Balikpapan (Antaranews Kaltim) -  Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, terus menggiatkan program Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) untuk anak-anak di bawah usia lima tahun sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya kasus gizi buruk.

"Satu aspek di antaranya adalah pemberian air susu ibu (ASI) pada bayi dari baru lahir hingga usia 2 tahun," kata Kepala Dinkes Kota Balikpapan dr Balerina ditemui di Balikpapan, Kamis.

Selama dua tahun itu anak mendapat ASI eksklusif, lalu mulai usia enam bulan ditambah makanan pendamping ASI.

Ia menjelaskan, PMBA sangat berguna dalam mengatasi kasus-kasus gizi buruk dan program ini dilaksanakan melalui Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sehingga cukup efektif menjangkau masyarakat.

"Kader posyandu berbagi pengalaman dan pengetahuan mulai dari memilih bahan makanan, cara mengolahnya, hingga makanan siap santap, namun tidak kehilangan banyak zat-zat gizi penting selama pengolahannya," kata Balerina.

ASI mendapat perhatian khusus karena menjadi asupan gizi yang penting bagi bayi untuk bertumbuh. Begitu pula dengan asupan gizi untuk ibu menyusui.

Data Dinkes mencatat Kota Balikpapan memiliki sekitar 1.400 unit posyandu yang tersebar di seluruh wilayah dan tercatat ada lebih dari 100 kader posyandu yang terlibat.

Sampai dengan tahun 2017, Dinkes Balikpapan mendapat anggaran sekitar Rp1,29 miliar untuk menangani kasus-kasus gizi buruk.

Kasus itu pernah mencapai hingga 19 kasus di awal tahun 2016, tetapi pada 2017 belum pernah dilaporkan ada warga Kota Minyak yang menderita gizi buruk.

Sebelumnya, pada 2014 terdata ada 10 kasus, meningkat menjadi 15 kasus pada 2015. Seluruh kasus gizi buruk itu terjadi di wilayah Balikpapan Selatan dan seluruh penderitanya anak-anak.

"Semuanya berhasil tertangani dengan baik," kata Balerina.

Ia juga menegaskan bahwa kasus gizi buruk di Balikpapan bahkan bukan disebabkan kemiskinan. Sebagian besar karena kesalahan memilih menu makanan atau secara umum terjadi kesalahan pola asuh dan kondisi umum lingkungan yang tidak sehat.

"Kalau anak gampang sakit atau sering sakit, itu penyebabnya asupan gizi yang kurang. Walaupun ada juga yang disebabkan faktor keturunan," jelasnya.

Selain itu, penyebab gizi buruk bagi anak adalah juga pengetahuan orang tua yang kurang akan asupan gizi yang baik.

Untuk itulah, tambah Balerina, pola pendampingan oleh kader dan melalui posyandu itu menjadi pilihan cara untuk mengatasi kasus gizi buruk tersebut.

Apabila ditemukan penderitanya, anak penderita gizi buruk akan mendapatkan pemantauan dan pemeriksaan secara rutin hingga tiga bulan penuh. Keluarga penderita juga akan mendapatkan formula gizi.

"Pemberian asupan gizi ini tidak boleh putus. Kami bantu dengan pemberian makanan tambahan selama tiga bulan itu, karena biasanya setelah tiga bulan itulah penderita mencapai derajat kesehatan yang seharusnya untuk golongan usianya," imbuhnya. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018