Jakarta (ANTARA News) - WWF-Indonesia bersama WWF-Malaysia merilis
ringkasan eksklusif publikasi kondisi Borneo "The Environmental Status
of Borneo 2016" pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
"Sangat penting untuk memiliki gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai status hutan Borneo sekarang dan sebelumnya," kata plt CEO WWF-Indonesia Benja V Mambai dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan sangat penting melihat perubahan besar kondisi ekologis terjadi termasuk di Hearth of Borneo (HoB) atau Jantung Borneo.
"Ini akan membantu kami dalam memantau serta merencanakan usaha masa depan kita di pulau ini dengan lebih baik," katanya.
Dia berharap hasil analisis yang ada akan memandu pihak berwenang dan pemangku kepentingan untuk mengambil langkah efektif untuk mengatasi keadaan lingkungan yang menurun.
"Inisiatif Heart of Borneo atau Jantung Borneo hingga saat ini telah berjalan selama sepuluh tahun dan mendapat dukungan dari semua pemangku kepentingan utama kami," katanya.
Kondisi Borneo
Meskipun ada banyak tantangan, ia mengatakan laporan tersebut juga memberikan kabar baik di beberapa bidang ekosistem. Kawasan yang dikenal sebagai Jantung Borneo, yang berada di tengah pulau ini, memang bernasib jauh lebih baik dibandingkan dengan dataran rendah dan daerah pesisir.
"Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini merupakan kesempatan yang baik untuk menarik perhatian pada keadaan lingkungan yang kita jalani bagi generasi mendatang. Kita perlu bertindak cepat untuk menyelamatkan hutan Borneo," kata Direktur Eksekutif/CEO WWF-Malaysia Dato Dr Dionysius Sharma.
Bersama-sama, menurut dia, dapat membantu membuat satu dari hamparan hutan terakhir di Borneo yang tersisa di dunia menjadi tempat tinggal yang lebih baik, bagi manusia maupun bagi keanekaragaman hayati yang tumbuh subur di pulau hutan hujan tropis yang unik ini.
Pulau Borneo merupakan rumah bagi beragam spesies tumbuhan dan hewan, kaya akan sumber daya alam bagi keberlangsungan hidup 11 juta orang termasuk satu juta Masyarakat Adat yang tinggal di kawasan Heart of Borneo (HoB) atau biasa disebut Jantung Borneo dan telah mengelola kekayaan alamnya secara lestari selama berabad-abad. Namun, tidak semua baik-baik saja.
Dalam ringkasan eksklusif laporan tersebut menjelaskan bahwa Borneo berada dalam bahaya karena secara perlahan kehilangan ekosistem utamanya yang sangat penting bagi kelangsungan jangka panjang masyarakat lokal dan ekonomi, baik nasional maupun regional, bagi Brunei Darussalam, provinsi-provinsi di Kalimantan dan negara bagian Malaysia di Sabah dan Sarawak.
Sekitar 74 juta hektare (ha) tutupan hutan secara keseluruhan telah menurun menjadi 55 persen pada 2015 dan di daerah hutan tertutup, fragmentasi tersebar luas dengan deforestasi terus meningkat. Dalam skenario "business-as-usual" (BAU) atau bisnis seperti biasa, pada tahun 2020, diperkirakan Borneo bisa kehilangan 75 persen hutannya.
Menurut proyeksi dalam laporan tersebut, jika tingkat deforestasi 2005-2015 terus berlanjut, dalam skenario BAU, 6 juta ha hutan lainnya kemungkinan akan mengalami deforestasi selama periode lima tahun berikutnya dari tahun 2015 dan 2020.
Laporan lengkap WWF Environmental Status of Borneo 2016 akan dirilis akhir Juni 2017. Dan merupakan edisi ketiga laporan yang merinci kondisi kritis ekosistem dan indikator tumbuhan dan hewan, dengan tujuan dari laporan ini diharapkan dengan menggunakan indikator dalam menilai perubahan lansekap dan penurunan tutupan hutan dengan membuat referensi ke tingkat historis, dan kemudian dalam tiga hingga lima tahun interval, dari tahun 2005 sampai 2015. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Sangat penting untuk memiliki gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai status hutan Borneo sekarang dan sebelumnya," kata plt CEO WWF-Indonesia Benja V Mambai dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan sangat penting melihat perubahan besar kondisi ekologis terjadi termasuk di Hearth of Borneo (HoB) atau Jantung Borneo.
