Samarinda (Antaranews Kaltim) - Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Gede Suratha menyatakan, semua permasalahan yang dulu pernah menghambat pembuatan KTP elektronik (KTP-e), kini sudah dapat diatasi.
"Setidaknya terdapat tiga masalah yang pernah menghambat perekaman hingga pencetakan KTP-e, tapi semua masalah tersebut kini sudah beres berkat usaha yang dilakukan untuk mencarikan solusi, jadi tidak ada yang perlu dicemaskan lagi oleh warga," ujar Gede Suratha di Samarinda, Sabtu.
Hal itu diungkapkan Gede saat ditemui setelah menghadiri pembukaan pembuatan KTP-e bagi 2 ribu kaum ibu dan calon ibu guna menyambut Hari Ibu yang digagas Anggota DPR RI Dapil Kaltim dan Kaltara Hetifah Sjaifudian.
Pembuatan 2 ribu KTP-e khusus bagi perempuan itu langsung jadi dalam beberapa menit mulai pendaftaran hingga pencetakan.
Menurut Gede, tiga masalah yang pernah menghambat pembuatan KTP-e itu pertama adalah terkait adalah blangko yang belum tersedia, namun sekarang sudah tersedia 20 juta blangko melalui pengadaan pada 2017, kemudian ada tambahan 16 juta yang segera dilakukan pengadaan pada 2018.
"Jumlah blangko yang disiapkan dengan total mencapai 26 juta blangko ini kami yakin mampu mencukupi kebutuhan KTP-e hingga 2018, bahkan jumlah ini lebih dari cukup," tuturnya.
Kendala kedua yang kini sudah teratasi adalah terkait lisensi, karena jika tidak ada lisensi, meskipun dilakukan perekaman tapi tidak bisa dicetak.
Namun, sekarang masalah tersebut sudah beres karena ada 10.650.000 lisensi di tahun 2018, kemudian akan mengadakan lagi sebanyak 6 juta lisensi pada 2018. Jumlah ini dipastikan mampu melayani kebutuhan masyarakat yang wajib memiliki KTP-e.
"Masalah ketiga adalah perawatan sistem, namanya adalah teknikal support. Ibarat mobil, sistem ini berfungsi sebagai perawatan rutin setiap jalan 4 ribu km, 8 ribu km, dan seterusnya. Selama ini perawatan semacam itu tidak dilakukan," tuturnya.
Menurutnya, tidak adanya perawatan berkala seperti itu bukan karena pemerintah tidak punya uang, tetapi pemerintah tidak berhasil mewujudkan kontrak akibat dari perbandingan harga perawatan yang tidak ada karena perusahaan yang khusus melakukan perawatan berkala sangat terbatas di Indonesia.
"Namun sekarang sudah berhasil dan telah dilakukan kontrak untuk perawatan berkala. Kemudian sudah ada jaringan untuk perekaman KTP-e sehingga kami optimis bisa menuntaskan cetak pada 2018 atau sebelum pemilu 2019 berjalan agar semua warga yang memiliki hak suara dapat menyalurkan," katanya.
Ia juga mengatakan bahwa kekurangan pencetakan KTP-e secara nasional saat ini sebanyak 6,5 juta penduduk. Sementara blangko dan lisensi yang disiapkan jumlahnya jauh melebihi dari kebutuhan sehingga dalam waktu tidak lama kekurangan tersebut dapat diatasi.
Secara matematis, lanjutnya, jika dalam satu hari semua daerah mampu mencetak 500 ribu KTP-e, maka dalam waktu 13 hari efektif akan tercetak sebanyak 6,5 juta lembar KTP-e, namun persoalannya adalah tidak seperti hitungan matematis karena ada beberapa hal yang menjadi penghambat.
Kendala yang bisa lepas dari hitungan matematis itu adalah karena warga Indonesia tidak semuanya tinggal di perkotaan. Masih banyak masyarakat yang tinggal di pegunungan, kawasan perbatasan, daerah terpencil, dan pulau terluar.
