Surabaya (Antaranews) - Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan bahwa penolakan pemakaman para pelaku teror di wilayahnya sepekan lalu adalah bentuk hukuman sosial dari masyarakat.
"Saat ini, masyarakat telah memberikan hukuman atau sanksi sosial, seperti reaksi tidak boleh dimakamkan di daerahnya," ujarnya kepada wartawan di Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Minggu.
Menurut dia, reaksi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat mulai merasa pentingnya hidup berdampingan secara pluralisme dengan damai, dan sepakat bahwa kekerasan tidak menyelesaikan masalah.
Selain itu, kata dia, masyarakat juga telah mengetahui bahwa terorisme bukan perintah agama, karena tidak ada agama manapun yang membenarkannya.
"Sangat tidak dibenarkan ajaran radikalisme dan semua agama menolak kekerasan, apalagi sampai melakukan pembunuhan seperti itu," ucap Pakde Karwo, sapaan akrabnya.
Kendati demikian, orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut mengakui bahwa sudah tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk selanjutnya mencarikan makam bagi para pelaku teror.
Sementara itu, Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin mengaku sampai saat ini sudah 10 jenazah dari 13 jenazah teroris yang meninggal dunia saat insiden bom di Surabaya dan Sidoarjo, serta terlibat baku tembak dengan Tim Densus 88 Mabes Polri.
Tiga jenazah di antaranya telah dimakamkan di Sidoarjo, yakni berasal dari Rusunawa Wonocolo masing-masing atas nama Anton Ferdiyanto (46), Hilia Aulia Rahman (18) dan Sari Puspitarini (47).
Sedangkan, tujuh jenazah lainnya oleh Kapolda Jatim masih belum disampaikan identitas, termasuk lokasi pemakamannya.
"Hanya tinggal tiga jenazah yang belum karena masih menunggu hasil DNA. Tapi untuk yang lainnya sudah 'klir' dan dimakamkan," kata Kapolda Jatim.
Sebelumnya, Lima insiden ledakan terjadi selama dua hari, yakni pada Minggu (13/5) bom bunuh diri di tiga gereja berbeda, yakni Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di wilayah Ngagel, GKI Wonokromo Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta di Jalan Raya Arjuno.
Kemudian, Minggu malam sekitar pukul 20.00 WIB bom meledak di Rusunawa Blok B lantai 5 Kelurahan Wonocolo, Kabupaten Sidoarjo, serta pada Senin (14/5) pagi pukul 08.50 WIB bom meledak di pintu masuk Mapolrestabes Surabaya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018
"Saat ini, masyarakat telah memberikan hukuman atau sanksi sosial, seperti reaksi tidak boleh dimakamkan di daerahnya," ujarnya kepada wartawan di Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Minggu.
Menurut dia, reaksi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat mulai merasa pentingnya hidup berdampingan secara pluralisme dengan damai, dan sepakat bahwa kekerasan tidak menyelesaikan masalah.
Selain itu, kata dia, masyarakat juga telah mengetahui bahwa terorisme bukan perintah agama, karena tidak ada agama manapun yang membenarkannya.
"Sangat tidak dibenarkan ajaran radikalisme dan semua agama menolak kekerasan, apalagi sampai melakukan pembunuhan seperti itu," ucap Pakde Karwo, sapaan akrabnya.
Kendati demikian, orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut mengakui bahwa sudah tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk selanjutnya mencarikan makam bagi para pelaku teror.
Sementara itu, Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin mengaku sampai saat ini sudah 10 jenazah dari 13 jenazah teroris yang meninggal dunia saat insiden bom di Surabaya dan Sidoarjo, serta terlibat baku tembak dengan Tim Densus 88 Mabes Polri.
Tiga jenazah di antaranya telah dimakamkan di Sidoarjo, yakni berasal dari Rusunawa Wonocolo masing-masing atas nama Anton Ferdiyanto (46), Hilia Aulia Rahman (18) dan Sari Puspitarini (47).
Sedangkan, tujuh jenazah lainnya oleh Kapolda Jatim masih belum disampaikan identitas, termasuk lokasi pemakamannya.
"Hanya tinggal tiga jenazah yang belum karena masih menunggu hasil DNA. Tapi untuk yang lainnya sudah 'klir' dan dimakamkan," kata Kapolda Jatim.
Sebelumnya, Lima insiden ledakan terjadi selama dua hari, yakni pada Minggu (13/5) bom bunuh diri di tiga gereja berbeda, yakni Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di wilayah Ngagel, GKI Wonokromo Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta di Jalan Raya Arjuno.
Kemudian, Minggu malam sekitar pukul 20.00 WIB bom meledak di Rusunawa Blok B lantai 5 Kelurahan Wonocolo, Kabupaten Sidoarjo, serta pada Senin (14/5) pagi pukul 08.50 WIB bom meledak di pintu masuk Mapolrestabes Surabaya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018