Samarinda (Antaranews Kaltim) - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur mendesak pemerintah dan pengadilan tidak hanya menjatuhkan pidana lingkungan hidup berupa denda atas PT Indominco Mandiri, namun juga menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada pimpinan perusahaan dan pencabutan izin.
"Warga Desa Santan, Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, sejak lama mendapat dampak negatif dari aktivitas Indominco, mulai penambangan, pembakaran PLTU hingga pembuangan limbahnya, maka izin tambang perusahaan ini semestinya juga dicabut," ujar Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang di Samarinda, Jumat.
Putusan pidana lingkungan hidup atas PT Indominco Mandiri tersebut dijatuhkan setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima laporan warga setempat.
Rupang melanjutkan bahwa Jatam juga mempertanyakan putusan pidana lingkungan hidup nomor 526/Pidsus/LH/2017/PN.Tgr yang menjatuhkan pidana denda sebesar Rp2 miliar, namun menghilangkan pidana penjara kepada pimpinan perusahaan asing dari Banpu Group Thailand ini.
Tercantum di putusan pada 4 Desember 2017, setelah pergantian, maka direktur PT Indominco saat ini bernama Andre Herman Bramantya Putra, menggantikan direktur sebelumnya yang berkewarganegaraan Thailand, Kirana Limpaphayom.
Padahal, katanya, sesuai Pasal 60 pasal 104 dan pasal 116 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) disebutkan, setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
"Putusan yang disoal Jatam, menyatakan terdakwa pimpinan tertinggi Indominco Mandiri bersalah, menjatuhkan pidana denda sebesar Rp2 miliar dan menghukum terdakwa melakukan pengelolaan limbah B3 Fly ash dan bottom ash sebanyak 4.000 ton dengan perusahaan berizin," katanya.
Menurut Rupang, sudah ada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana pada Korporasi.
"Kemudian pemerintah memiliki Diskresi sekaligus kewenangan untuk mencabut izin tambang karena jika suatu perusahaan sudah melakukan pidana korporasi, mestinya sebagai suatu peristiwa kejahatan hukum tertinggi sudah tak boleh lagi beroperasi," ujarnya. (*)
Baca juga: Jatam: Pemprov Kaltim Tak Berani Tindak Tambang Bermasalah
Baca juga: Jatam Gugat Pemprov Kaltim
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018
"Warga Desa Santan, Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, sejak lama mendapat dampak negatif dari aktivitas Indominco, mulai penambangan, pembakaran PLTU hingga pembuangan limbahnya, maka izin tambang perusahaan ini semestinya juga dicabut," ujar Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang di Samarinda, Jumat.
Putusan pidana lingkungan hidup atas PT Indominco Mandiri tersebut dijatuhkan setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima laporan warga setempat.
Rupang melanjutkan bahwa Jatam juga mempertanyakan putusan pidana lingkungan hidup nomor 526/Pidsus/LH/2017/PN.Tgr yang menjatuhkan pidana denda sebesar Rp2 miliar, namun menghilangkan pidana penjara kepada pimpinan perusahaan asing dari Banpu Group Thailand ini.
Tercantum di putusan pada 4 Desember 2017, setelah pergantian, maka direktur PT Indominco saat ini bernama Andre Herman Bramantya Putra, menggantikan direktur sebelumnya yang berkewarganegaraan Thailand, Kirana Limpaphayom.
Padahal, katanya, sesuai Pasal 60 pasal 104 dan pasal 116 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) disebutkan, setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
"Putusan yang disoal Jatam, menyatakan terdakwa pimpinan tertinggi Indominco Mandiri bersalah, menjatuhkan pidana denda sebesar Rp2 miliar dan menghukum terdakwa melakukan pengelolaan limbah B3 Fly ash dan bottom ash sebanyak 4.000 ton dengan perusahaan berizin," katanya.
Menurut Rupang, sudah ada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana pada Korporasi.
"Kemudian pemerintah memiliki Diskresi sekaligus kewenangan untuk mencabut izin tambang karena jika suatu perusahaan sudah melakukan pidana korporasi, mestinya sebagai suatu peristiwa kejahatan hukum tertinggi sudah tak boleh lagi beroperasi," ujarnya. (*)
Baca juga: Jatam: Pemprov Kaltim Tak Berani Tindak Tambang Bermasalah
Baca juga: Jatam Gugat Pemprov Kaltim
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018