"Kondisi geografis dan faktor jarak inilah yang membuat lambat pembuatan KTP-e, makanya harus kerja sama dengan banyak pihak untuk percepatannya, seperti yang dilakukan Bu Hetifah hari ini dengan menginisiasi pembuatan 2 ribu KTP-e langsung jadi," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Setidaknya terdapat tiga masalah yang pernah menghambat perekaman hingga pencetakan KTP-e, tapi semua masalah tersebut kini sudah beres berkat usaha yang dilakukan untuk mencarikan solusi, jadi tidak ada yang perlu dicemaskan lagi oleh warga," ujar Gede Suratha di Samarinda, Sabtu.
Hal itu diungkapkan Gede saat ditemui setelah menghadiri pembukaan pembuatan KTP-e bagi 2 ribu kaum ibu dan calon ibu guna menyambut Hari Ibu yang digagas Anggota DPR RI Dapil Kaltim dan Kaltara Hetifah Sjaifudian.
Pembuatan 2 ribu KTP-e khusus bagi perempuan itu langsung jadi dalam beberapa menit mulai pendaftaran hingga pencetakan.
Menurut Gede, tiga masalah yang pernah menghambat pembuatan KTP-e itu pertama adalah terkait adalah blangko yang belum tersedia, namun sekarang sudah tersedia 20 juta blangko melalui pengadaan pada 2017, kemudian ada tambahan 16 juta yang segera dilakukan pengadaan pada 2018.
"Jumlah blangko yang disiapkan dengan total mencapai 26 juta blangko ini kami yakin mampu mencukupi kebutuhan KTP-e hingga 2018, bahkan jumlah ini lebih dari cukup," tuturnya.
Kendala kedua yang kini sudah teratasi adalah terkait lisensi, karena jika tidak ada lisensi, meskipun dilakukan perekaman tapi tidak bisa dicetak.
Namun, sekarang masalah tersebut sudah beres karena ada 10.650.000 lisensi di tahun 2018, kemudian akan mengadakan lagi sebanyak 6 juta lisensi pada 2018. Jumlah ini dipastikan mampu melayani kebutuhan masyarakat yang wajib memiliki KTP-e.
"Masalah ketiga adalah perawatan sistem, namanya adalah teknikal support. Ibarat mobil, sistem ini berfungsi sebagai perawatan rutin setiap jalan 4 ribu km, 8 ribu km, dan seterusnya. Selama ini perawatan semacam itu tidak dilakukan," tuturnya.
Menurutnya, tidak adanya perawatan berkala seperti itu bukan karena pemerintah tidak punya uang, tetapi pemerintah tidak berhasil mewujudkan kontrak akibat dari perbandingan harga perawatan yang tidak ada karena perusahaan yang khusus melakukan perawatan berkala sangat terbatas di Indonesia.
"Namun sekarang sudah berhasil dan telah dilakukan kontrak untuk perawatan berkala. Kemudian sudah ada jaringan untuk perekaman KTP-e sehingga kami optimis bisa menuntaskan cetak pada 2018 atau sebelum pemilu 2019 berjalan agar semua warga yang memiliki hak suara dapat menyalurkan," katanya.
Ia juga mengatakan bahwa kekurangan pencetakan KTP-e secara nasional saat ini sebanyak 6,5 juta penduduk. Sementara blangko dan lisensi yang disiapkan jumlahnya jauh melebihi dari kebutuhan sehingga dalam waktu tidak lama kekurangan tersebut dapat diatasi.
Secara matematis, lanjutnya, jika dalam satu hari semua daerah mampu mencetak 500 ribu KTP-e, maka dalam waktu 13 hari efektif akan tercetak sebanyak 6,5 juta lembar KTP-e, namun persoalannya adalah tidak seperti hitungan matematis karena ada beberapa hal yang menjadi penghambat.
Kendala yang bisa lepas dari hitungan matematis itu adalah karena warga Indonesia tidak semuanya tinggal di perkotaan. Masih banyak masyarakat yang tinggal di pegunungan, kawasan perbatasan, daerah terpencil, dan pulau terluar.
"Kondisi geografis dan faktor jarak inilah yang membuat lambat pembuatan KTP-e, makanya harus kerja sama dengan banyak pihak untuk percepatannya, seperti yang dilakukan Bu Hetifah hari ini dengan menginisiasi pembuatan 2 ribu KTP-e langsung jadi," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017