Ujoh Bilang (Antaranews Kaltim) - Nelayan di kabupaten Mahakam Ulu, (Mahulu), Kalimantan Timur, terutama di Kampung Long Bagun Ulu, yang tertangkap tangan menangkap ikan dengan cara meracun atau menyetrum, akan dikenai denda adat senilai Rp5 juta.

"Peralatan, perahu dan mesin ketinting juga disita. Hukuman ini diterapkan demi mencegah kerusakan lingkungan dan menjaga layanan ekosistem alami,"kata Petinggi Long Bagun Ulu, Petrus Higang Lasah di Long Bagun, Rabu.

Perahu dan mesin ketinting yang disita tersebut akan menjadi aset adat dan akan dimanfaatkan untuk kepentingan adat.

Dia meminta semua warga tidak mencoba-coba menangkap ikan di kawasan Long Bagun Ulu menggunakan strum maupun racun jenis apa pun.

Oknum pelaku yang tertangkap tangan sekali hanya dikenai denda Rp5 juta dan penyitaan peralatan. Bagi yang tertangkap dua kali, maka dendanya akan digandakan plus penyitaan peralatan.

Bagi yang tertangkap tiga kali, akan diserahkan kepada kepolisian karena pihaknya juga melakukan kesepakatan dengan Polsek Long Bagun terkait hal ini.

Ia menjelaskan, ketetapan ini telah dibuat sejak 2016. Sedangkan pihak yang melakukan kesepakatan bersama adalah Ketua Adat, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Ketua Badan Permusyawaratan Masyarakat (LPM), dan Kepala Kampung Long Bagun Ulu.

Sebelum denda adat itu ditetapkan, kata Petrus, banyak nelayan yang mencari ikan dengan cara menyetrum dan meracuni sungai, bahkan kegiatan yang merusak alam dan mencemari lingkungan ini dilakukan terang-terangan di siang hari karena tidak ada sanksi yang bakal mereka terima.

Namun, setelah hukum adat ini diberlakukan, nyaris tidak terlihat dan terdengar ada yang meracun maupun menyetrum karena mereka juga takut terhadap denda adat tersebut.

Meski demikian, lanjut ia, akhir-akhir ini pihaknya mendengar laporan masyarakat ada aktivitas meracun dan menyetrum yang dilakukan malam hari.

Bahkan menyetrum yang dulu menggunakan generator, kini beralih menggunakan accu 12 volt sehingga tidak ada yang mendengar suaranya.

"Atas laporan warga kemudian ditindaklanjuti. Namun, saat tiba, ternyata oknum pelaku sudah tidak melakukan aktivitas, bahkan peralatannya juga sudah tidak terlihat, sehingga hanya memperingatkan tidak mengulangi perbuatannya. Seandainya saat itu tertangkap tangan, tentu akan didenda dan disita,"ujar Petrus.

a menyatakan, bahwa adat, lembaga, dan pemerintah kampung sepakat menerapkan hukum adat karena tidak ingin mencemari sungai dan untuk menjaga ekosistem tetap lestari, karena jika hal ini dibiarkan bisa berakibat pada matinya biota, telur, dan anak ikan yang mengancam punahnya spesies tertentu.(*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018