Samarinda (ANTARA Kaltim) - Jalan trans Kalimantan bagian utara Provinsi Kalimantan Timur mulai Sangatta hingga Kaubun rusak parah sehingga perlu penanganan serius dari pemerintah, mengingat jalur ini merupakan akses satu-satunya untuk transportasi orang, barang, maupun hasil pertanian.
"Akhir-akhir ini kerusakannya makin melebar karena tidak ada perbaikan, sementara yang melintasi jalan juga banyak truk besar pengangkut barang dan hasil perkebunan," ujar warga asal Kaubun, Kutai Timur, yang kini telah menetap di Samarinda, Majid di Samarinda, Kamis.
Majid yang dalam satu tahun minimal dua kali pulang kampung ke Kaubun untuk mengunjungi keluarga, terutama saat Idul Fitri dan Idul Adha, menceritakan bahwa belasan tahun lalu jalan tersebut pernah hampir mulus semua sehingga perjalanan ke Kaubun bisa ditempuh dalam waktu sekitar 7-8 jam.
Namun, akhir-akhir ini waktu tempuh Samarinda-Kaubun bisa menjadi 11-12 jam karena banyaknya kerusakan jalan baik rusak karena lubang, bergelombang longsor, hingga aspalnya yang hilang akibat dilintasi kendaraan bermuatan melebihi kapasitas maupun tergerus oleh hujan.
Kerusakan jalan di berbagai titik ini masih terlihat ketika rombongan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kaltim beserta sejumlah wartawan, melakukan kunjungan kerja ke Desa Bumi Etam, Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur, dua hari lalu.
Kerusakan parah baik longsor, berlubang, dan tergerusnya aspal, terutama terjadi di arah Sangatta-Bengalon, kemudian Bengalon-Kaliorang hingga sebagian Kaubun, sehingga yang dirasakan pengendara dan penumpang bukan hanya pinggang maupun badan yang sakit akibat banyaknya guncangan, tapi juga debu yang beterbangan, bahkan ada beberapa titik yang jalan becek akibat aspal dan batu sudah hilang.
Kondisi ini diperparah dengan perilaku warga setempat di jalur itu yang memanfaatkan kerusakan jalan dengan meminta uang, bahkan ada warga yang mengajak istri serta anaknya untuk meminta uang dari penumpang dengan pura-pura menambal jalan berlubang.
Saat terdengar suara kendaraan yang akan melintas, warga ini mencangkul tanah di pinggir jalan dan menaruhnya di jalan yang berlubang, kemudian dia sendiri atau rekannya minta uang kepada pengendara.
Namun ketika tidak ada kendaraan yang melintas, tanah yang sudah dipakai menambal jalan tersebut kemudian diambil lagi untuk dikembalikan ke pinggir jalan. Hal ini dilakukan warga berulang-ulang.
"Dalam Dua bulan ini saya sudah tiga kali ke Kaliorang, namun jalan berlubang yang ditambal warga itu gak juga selesai. Mereka di situ terus menguruk lubang dengan kedalaman sekitar 5 cm dan berdiameter tidak sampai 1 m. Logikanya, kalau dia berniat menguruk lubang yang hanya segitu, tidak sampai sehari pun sudah kelar," ujar Taufik, salah seorang penumpang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Akhir-akhir ini kerusakannya makin melebar karena tidak ada perbaikan, sementara yang melintasi jalan juga banyak truk besar pengangkut barang dan hasil perkebunan," ujar warga asal Kaubun, Kutai Timur, yang kini telah menetap di Samarinda, Majid di Samarinda, Kamis.
Majid yang dalam satu tahun minimal dua kali pulang kampung ke Kaubun untuk mengunjungi keluarga, terutama saat Idul Fitri dan Idul Adha, menceritakan bahwa belasan tahun lalu jalan tersebut pernah hampir mulus semua sehingga perjalanan ke Kaubun bisa ditempuh dalam waktu sekitar 7-8 jam.
Namun, akhir-akhir ini waktu tempuh Samarinda-Kaubun bisa menjadi 11-12 jam karena banyaknya kerusakan jalan baik rusak karena lubang, bergelombang longsor, hingga aspalnya yang hilang akibat dilintasi kendaraan bermuatan melebihi kapasitas maupun tergerus oleh hujan.
Kerusakan jalan di berbagai titik ini masih terlihat ketika rombongan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kaltim beserta sejumlah wartawan, melakukan kunjungan kerja ke Desa Bumi Etam, Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur, dua hari lalu.
Kerusakan parah baik longsor, berlubang, dan tergerusnya aspal, terutama terjadi di arah Sangatta-Bengalon, kemudian Bengalon-Kaliorang hingga sebagian Kaubun, sehingga yang dirasakan pengendara dan penumpang bukan hanya pinggang maupun badan yang sakit akibat banyaknya guncangan, tapi juga debu yang beterbangan, bahkan ada beberapa titik yang jalan becek akibat aspal dan batu sudah hilang.
Kondisi ini diperparah dengan perilaku warga setempat di jalur itu yang memanfaatkan kerusakan jalan dengan meminta uang, bahkan ada warga yang mengajak istri serta anaknya untuk meminta uang dari penumpang dengan pura-pura menambal jalan berlubang.
Saat terdengar suara kendaraan yang akan melintas, warga ini mencangkul tanah di pinggir jalan dan menaruhnya di jalan yang berlubang, kemudian dia sendiri atau rekannya minta uang kepada pengendara.
Namun ketika tidak ada kendaraan yang melintas, tanah yang sudah dipakai menambal jalan tersebut kemudian diambil lagi untuk dikembalikan ke pinggir jalan. Hal ini dilakukan warga berulang-ulang.
"Dalam Dua bulan ini saya sudah tiga kali ke Kaliorang, namun jalan berlubang yang ditambal warga itu gak juga selesai. Mereka di situ terus menguruk lubang dengan kedalaman sekitar 5 cm dan berdiameter tidak sampai 1 m. Logikanya, kalau dia berniat menguruk lubang yang hanya segitu, tidak sampai sehari pun sudah kelar," ujar Taufik, salah seorang penumpang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017