Samarinda (ANTARA Kaltim) - Belasan demonstran dari LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Provinsi Kalimantan Timur menggelar aksi di depan kantor gubernur setempat, sekaligus menjejer 27 replika batu nisan dalam memperingati Hari Anti Tambang (Hantam).
"Sebanyak 27 replika batu nisan yang kami jejer ini sebagai gambaran bahwa tambang di Kaltim telah merenggut 27 nyawa manusia. Ini merupakan tragedi yang memilukan," ujar Dinamisator Jatam Provinsi Kaltim Pradarma Rupang di Samarinda, Senin.
Ke-27 nyawa melayang di lokasi tambang itu adalah 16 orang di bekas galian tambang Kota Samarinda, 9 orang di kolam bekas tambang Kabupaten Kutai Kartanegara, satu warga di lubang bekas tambang Kabupaten Paser, dan satu orang meninggal di site tambang di Samarinda.
Ia melanjutkan, perusakan lingkungan melalui eksploitasi sumberdaya alam di Kaltim sudah berlangsung lebih dari satu abad, namun hingga kini masih berlanjut.
Sementara itu, Kaltim terus menggantungkan pendapatannya dari ekonomi perusak alam dan mematikan seperti tambang migas, batu bara, pembabatan hutan secara masif melalui hutan tanaman industri (HTI), hak pengusahaan hutan (HPH), dan perkebunan kelapa sawit.
"Dari luas Provinsi Kaltim 12,7 juta ha, sekitar 5,2 juta ha atau setara dengan 46 persen telah dikapling untuk wilayah pertambangan. Sementara untuk luas perkebunan mencapai 3,37 ha," ujar Rupang.
Sementara Sartika, salah seorang pendemo, dalam orasinya menyatakan selama ini Kaltim mengaku Pendapatan Asli Daerahnya sebagian besar dari ekstratif tambang, namun dari 34 provinsi di Indonesia, kinerja ekonomi Kaltim menjadi satu-satunya yang negatif 0,38 persen hingga triwulan IV-2016.
Menurutnya, dengan adanya 632 lubang bekas tambang di Kaltim, maka kerusakan lingkungan menjadi lebih parah, ditambah dengan meninggalnya 27 warga di areal pertambangan, tentu ekspolitasi alam melalui pertambangan harus dihentikan.
Ia melanjutkan, ada banyak dampak buruk dari industri tambang yang menghancurkan ruang hidup rakyat, mulai dari perusakan lahan pertanian hingga penggusuran areal pemukiman, seperti yang terjadi di Kutai Kartanegara dan di Samarinda.
"Untuk itu kami menagih janji Gubernur Kaltim dalam mengeksekusi seluruh tambang bermasalah, menuntaskan kasus korban meninggal di lubang tambang, dan menarik izin tambang di kawasan bentang alam Karst Sangkulirang - Mangkalihat," kata Sartika melalui pengeras suara. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Sebanyak 27 replika batu nisan yang kami jejer ini sebagai gambaran bahwa tambang di Kaltim telah merenggut 27 nyawa manusia. Ini merupakan tragedi yang memilukan," ujar Dinamisator Jatam Provinsi Kaltim Pradarma Rupang di Samarinda, Senin.
Ke-27 nyawa melayang di lokasi tambang itu adalah 16 orang di bekas galian tambang Kota Samarinda, 9 orang di kolam bekas tambang Kabupaten Kutai Kartanegara, satu warga di lubang bekas tambang Kabupaten Paser, dan satu orang meninggal di site tambang di Samarinda.
Ia melanjutkan, perusakan lingkungan melalui eksploitasi sumberdaya alam di Kaltim sudah berlangsung lebih dari satu abad, namun hingga kini masih berlanjut.
Sementara itu, Kaltim terus menggantungkan pendapatannya dari ekonomi perusak alam dan mematikan seperti tambang migas, batu bara, pembabatan hutan secara masif melalui hutan tanaman industri (HTI), hak pengusahaan hutan (HPH), dan perkebunan kelapa sawit.
"Dari luas Provinsi Kaltim 12,7 juta ha, sekitar 5,2 juta ha atau setara dengan 46 persen telah dikapling untuk wilayah pertambangan. Sementara untuk luas perkebunan mencapai 3,37 ha," ujar Rupang.
Sementara Sartika, salah seorang pendemo, dalam orasinya menyatakan selama ini Kaltim mengaku Pendapatan Asli Daerahnya sebagian besar dari ekstratif tambang, namun dari 34 provinsi di Indonesia, kinerja ekonomi Kaltim menjadi satu-satunya yang negatif 0,38 persen hingga triwulan IV-2016.
Menurutnya, dengan adanya 632 lubang bekas tambang di Kaltim, maka kerusakan lingkungan menjadi lebih parah, ditambah dengan meninggalnya 27 warga di areal pertambangan, tentu ekspolitasi alam melalui pertambangan harus dihentikan.
Ia melanjutkan, ada banyak dampak buruk dari industri tambang yang menghancurkan ruang hidup rakyat, mulai dari perusakan lahan pertanian hingga penggusuran areal pemukiman, seperti yang terjadi di Kutai Kartanegara dan di Samarinda.
"Untuk itu kami menagih janji Gubernur Kaltim dalam mengeksekusi seluruh tambang bermasalah, menuntaskan kasus korban meninggal di lubang tambang, dan menarik izin tambang di kawasan bentang alam Karst Sangkulirang - Mangkalihat," kata Sartika melalui pengeras suara. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017