Samarinda, (Antaranews Kaltim) - Lembaga lingkungan,  Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur memastikan bahwa lokasi peristiwa  jalan longsor di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada Kamis siang, sangat berdekatan dengan aktivitas pertambangan batu bara.

   
Bahkan, menurut Dinamisatoris Jatam, Pradana Rupang kepada awak media, saat peristiwa longsor tersebut terjadi, aktivitas kegiatan pertambangan normal seperti hari biasa.

"Selain dari data masyarakat sekitar, tim kami juga punya sejumlah dokumentasi dari atas menggunakan drone, saat jalan tersebut longsor, memang ada kegiatan penambangan di sekitar lokasi kejadian," kata Rupang.

Dia menegaskan jarak antara lokasi tambang dengan pemukiman penduduk dan jalan raya yang longsor tersebut hanya sekitar 100 meter.

"Konsesi tambang yang berada di dekat peristiwa jalan longsor tersebut merupakan areal milik PT Adimitra Baratama Nusantara (PT.ABN) anak perusahaan dari Toba Bara Grup," beber Rupang.

Berdasar profil perusahaan merupakan salah satu produsen batu bara termal utama di Indonesia dengan lokasi di Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang memiliki luas konsesi area sekitar 7.087 hektar terdiri dari 3 tambang.

Total estimasi cadangan batu bara sebesar 147 juta ton dan sumber daya batu bara sebesar 236 juta ton berdasarkan laporan JORC per 2011 dan 2012. Ketiga konsesi tambang memiliki lokasi yang saling bersebelahan dan dioperasikan oleh 3 anak perusahaan Perseroan yaitu PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN), PT Indomining (IM), dan PT Trisensa Mineral Utama (TMU).

IM dikembangkan sebagai aset greenfield pada tahun 2007, disusul dengan ABN pada tahun 2008, dan TMU yang mulai dikembangkan pada tahun 2011.

Dengan lokasi ketiga konsesi tambang yang saling bersebelahan tersebut, perseroan memanfaatkan keunggulan ini untuk mengintegrasikan sistem logistik dan infrastruktur sehingga dapat menggunakan infrastruktur secara kolektif untuk mengoptimalkan efisiensi biaya.

Menurut Rupang, diketahuinya PT ABN memegang SK pertambangan, no SK IUP-OP : 540/1691/IUP-OP/MB-PBAT/XII/2009 dengan tanggal mulai : 1 Desember 2009 dan tanggal  berakhir : 1 Desember 2029, dengan luas konsesi 2.990 hektare dan status Operasi Produksi.

Menurut Rupang, ada kesalahan fatal yang telah dilakukan oleh PT ABN, karena beroperasinya tambang mereka tidak memberikan rasa aman kepada masyarakat sekitar.

"Beroperasinya PT ABN telah melanggar tiga peraturan yakni dua Perda dan satu Permen, terkait dengan jarak konsesi pertambangan minimal 500 meter dari pemukiman maupun fasilitas publik," tegas Rupang.

Peristiwa longsornya jalan yang menyebabkan, lumpuhnya arus transportasi di wilayah Kukar ini adalah untuk kedua kalinya, meski di titik lokasi yang berbeda.

"Kami berharap pemerintah bersikap tegas dengan kejadian ini, pasalnya negara pun ikut dirugikan, karena pembangunan jalan tersebut dulunya menggunakan pendanaan dana dari pemerintah," imbuhnya.

Berdasarkan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa Pengenaan Paksaan Pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan menimbulkan ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup.

"Dalam kejadian ini pemerintah punya hak untuk melakukan  pembekuan atau pencabutan izin, meski sebelumnya tidak ada teguran." tegas Rupang.

Pewarta: Arumanto

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018