Samarinda, (ANTARA Kaltim) - DPD Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Provinsi Kalimantan Timur mengecam tindak kekerasan di Myanmar terhadap Muslim minoritas Rohingya yang merupakan warga asli setempat, karena tindakan ini merusak nilai-nilai kemanusiaan.

 

       

"Sungguh aneh, warga negara sendiri yang sudah hidup berdampingan ratusan tahun, tiba-tiba dianggap penduduk ilegal dengan Undang-Undang yang diterbitkan Junta Militer Myanmar," ujar Ketua DPD AMPI Provinsi Kaltim Fadly Imawan di Samarinda, Sabtu.

 

       

Sementara Aung San Su Kyi yang menerima nobel perdamaian dan selaku pemimpin baru, lanjut dia, mendiamkan tentaranya membantai Rohingya yang merupakan rakyat Myanmar juga.

 

       

Ia melanjutkan, umat Islam ibarat anggota tubuh dalam satu badan. Jika kaki terkena duri, maka bagian tubuh lainnya juga sakit, sehingga Muslim Rohingya yang kini dalam kondisi teraniaya oleh Pemerintahan Aung San Su Kyi didukung militer Myanmar yang brutal, turut membuat AMPI sakit.

 

      

"Di saat kita sedang berbahagia datangnya Idul Adha dengan ibadah kurban, saudara kita Muslim Rohingya dalam keaadaan teraniaya karena dikejar-kejar dan dibantai oleh tentara Myanmar," tuturnya.

 

       

Mencermati penindasan (represi) oleh militer Myanmar kepada Muslim Rohingya di sebelah utara negara bagian Rakhine, maka pihaknya mengeluarkan delapan pernyataan.

 

       

Pertama adalah mengecam segala tindak kekerasan yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan, karena segala bentuk kekerasan adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan oleh siapa saja.

 

      

Kedua, mengutuk kekerasan itu karena tidak ada satu pun agama dan ideologi di dunia ini yang membenarkan cara-cara kekerasan dalam kehidupan. Seluruh Muslim umumnya ikut merasakan kepedihan luar biasa atas peristiwa yang menimpa saudara seiman di Myanmar.

 

       

Ketiga, mengajak seluruh kepala negara dan pemimpin negara dunia proaktif melawan segala bentuk kekerasan. Represi adalah musuh bersama dan harus dilawan sekuat tenaga guna menciptakan upaya perdamaian.

 

       

Keempat, mendesak Pemerintah RI melakukan langkah-langkah diplomatik menekan Myanmar, guna menghentikan dan melindungi Muslim Rohingya, membawa masalah ini dalam pertemuan negara-negara ASEAN, mempersiapkan sangsi, dan langkah kemanusian sebagai perlindungan.

 

       

Kelima, mengajak seluruh individu sedunia untuk terus menggalang solidaritas kemanusiaan guna menciptakan perdamaian bagi segala bangsa.

 

       

Keenam, mendesak semua pihak terkait, terutama kepada komunitas internasional dan PBB, segera mengambil langkah nyata dalam peristiwa kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Myanmar.

 

       

Ketujuh, mendesak ASEAN mengambil sikap dan langkah konkret, khusunya pada Pemerintah Myanmar segera mengakui status kewarganegaraan Muslim Rohingya karena mereka sudah ratusan tahun lalu hidup berdampingan.

 

       

"Kedelapan, kami mendesak Komite Nobel segera mencabut penghargaan nobel perdamaian kepada Aung San Suu Kyi, karena tidak memiliki kesungguhan untuk menghentikan konflik di Rohingya," ucap Fadly. *

Pewarta: M Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017