Ujoh Bilang (ANTARA Kaltim) -  Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, bekerja sama dengan NGO Warsi menggelar lokakarya pengelolaan hutan berbasis masyarakat, sebuah program nasional mengenai perhutanan sosial dengan pola pemberdayaan masyarakat.

"Kegiatan lokakarya akan digelar Kamis (30/11), pembicaranya ada dari pusat, provinsi, NGO/LSM yang menangani perhutanan sosial, hingga kampung pemanfaat program," ujar Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Mahakam Ulu Stevanus Madang di Ujoh Bilang, Rabu.

Menurut ia, ada dua tantangan besar dalam mewujudkan target pengembangan perhutanan sosial, yakni pertama adalah tahap persiapan permohonan izin.

Dalam kaitan ini, diperlukan banyak sumber daya baik terkait sosialisasi program, pemetaan lokasi yang akan diusulkan, maupun penyiapan dokumen yang diajukan.

Kedua adalah terkait beberapa hal setelah dikeluarkannya izin pengelolaan perhutanan sosial. Setelah izin diperoleh, masyarakat melalui lembaga pengelola seharusnya sudah bisa memanfaatkan kawasan tersebut.

Untuk itu, dalam pemanfaatan kawasan perhutanan sosial perlu menyusun dan menetapkan rencana pengelolaan, dilanjutkan dengan operasional kegiatannya.

Meskipun dalam hal ini masih terkendala minimnya sumber daya manusia, tambahnya, tapi jika semua berkomitmen, masalah itu mudah diatasi.

Siswaningtyas, selaku penanggung jawab kegiatan lokakarya, mengatakan bahwa sebenarnya saat ini sudah ada celah untuk mengatasi dua permasalahan besar tersebut, karena sudah ada regulasi pemerintah yang bisa dijadikan acuan.

Regulasi itu seperti dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83 Tahun 2016 yang mengamanatkan program perhutanan sosial bisa didukung melalui anggaran dana desa.

Kemudian, lanjut Tyas yang juga Ketua Project Leader Kawal Borneo Community Foundation Komunitas Konservasi Indonesia (KBCF-KKI) Warsi ini, regulasi tersebut juga dikuatkan melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2017 dan Permendes Nomor 19 Tahun 2017.

Kedua aturan itu menyebutkan bahwa dana desa bisa dialokasikan untuk pembangunan kehutanan dalam wilayah desa, sehingga bisa dilakukan sinergitas keduanya mengingat program perhutanan sosial dan program dana desa sama-sama untuk meningkatkan pembangunan kawasan pinggiran dan untuk menyejahterakan masyarakat.

"Tetapi fakta yang terjadi, dalam penggunaan dana desa yang mengarah ke perhutanan sosial belum bisa dijalankan optimal karena adanya beragam penafsiran dari aturan yang ada sehingga terjadi keraguan dari pemerintah daerah dan aparatur desa. Inilah yang perlu dijelaskan kepada semua pemangku kepentingan," tutur Tyas. (*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017