Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan memilih bersikap netral terkait rencana pemutaran kembali film Pengkhianatan G30S/PKI yang memunculkan pro dan kontra di masyarakat.

Ketua Umum DPP PPP Muhammad Romahurmuziy kepada wartawan di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu, menyatakan sangat menghormati keinginan sejumlah pihak yang akan memutar kembali film tersebut.

Namun, pihaknya juga tidak menolak terhadap munculnya pandangan berbeda dari pihak lain terkait materi sejarah yang ada dalam film G30S/PKI itu.

"Bagi mereka yang ingin menghidupkan kembali film tersebut, ya tidak usah dilarang. Demikian juga bagi pihak yang keberatan film itu diputar lagi, jangan sampai timbul gejolak perlawanan hingga berakibat memecah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Romahurmuzy usai membuka Rapat Kerja Wilayah PPP Kaltim.

Ia menegaskan bahwa fakta sejarah telah menyebutkan adanya peristiwa pengkianatan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965.

Namun demikian, ia tidak menolak apabila ternyata ada fakta baru terkait sejarah masa lalu yang bisa diadopsi dan dijadikan pembaruan, sehingga menjadi materi sejarah yang sempurna dan lebih bisa diterima oleh generasi berikutnya.

"Sekarang ini rezim komunis internasional sudah mengalami kebangkrutan dan ada yang mengalami transformasi. Satu-satunya rezim komunis yang masih eksis hanya terjadi di Tiongkok dan saat ini pun sudah mulai bertransformasi ke kapitalisme," papar Romy, sapaan akrabnya.

Pada kesempatan itu, Romy juga menyatakan tidak sependapat dengan tuntutan sebagian masyarakat terkait pembubaran Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), karena dugaaan menggelar seminar PKI.

Menurut ia, perlu ada pembuktian secara hukum bahwa YLBHI telah melakukan pelanggaran yang krusial terkait undang-undang dan ideologi negara.

"Sekarang ini masih sumir, perlu ditelusuri sesuai data dan fakta yang terjadi. Kalau saya pribadi tidak sependapat apabila alasan pembubaran karena yang bersangkutan menggelar seminar," tegasnya

Romy menambahkan bahwa kebebasan orang berpendapat, berkumpul dan berserikat juga dilindungi oleh undang-undang, sehingga sebaiknya perlu kajian lebih dalam dan lebih bijaksana sebelum mengambil keputusan agar tidak ada pihak yang dirugikan atas kejadian tersebut. (*)

Pewarta: Arumanto

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017