Long Apari (Antaranews Kaltim) - Petinggi Kampung Long Penaneh I di Kecamatan Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, menerbitkan peraturan yang melarang warganya membuang sampah ke Sungai Mahakam dan semua anak sungainya.
"Larangan membuang sampah ke sungai diterapkan karena kami kasihan dengan saudara-saudara kami di hilir. Kita hidup kan sama-sama perlu air karena merupakan sumber kehidupan utama, maka kita harus sama-sama menjaga sungai dan jangan dicemari," ujar Petinggi Long Penaneh I Batoq Laga di Long Apari, Senin.
Menurut Batoq, meskipun Sungai Mahakam sangat dalam, lebar, dan panjang, namun jika pembuangan sampah ke sungai dilakukan terus menerus hingga puluhan tahun dan dilakukan oleh ribuan orang yang tinggal di sepanjang daerah aliran sungai, maka lambat laun dampaknya akan terasa.
"Masalah pendangkalan akibat sampah berbobot berat yang dibuang ke sungai, mungkin dalam jangka panjang hingga puluhan tahun baru terasa, namun untuk jangka pendek atau dampak langsungnya adalah terjadinya pencemaran, baik akibat plastik, minyak, oli, maupun limbah rumah tangga. Dampak limbah tersebut langsung dirasakan warga yang tinggal di daerah hilir," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa sungai bukan tempat sampah, tetapi sungai merupakan anugerah yang harus dijaga dan dimanfaatkan demi kepentingaan masyarakat luas.
Apalagi selama ini masih banyak warga yang bergantung pada Sungai Mahakam, baik sebagai sumber protein hewani karena banyak ikan di dalamnya maupun airnya yang masih dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari.
"Aturan mengenai larangan membuang sampah ke sungai merupakan hal yang sia-sia jika hanya dibuat dan ditempel di lokasi tertentu, karena tidak akan ada warga yang mempedulikan larangan itu. Jadi, cara yang saya anggap benar adalah memberi contoh bagaimana menanganinya dan bagaimana soulusinya," tutur Batoq.
Untuk itu, solusi atas larangan tersebut di antaranya adalah mendaur ulang sampah, yakni sampah anorganik dipisah, dikumpulkan dan dijadikan berbagai kerajinan.
Dalam hal ini, Kampung Long Penaneh telah bekerja sama dengan Yayasan Pena Buluh (YPB) terkait penanganan sampah itu.
"Sedangkan untuk sampah organik, kami juga telah mendapat pendampingan dari YPB untuk mendaur ulang sampah menjadi pupuk kompos, sehingga tanaman pertanian kami tidak harus dipupuk menggunakan pupuk kimia, namun cukup dengan pupuk alami," katanya.
Pada tahun ini, lanjut Batoq, pihaknya bersama masyarakat juga sepakat membentuk Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam/BUMDes) sebagai salah satu unit usaha lembaga ekonomi kampung untuk mengelola sampah menjadi pupuk hingga proses pemasarannya,
"Ada beberapa unit usaha yang kami incar dan berpotensi dikembangkan oleh BUMKam, di antaranya adalah mengelola pasar desa, perkebunan kakao, dan daur ulang sampah sehinggga selain bisa meningkatkan perekonomian dan menambah pendampatan asli kampung, juga bisa mengurangi tingkat pencemaran air sungai," tuturnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018
"Larangan membuang sampah ke sungai diterapkan karena kami kasihan dengan saudara-saudara kami di hilir. Kita hidup kan sama-sama perlu air karena merupakan sumber kehidupan utama, maka kita harus sama-sama menjaga sungai dan jangan dicemari," ujar Petinggi Long Penaneh I Batoq Laga di Long Apari, Senin.
Menurut Batoq, meskipun Sungai Mahakam sangat dalam, lebar, dan panjang, namun jika pembuangan sampah ke sungai dilakukan terus menerus hingga puluhan tahun dan dilakukan oleh ribuan orang yang tinggal di sepanjang daerah aliran sungai, maka lambat laun dampaknya akan terasa.
"Masalah pendangkalan akibat sampah berbobot berat yang dibuang ke sungai, mungkin dalam jangka panjang hingga puluhan tahun baru terasa, namun untuk jangka pendek atau dampak langsungnya adalah terjadinya pencemaran, baik akibat plastik, minyak, oli, maupun limbah rumah tangga. Dampak limbah tersebut langsung dirasakan warga yang tinggal di daerah hilir," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa sungai bukan tempat sampah, tetapi sungai merupakan anugerah yang harus dijaga dan dimanfaatkan demi kepentingaan masyarakat luas.
Apalagi selama ini masih banyak warga yang bergantung pada Sungai Mahakam, baik sebagai sumber protein hewani karena banyak ikan di dalamnya maupun airnya yang masih dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari.
"Aturan mengenai larangan membuang sampah ke sungai merupakan hal yang sia-sia jika hanya dibuat dan ditempel di lokasi tertentu, karena tidak akan ada warga yang mempedulikan larangan itu. Jadi, cara yang saya anggap benar adalah memberi contoh bagaimana menanganinya dan bagaimana soulusinya," tutur Batoq.
Untuk itu, solusi atas larangan tersebut di antaranya adalah mendaur ulang sampah, yakni sampah anorganik dipisah, dikumpulkan dan dijadikan berbagai kerajinan.
Dalam hal ini, Kampung Long Penaneh telah bekerja sama dengan Yayasan Pena Buluh (YPB) terkait penanganan sampah itu.
"Sedangkan untuk sampah organik, kami juga telah mendapat pendampingan dari YPB untuk mendaur ulang sampah menjadi pupuk kompos, sehingga tanaman pertanian kami tidak harus dipupuk menggunakan pupuk kimia, namun cukup dengan pupuk alami," katanya.
Pada tahun ini, lanjut Batoq, pihaknya bersama masyarakat juga sepakat membentuk Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam/BUMDes) sebagai salah satu unit usaha lembaga ekonomi kampung untuk mengelola sampah menjadi pupuk hingga proses pemasarannya,
"Ada beberapa unit usaha yang kami incar dan berpotensi dikembangkan oleh BUMKam, di antaranya adalah mengelola pasar desa, perkebunan kakao, dan daur ulang sampah sehinggga selain bisa meningkatkan perekonomian dan menambah pendampatan asli kampung, juga bisa mengurangi tingkat pencemaran air sungai," tuturnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018