Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada periode ketiga ini mulai melakukan pengawasan terhadap industri pertambangan dari kemungkinan terjadinya kasus korupsi.

"Selama ini kan dunia industri ekstraktif belum tersentuh KPK," kata Agus Sunaryanto, Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) di Balikpapan, Kamis.

Menurut Agus, saat ini KPK sudah membongkar banyak korupsi politik seperti kasus-kasus di Badan Anggaran DPR yang dipicu kasus Nazaruddin dan berkaitan juga dengan suap Sekretaris Menpora Wafid Muharram.

"Jadi sudah saatnya juga KPK meluaskan pantauannya tanpa kehilangan fokus pada hal-hal yang selama ini sudah bagus ditanganinya," tegas Agus.

Tipikal korupsi dari industri pertambangan atau industri ekstraktif ini, jelas Agus, adalah suap-menyuap.

Menurut dia, suap-menyuap itu terjadi karena pemilik modal yang ingin memuluskan perizinan, apakah izin-izin pegelolaan lingkungan seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), izin untuk menguasai lahan, hingga upaya untuk mengamankan aset, punya kecenderungan untuk menyuap.

Aparat, katanya, jadi gampang tergoda karena industri pertambangan adalah industri yang padat modal.  

Ia menambahkan, industri pertambangan juga banyak memiliki celah yang memungkinkan terjadinya korupsi.

Contoh kritis pernah disampaikan Dr Kurtubi, pengamat energi dari Universitas Indonesia pada kesempatan terpisah di Balikpapan.

Menurut Dr Kurtubi, kewenangan luar biasa besar yang dimiliki Badan Pengatur Hulu  Minyak dan Gas (BP Migas) dan mekanisme "cost recovery" atau penggantian pengeluaran kontraktor migas atas biaya yang dikeluarkannya untuk menambang adalah salah satu celah korupsi tersebut.

Kontraktor migas, kata Kurtubi, harus melapor kepada BP Migas mulai dari rencana pengembangan bisnisnya, pengadaan barang dan jasa karena  pengembangan bisnis tersebut, hingga pengelolaan CSR (community social responsibility).

"Karena ada 'cost recovery', siapa yang bisa memastikan bahwa kontraktor menyampaikan jumlah pengeluaran yang sebenarnya. Lalu karena semua ditangani oleh BP Migas saja, adakah jaminan tidak ada kolusi antara oknum-oknum di kedua pihak sementara tidak ada pengawasan atas BP Migas," jelasnya panjang lebar.(*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011