Samarinda (ANTARA Kaltim) - Kepolisian Resor Kota Samarinda, Kalimantan Timur, mengungkap kasus peredaran pil PCC (paracetamol, caffeine, carisoprodol) di wilayah setempat, sebagai pengembangan dari kasus serupa yang terjadi di beberapa kota di Indonesia.
Kanit Sidik Satreskoba Polresta Samarinda Iptu Teguh Wibowo kepada wartawan di Samarinda, Jumat, mengatakan, jajarannya telah menahan dua orang yang diduga sebagai pengedar obat-obatan tersebut, yakni Sum (44) dan Ris (41), saat operasi penggerebekan yang dilakukan Rabu (20/9).
Tersangka Sum yang seorang ibu rumah tangga ditangkap di rumahnya kawasan Jalan Sentosa, Samarinda. Selanjutnya dari pengembangan, polisi menangkap Ris, warga Jalan Kenya, Samarinda, yang diduga sebagai pemasok barang.
"Dari ibu Sum, kami menemukan barang bukti sebanyak 141 butir somadril atau biasa dinamakan pil PCC, 25 butir karnopen atau zenit dan uang uang tunai Rp350 ribu. Sedangkan dari Ris disita barang bukti sebanyak 1.820 pil pcc, 7.000 pil DMP (dextrometropan) dan uang tunai sebesar Rp8,85 juta," jelasnya
Iptu Teguh menambahkan, dari pemeriksaan sementara, kedua pelaku mengaku sudah menjual sebanyak 80 butir dengan harga Rp7.000 per butir dan sasarannya adalah kalangan remaja atau anak sekolah.
"Obat ini digunakan untuk campuran mabuk, biasa dicampur dengan minuman berenergi dan bisa berakibat bagi peminumnya tidak sadarkan diri. Istilahnya mabuk dengan harga yang murah," katanya.
Teguh juga menambahkan bahwa obat-obatan ilegal itu berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan sudah sekitar satu tahun disimpan oleh pelaku di rumahnya.
"Pelaku sudah tahu kalau obat-obatan itu telah dilarang edar dari pemberitaan yang marak di media massa. Dia mengaku sayang kalau dibuang dan justru akhirnya mereka kami tangkap," ujarnya.
Hingga saat ini polisi masih terus mendalami kasus tersebut untuk mengungkap jaringan peredarannya.
"Masih terus kita kembangkan dan keterangan kedua pelaku ini juga masih kita dalami. Bukan tidak mungkin ada pengedar lainnya," tambah Teguh.
Kedua pelaku yang kini mendekam di sel tahanan Mapolresta Samarinda itu dijerat pasal 196, 197 dan 198 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
Kanit Sidik Satreskoba Polresta Samarinda Iptu Teguh Wibowo kepada wartawan di Samarinda, Jumat, mengatakan, jajarannya telah menahan dua orang yang diduga sebagai pengedar obat-obatan tersebut, yakni Sum (44) dan Ris (41), saat operasi penggerebekan yang dilakukan Rabu (20/9).
Tersangka Sum yang seorang ibu rumah tangga ditangkap di rumahnya kawasan Jalan Sentosa, Samarinda. Selanjutnya dari pengembangan, polisi menangkap Ris, warga Jalan Kenya, Samarinda, yang diduga sebagai pemasok barang.
"Dari ibu Sum, kami menemukan barang bukti sebanyak 141 butir somadril atau biasa dinamakan pil PCC, 25 butir karnopen atau zenit dan uang uang tunai Rp350 ribu. Sedangkan dari Ris disita barang bukti sebanyak 1.820 pil pcc, 7.000 pil DMP (dextrometropan) dan uang tunai sebesar Rp8,85 juta," jelasnya
Iptu Teguh menambahkan, dari pemeriksaan sementara, kedua pelaku mengaku sudah menjual sebanyak 80 butir dengan harga Rp7.000 per butir dan sasarannya adalah kalangan remaja atau anak sekolah.
"Obat ini digunakan untuk campuran mabuk, biasa dicampur dengan minuman berenergi dan bisa berakibat bagi peminumnya tidak sadarkan diri. Istilahnya mabuk dengan harga yang murah," katanya.
Teguh juga menambahkan bahwa obat-obatan ilegal itu berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan sudah sekitar satu tahun disimpan oleh pelaku di rumahnya.
"Pelaku sudah tahu kalau obat-obatan itu telah dilarang edar dari pemberitaan yang marak di media massa. Dia mengaku sayang kalau dibuang dan justru akhirnya mereka kami tangkap," ujarnya.
Hingga saat ini polisi masih terus mendalami kasus tersebut untuk mengungkap jaringan peredarannya.
"Masih terus kita kembangkan dan keterangan kedua pelaku ini juga masih kita dalami. Bukan tidak mungkin ada pengedar lainnya," tambah Teguh.
Kedua pelaku yang kini mendekam di sel tahanan Mapolresta Samarinda itu dijerat pasal 196, 197 dan 198 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017