Samarinda (Antaranews Kaltim)- Anggota DPR RI daerah pemilihan Kalimantan Timur, Kalimantan Utara menilai bahwa sengketa tanah masih marak terjadi sepanjang 2017, sehingga hal ini menggambarkan pemerintah belum mampu menuntaskan program kerja bidang pertanahan.

"Sepanjang tahun 2017 masih banyak terjadi kasus sengketa tanah. Kondisi ini diperparah dengan belum selesainya pembahasan RUU Pertanahan," ujar Hetifah, anggota Komisi II DPR RI dapil Kaltimra dihubungi dari Samarinda, Minggu.

Terkait pertanahan, katanya, ada dua pekerjaan rumah yang belum bisa dituntaskan, pertama adalah pemerintah belum mampu menyelesaikan kasus sengketa tanah warga, baik yang terjadi antarwarga maupun dengan instansi pemerintah seperti pemda atau TNI dan Polri.

Sedangkan permasalahan kedua yang juga belum dituntaskan adalah terkait dengan pembahasan RUU Pertanahan, padahal sejak awal 2017 sudah masuk prolegnas, tapi pemerintah baru menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) pada November.

Ia menuturkan bahwa sepanjang 2017 Komisi II DPR sudah beberapa kali menggelar rapat guna membahas masalah sengketa tanah dengan menghadirkan pihak-pihak yang bersengketa.

Untuk itu, pemerintah diminta segera menyelesaikan kasus tersebut dan memberi kepastian hukum agar masalah krusial ini tidak terus berlarut-larut, apalagi bahwa sengketa tanah dampaknya sangat rawan terhadap konflik sosial.

"Sepanjang 2017, kami sudah enam kali rapat secara khusus dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Ada 177 kasus sengketa lahan dan tanah yang kami bahas. Kami juga menerima audiensi dari berbagai warga yang bersengketa. DPR terus mendorong Pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini," kata Hetifah.

Guna membantu pemerintah dalam penyelesaian kasus tanah itu, lanjut politisi Partai Golkar tersebut, Komisi II DPR RI membuat Panitia Kerja (Panja) yang secara khusus akan mencari solusi penyelesaian kasus-kasus sengketa tanah.

Ia juga mengaku sering menerima aspirasi warga yang mengadukan kasus penyerobotan tanah yang mereka alami, sehingga pihaknya di Komisi II berkomitmen mencari jalan ke luar dengan membentuk semacam tim kecil yang kemudian disebut Panja.

Meski masih banyak pekerjaan rumah bagi Kementerian ATR/BPN yang belum dituntaskan, namun Hetifah mengapresiasi langkah pemerintah yang memberikan kepastian hukum tanah warga dengan membagikan sertifikat tanah melalu program Pendaftaraan Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

PTSL merupakan pengejewantahan dari program Reformasi Agraria yang merupakan bagian dari Nawacita Jokowi-JK. Program ini dimulai sejak tiga tahun lalu dengan produk dari PTSL adalah sertifikat hak milik tanah.

Apabila masyarakat sudah memiliki sertifikat, lanjutnya, tentu akan dapat meminimalisir sengketa dan bisa menjadi jaminan atau agunan untuk mengakses permodalan usaha dari perbankan.

"Program sertifikasi tanah akan diselesaikan pada 2025. Sedangkan di tahun 2017, target sertifikasi tanah sebanyak 5 juta bidang, kemudian untuk tahun 2018 targetnya sebanyak 7 juta bidang tanah," ucap Hetifah. (*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017