Kami berharap dengan diselenggarakan pelatihan ini akan dapat meningkatkan pemahaman setiap peserta, sehingga memiliki komitmen untuk melaksanakan amanah konveksi hak anak dan mengaplikasikan kebijakan sekolah yang ramah anak," ujarnya.
Pelatihan ini diikuti perwakilan dari lima kabupaten/kota yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara, Balikpapan, Samarinda, Kutai Kartanegara, dan Bontang yang terdiri dari unsur Dinas PPPA, Disdikbud, Kanwil Kemenag, Kepala TK, SD, MI, SMP dan MTs.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019
"Dua daerah yang belum melakukan inisiasi SRA itu adalah Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu," ujar Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Noer Adenany di Samarinda, Selasa.
Untuk itu, melalui APBD-P 2019, DKP3A Kaltim akan melakukan advokasi pada dua kabupaten tersebut untuk segera melakukan inisiasi SRA. SRA merupakan satuan pendidikan forml, nonformal dan informal yang aman, bersih, sehat, peduli dan berbudaya lingkungan.
SRA juga harus mendukung terhadap tumbuh kembang anak, sehingga sekolah harus nol kekerasan, memiliki jalur aman ke sekolah dan memiliki kantin yang menyediakan makanan sehat. Tidak hanya ramah anak, tapi juga harus ramah untuk semua warga sekolah, termasuk guru dan kepala sekolahnya.
Dany menyebutkan, sampai dengan pertengahan tahun 2019, capaian pengembangan SRA di Kaltim telah mencapai 333 sekolah yang tersebar di 8 kabupaten/kota, kecuali Kutai Barat dan Mahakam Ulu yang belum terbentuk.
Sehari sebelumnya, saat Pelatihan Konveksi Hak Anak (KHA) dan SRA bagi tenaga pendidik dan kependidikan yang digelar di Hotel Selyca Mulia Samarinda, Dany mengatakan berbagai kasus kekerasan terhadap anak di sekolah menjadi indikasi masih banyak pihak yang belum paham dalam memenuhi dan mengakui hak-hak anak.
Menurutnya, anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di sekolah maupun lembaga pendidikan.
Selain itu, setiap orang dilarang memperlakukan anak dengan mengabaikan pandangan mereka secara diskriminatif, termasuk labelisasi dan penyetaraan dalam pendidikan bagi anak-anak yang menyandang cacat.
"Kami berharap dengan diselenggarakan pelatihan ini akan dapat meningkatkan pemahaman setiap peserta, sehingga memiliki komitmen untuk melaksanakan amanah konveksi hak anak dan mengaplikasikan kebijakan sekolah yang ramah anak," ujarnya.
Pelatihan ini diikuti perwakilan dari lima kabupaten/kota yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara, Balikpapan, Samarinda, Kutai Kartanegara, dan Bontang yang terdiri dari unsur Dinas PPPA, Disdikbud, Kanwil Kemenag, Kepala TK, SD, MI, SMP dan MTs.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019