Pengembangan perhutanan sosial di Kalimantan Timur masih menghadapi kendala kelengkapan administrasi dan kelembagaan dalam pengembangan usaha, kata Kasi Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim, Alfaret Dapen Simbolon.


"Pembentukan lembaga pengelola perhutanan sosial yang masih harus terus dikoordinasikan untuk menyamakan persepsi," ujarnya  di Samarinda, Jumat.

Khusus pada skema kemitraan kehutanan, lanjut dia, kemajuannya terkesan lambat karena pemegang izin belum bersungguh-sungguh dalam menjalankan kewajiban pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan kehutanan.

Sehari sebelumnya, saat mewakili Kepala Dinas Kehutanan Kaltim dalam Rapat Koordinasi Sinkronisasi Data dan Kegiatan Kelompok Kerja Perhutanan Sosial Kaltim 2019 di Samarinda, ia mengatakan total perhutanan sosial di Kaltim saat ini mencapai 140.930,75 hektare.

Sementara Totok Suripto, perwakilan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), di kesempatan itu mengusulkan bahwa dalam klausul penetapan sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) perlu ada kewajiban menjalankan perhutanan sosial.

"Dalam hal ini harus ada reward (penghargaan) dan punishment (sanksi) bagi pengusaha yang masih enggan menjalankan kemitraan kehutanan," ujar Totok yang merupakan Direktur Produksi PT Gunung Gajah Abadi ini.

Menurut Alfaret, ada poin pengelolaan sosial yang menjadi kewajiban perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi PHPL, tapi poin tersebut belum spesifik mengarah pada kemitraan kehutanan, sehingga kemitraan kehutanan akan didorong masuk dalam aturan PHPL.

Di Kaltim, katanya, Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) telah mengalami tiga kali revisi. PIAPS merupakan dasar pemberian izin perhutanan sosial dalam skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan tanaman rakyat.

Pada revisi ketiga PIAPS Kaltim tahun 2019, lanjut dia, target luasan yang akan dicapai meningkat menjadi 399.298 hektar dari 332.052 hektare di tahun 2017.

"Target-target perhutanan sosial yang terus meningkat di Kaltim ini menunjukkan adanya antusias para pemangku kepentingan dalam mempercepat hak kelola masyarakat terhadap hutan," katanya lagi.

Perwakilan dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan wilayah Kalimantan, Benny Tomasila menyoroti tentang masih minimnya pendampingan, sehingga dalam waktu dekat akan dilakukan standarisasi kompetensi Pendamping Perhutanan Sosial.

"Tahun ini kami akan merekrut dan melatih 178 tenaga pendamping, sehingga akan menambah 60 tenaga pendamping yang sudah ada," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Standardisasi ini merupakan bagian dari percepatan target perhutanan sosial nasional sebesar 12,7 juta hektare. Dari target tersebut, hingga awal 2019 baru sekitar 2,4 juta hektare perhutanan sosial yang sudah mendapat surat keputusan pengelolaan dari pemerintah. 

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019