"Ini akan membantu kami dalam memantau serta merencanakan usaha masa depan kita di pulau ini dengan lebih baik," katanya.
Dia berharap hasil analisis yang ada akan memandu pihak berwenang dan pemangku kepentingan untuk mengambil langkah efektif untuk mengatasi keadaan lingkungan yang menurun.
"Inisiatif Heart of Borneo atau Jantung Borneo hingga saat ini telah berjalan selama sepuluh tahun dan mendapat dukungan dari semua pemangku kepentingan utama kami," katanya.
Kondisi Borneo
Meskipun ada banyak tantangan, ia mengatakan laporan tersebut juga memberikan kabar baik di beberapa bidang ekosistem. Kawasan yang dikenal sebagai Jantung Borneo, yang berada di tengah pulau ini, memang bernasib jauh lebih baik dibandingkan dengan dataran rendah dan daerah pesisir.
"Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini merupakan kesempatan yang baik untuk menarik perhatian pada keadaan lingkungan yang kita jalani bagi generasi mendatang. Kita perlu bertindak cepat untuk menyelamatkan hutan Borneo," kata Direktur Eksekutif/CEO WWF-Malaysia Dato Dr Dionysius Sharma.
Bersama-sama, menurut dia, dapat membantu membuat satu dari hamparan hutan terakhir di Borneo yang tersisa di dunia menjadi tempat tinggal yang lebih baik, bagi manusia maupun bagi keanekaragaman hayati yang tumbuh subur di pulau hutan hujan tropis yang unik ini.
Pulau Borneo merupakan rumah bagi beragam spesies tumbuhan dan hewan, kaya akan sumber daya alam bagi keberlangsungan hidup 11 juta orang termasuk satu juta Masyarakat Adat yang tinggal di kawasan Heart of Borneo (HoB) atau biasa disebut Jantung Borneo dan telah mengelola kekayaan alamnya secara lestari selama berabad-abad. Namun, tidak semua baik-baik saja.
Dalam ringkasan eksklusif laporan tersebut menjelaskan bahwa Borneo berada dalam bahaya karena secara perlahan kehilangan ekosistem utamanya yang sangat penting bagi kelangsungan jangka panjang masyarakat lokal dan ekonomi, baik nasional maupun regional, bagi Brunei Darussalam, provinsi-provinsi di Kalimantan dan negara bagian Malaysia di Sabah dan Sarawak.
Sekitar 74 juta hektare (ha) tutupan hutan secara keseluruhan telah menurun menjadi 55 persen pada 2015 dan di daerah hutan tertutup, fragmentasi tersebar luas dengan deforestasi terus meningkat. Dalam skenario "business-as-usual" (BAU) atau bisnis seperti biasa, pada tahun 2020, diperkirakan Borneo bisa kehilangan 75 persen hutannya.
Menurut proyeksi dalam laporan tersebut, jika tingkat deforestasi 2005-2015 terus berlanjut, dalam skenario BAU, 6 juta ha hutan lainnya kemungkinan akan mengalami deforestasi selama periode lima tahun berikutnya dari tahun 2015 dan 2020.
Laporan lengkap WWF Environmental Status of Borneo 2016 akan dirilis akhir Juni 2017. Dan merupakan edisi ketiga laporan yang merinci kondisi kritis ekosistem dan indikator tumbuhan dan hewan, dengan tujuan dari laporan ini diharapkan dengan menggunakan indikator dalam menilai perubahan lansekap dan penurunan tutupan hutan dengan membuat referensi ke tingkat historis, dan kemudian dalam tiga hingga lima tahun interval, dari tahun 2005 sampai 2015. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017