Sebaran hotspot atau titik panas wilayah Kaltim periode 23Februari 2018 – 23 Februari 2019 tercatat mencapai 7.686 titik yang tersebar di 10 kabupaten/kota se-Kaltim yang diperkirakan akan bertambah pada Juli hingga Agustus dengan titik puncaknya pada September dan Oktober 2019.
 

"Berdasarkan pengalaman lima tahun lalu titik puncak sebaran hotspot terjadi pada September dan Oktober mulai Juli dan Agustus makanya perlu diantisipasi dengan melibatkan peran para pemangku kepentingan terkait,” ujar Kabid Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim, Kresnayana kepada awak media di Samarinda, Selasa.

Ia menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan kegiatan antisipasi, beberapa waktu lalu sudah melaksanakan kegiatan pelatihan dan simulasi pengenalan alat pendukung upaya pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

Kegiatan melibatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait seperti Dinas Kehutanan Kaltim maupun Dinas Perkebunan Kaltim, termasuk TNI dan Polri dan akan ditindaklanjuti membentuk tim terpadu melibatkan OPD terkait dalam rangka pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan sesuai bidang tugas dan kewenangan.

Diakuinya, pendekatan penanggulangan bencana sudah mulai bergeser tidak fokus penanganan saat bencana dan pascabencana, tapi lebih diarahkan upaya pencegahan sejalan dengan itu, dia berharap keterlibatan lintas sektor mendukung upaya pencegahan dimaksud.

Khusus lingkup BPBD kabupaten/kota, dia menilai perannya sudah baik dibuktikan diantaranya membentuk masyarakat peduli api artinya tinggal dikoordinir dengan baik agar perannya lebih terstruktur melakukan penanganan dari hulu sampai hilir. “Tidak hanya pemadaman,”katanya.

Ketika disinggung daerah tertinggi sebaran hotspot, dia menyebut terbanyak ada di empat kabupaten/kota yakni Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Samarinda, dan Balikpapan. Trennya terindikasi sedikit meningkat disusul Berau dan Paser yang masuk level sedang.

"Daerah yang tidak disebut bukan aman harus tetap waspada juga meskipun hotspot ini bukan kebakaran, melainkan hanya titik panas. Lain hal firespot baru kebakaran,” katanya sambil menyebut sebaran hotspot bisa turut dipengaruhi keberadaan pabrik besar yang memantulkan panas sehingga tertangkap satelit sebagai hotspot. 
 

 

Pewarta: Arumanto

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019